Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 3. Jalannya tidak semudah itu

Bertemu dan berpisah lebih baik dari pada datang namun tak ada kejelasan yang bisa dibanggakan.

Hampir aja gue kepergok karena cari-cari lowongan di tempat lain yang istilahnya lebih baik dari kantor ini. Bukan, bukan berarti kantor ini enggak baik. Walaupun dengan background keluarga, karena pemilik semua sahamnya masih dilingkup keluarga, tapi enggak tahu kenapa gue kayak enggak berkembang di sini.

Kerjaan gue cuma itu-itu aja. Ketemu klien, tanya kebutuhannya, kapan dibutuhkannya barang yang dia cari, terus coba diskusi sama bos kapan bisa dipenuhi, dan kalau udah siap, langsung kirim ke klien. Gitu doang.

Dan rasanya kuliah programmer gue enggak kepakai sama sekali di sini.

Jadi karena itu juga alasan gue mau cari kerja di tempat lain, biar gue enggak gabut banget, biar ilmu gue bisa kepakai juga, karena mahal banget kuliah programmer kalau dihitung-hitung mah. Kasihan juga bokap nyokap gue, kuliahin tinggi-tinggi, eh, anaknya cuma kerja dibawah ketek keluarganya sendiri.

Masih fokus ke layar komputer, gue bolak balik website lowongan kerja demi mencari pekerjaan yang cocok dengan background gue, dan setidaknya penghasilannya lebih besar dari sini, biar gue ada alasan untuk keluarnya.

Jangan sampai pekerjaan yang gue tuju gajinya dibawah di sini, yang ada bos gue langsung keluarin jurus nyinyir.

Beberapa saat gue cari, ketemu salah satu perusahaan kontraktor yang kayaknya cukup bonafide buat gue coba. Dan ternyata mereka sedang open recruitment untuk posisi IT. Yang lebih tepatnya sih IT support.

Karena itu tanpa pikir panjang coba kirim lamaran tersebut melalui website  lowongan pekerjaan ini. CV serta beberapa sertifikat yang gue punya enggak akan lupa gue lampirin. Biar bertambah nilai jual gue.

Untuk bahasa yang gue kuasai, sebenarnya banyak. Cuma yang aktif cuma 2, Indonesia dan Inggris. Sedangkan kayak Jerman dan Jepang cuma gue pelajari waktu sekolah doang. Yah, beberapa kata sederhana sih gue tahu. Tapi kalau untuk diajak komunikasi dengan dua bahasa itu, gue cukup gagap.

Setelah berhasil mengirimkan lamaran, gue cuma bisa menunggu dan berharap, setidaknya gue harus bisa dipanggil untuk interview, supaya mereka bisa menilai kualitas diri gue. Karena terkadang apa yang dituliskan tidak selalu bisa mewakilkan keadaan yang sebenarnya.

Jadi sambil berharap penuh, gue yakin bisa kepanggil dalam beberapa waktu ini.

"Woi, ngapain lo?"

Andri tiba-tiba saja datang kayak setan yang enggak pernah gue undang. Dia celingukan lihat website yang gue buka, lalu cengar cengir enggak jelas.

"Hayo, lo mau resign ya? Kenapa? Enggak betah kerja bareng gue? Nanti kalau kita pisah, lo kangen lagi sama gue. Kan ribet urusannya."

Gue ngelirik dia. Terus berjuang buat mikir. Emangnya orang kayak Andri layak buat gue kangenin?

Pinter aja kagak. Gede bacot doang. Gue sih maklum dia orang marketing sejati, tapi enggak gini juga sih bacotannya yang bikin gue muak setiap harinya.

"Itu lo mau ngelamar ke perusahaan apa?"

"Kepo banget lo!"

Langsung aja gue tutup browser itu, dan memilih pergi menjauh dari Andri yang terus ketawa kayak orang gila.

Entah kenapa hidup gue selalu dikelilingi sama orang-orang aneh gini. Kayak Andri salah satunya. Padahal gue cuma mau hidup tenang tanpa ada suara-suara setan kayak milik Andri ini. Cuma sepertinya Tuhan enggak akan izinin.

"Pindah deh lo sana. Nanti kalau udah sukses ajak gue ya."

Malas menanggapi kalimatnya, gue cuma kasih jari tengah gue terus keluar ruangan. Mencari udara segar adalah satu-satunya cara meredam emosi setelah ngobrol sama Andri.

Karena itu gue niat ke bawah, ke pos security, buat ngopi-ngopi bentar sebelum si bos nyuruh-nyuruh lagi.

