#12
MAI
Hari ini Gesang tanya soal rumahku. Sebenarnya itu pertanyaan yang wajar mengingat sudah sebulan lebih kami sekelas. Hanya saja, saat dia bilang kalau dia jarang melihatku pulang, aku jadi sedikit terganggu. Entah harus senang karena ada yang memperhatikan atau justru khawatir karena ada yang memperhatikan.
Ada perasaan gamang yang aneh setiap kali aku mengingat Gesang.
Aku menghela napas, berat dan panjang. Kutatap pojok kiri monitor pada bagian yang menunjukkan time billing karaoke. Masih beberapa menit sampai waktuku habis. Sudah jadi kebiasaan untukku pergi karaoke sehabis sekolah. Sekitar 3 atau 4 jam kuhabiskan waktuku di kotak pengap dengan bunyi musik yang berdentum keras... untuk tidur siang. Mau bagaimana lagi, waktu tidur malamku sangat terbatas. Terlebih, ruangan dengan sofa yang entah kapan terakhir dibersihkan ini jauh lebih nyaman daripada kasur empuk yang berada satu atap dengan bapak.
Kuregangkan tubuhku kuat-kuat seperti yang biasa kucing lakukan.
"Ha ha..." tawaku datar. "Kucing, ya... Aku benar-benar seperti kucing. Tidak punya rumah dan hanya berkeliaran pagi dan malam."
Setelahnya aku pergi ke kamar mandi yang terletak di ujung lorong untuk berganti pakaian. Di kamar mandi, aku mencuci muka, mengoleskan sedikit lip balm warna pucat, lalu menata rambutku. Kupandangi sosok yang terpantul pada cermin di hadapanku. Mai di sana begitu berbeda dengan Mai saat di sekolah.
Karaoke yang biasa kudatangi berada di salah satu Mall di daerah Solo Baru. Letaknya di pinggir kota dan langsung berbatasan dengan Sukoharjo hanya dalam beberapa meter saja. Sengaja kupilih karena letaknya yang jauh dari sekolah agar sebisa mungkin tak bertemu seseorang yang dikenal.
Maka, kuhabiskan malam dengan percuma. Malam ini adalah malam Minggu dan jam di tanganku baru menunjukkan pukul 19:37. Sudah dari tadi kuhabiskan waktu hanya dengan naik-turun tak menentu, melihat-lihat baju, melihat-lihat buku-buku di Gramedia, dan melihat-lihat baju lagi. Bahkan sudah kuhabiskan waktu yang cukup banyak untuk nge-pump, yaitu permainan dance yang mengharuskan kaki menginjak tombol-tombol tertentu sesuai beat. Aku selalu senang saat ada yang melihatku terlihat menguasai pump meski sebenarnya aku hanya berlatih pada satu lagu yang sama selama hampir setahun.
Oleh sebab itu, saat ini aku benar-benar tidak ada yang bisa dilakukan.
Film yang hendak kutonton baru diputar pukul 20:00 nanti sehingga sekarang sampai waktu yang ditentukan itu aku tidak benar-benar ada kerjaan. Maka, akan kuhabiskan waktu dengan berdiri melamun di tepian tempat aku bisa melihat kesibukan orang-orang di lantai bawah. Aku selalu senang memperhatikan lalu-lalang orang. Seperti yang biasa kulakukan di gedung kosong depan minimarket nyaris saban malam.
"Mai, bukan?" kata seorang cowok membuyarkan lamunanku.
Kupandang wajah cowok yang berani-beraninya menghancurkan waktu menenangkan bertajuk lamunan. Cowok dengan rambut berantakan dan senyum sumringah ini begitu kukenal.
"Ge-Gesang? Gesang!"
"Iya. Ini aku, Gesang," jawabnya terkekeh.
Ah, Gesang. Senyumnya yang begitu lebar membuatku ingin mencubit pipinya. Atau setidaknya mengelus-elus jambang yang mulai tumbuh tipis di sana. Dia memakai kaos putih berbalut jaket kulit hitam, celana denim warna hitam, dan sepatu putih. Gayanya asal-asalan, khas Gesang!
"Sendirian aja, Mai?"
"Iya, nih."
Apa seharusnya kubilang aku dengan teman, ya? Gimanapun, sendirian di Mall pada malam Minggu terdengar menyedihkan, bukan?
"Tadi kupikir bukan kamu. Habis gayanya beda, sih," katanya sambil mematut-matut diriku. Sudahlah jangan liatin aku terus, Ge. Kamu memang paling bisa bikin aku tersipu. Dia lalu bilang, "Tapi serius, kalau kayak