Tapi kenyataannya sampai di lobby kantor, banyak banget karyawan baru yang kayaknya mau melakukan pelatihan awal hari ini. Dari sekian banyak yang ada di sana, semuanya kompak melihat ke arah gue waktu gue turun dari tangga, bukan dari lift.

Yah, hitung-hitung olahraga, lumayan lah buat bakar lemak.

Info dari pak Hadi, banyak sih yang lolos interview kemarin ini, dan bakalan tanda tangan kontrak hari ini sekalian pelatihan. Tapi gue enggak yakin si Ghena berhasil lolos.

Dia sendiri yang bilang kalau si Hadi botak nyebelin, jadi pastinya si Ghena punya dendam kesumat sama tuh orang.

"Pak, tumben enggak ngopi?"

Gue tepuk bahunya waktu sampai di pos ini. Satpam yang gue kenal cuma nyengir sambil ngembaliin KTP ke cowok sama cewek yang baru mau keluar dari kantor ini.

Seperti kantor-kantor lain, kantor gue juga sama, selalu ninggalin KTP dan ganti ke kartu visitor kalau yang datang bukan karyawan. Dan biasanya yang kayak gini-gini tugasnya security buat mencatat dan menyimpan KTP mereka.

"Siapa tadi namanya?"

"Ghena, Pak."

Ekspresi di wajah gue berubah waktu dengar nama itu disebut sama seorang cewek yang dibonceng naik beat ini. Wajahnya sih enggak kelihatan jelas, karena dia pakai masker. Tapi yang bisa gue lihat rambutnya lurus, panjang, dan matanya waktu ngelirik gue kayak mau makan orang.

Anjir, galak amat!

"Ghena ya? Ghena Talisa bukan?"

"Sama masnya siapa namanya?"

"Fadi."

"Fadi Haffaz, ya?"

Setelah berhasil menemukan dua KTP yang dicari, security di samping gue langsung nyerahin KTP itu. Dari sekilas, ya sekilas banget sih, yang gue lihat foto Ghena di KTPnya jelek.

Aduh, gue lupa. Enggak ada orang yang cantik difoto KTP. Sekalipun dia cantik, pasti hasilnya aneh. Alasannya gue juga enggak paham, kenapa selalu begini. Tapi yang pasti, gue ngerasa aneh aja waktu cewek yang namanya Ghena ini ngelirik gue.

"Mereka siapa, Pak?"

"Itu, Pak. Orang yang lolos buat jadi karyawan baru, cuma kayaknya yang cewek enggak jadi masuk. Kata cowoknya sih dia udah kerja di tempat yang lain. Terus gaji yang ditawarkan perusahaan ini kayaknya lebih rendah deh. Hasilnya enggak jadi tanda tangan kontrak deh. Gitu sih yang bapak dengar."

Gue ngangguk-ngangguk paham. Pastinya sih gajinya kecil, dan enggak ada bonus-bonus kayak perusahaan lain. Karena mereka yang diterima hari ini memang ditugaskan untuk anak perusahaan yang baru aja didirikan. Dan kayaknya enggak mungkin gajinya lebih gede dari karyawan di sini. Bisa didemo masa.

"Kenapa pak Abel? Kenal sama dia?"

"Enggak. Cuma ada temen namanya Ghena juga kemarin ngelamar di sini. Tapi kayaknya bukan dia."

"Hm, masa sih? Kayaknya nama Ghena langka deh, Pak. Kecuali namanya Siti, Maemunah. Banyak pasti."

"Itu mah di zaman Bapak banyak. Sekarang langka juga nama itu."

Gue sama satpam ini sama-sama ketawain hal yang sebenernya enggak lucu-lucu banget tapi lumayan menghibur.

"Tapi beruntung dia enggak jadi kerja di sini, saya aja mau keluar, Pak."

Gue cuma bisa bergumam atas keputusan tepat yang dilakukan cewek tadi. Karena gue aja di sini pengen keluar dan cari yang lebih baik.

"Buat pengalaman setelah lulus enggak masalah kali, Pak. Karena perusahaan besar pun pasti lihatnya pengalaman bekerja di tempat sebelumnya."

Yap, betul juga. Buat pengalaman sih enggak papa. Tapi kalau buat hari tua mah jangan!

Continue..
Hahahhaaa..
Mohon maaf ya Pak Abel, Ghena kalau ngelirik orang emang gitu.. Hahahaa


Waktu Abel masih ganteng... Ehhh..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro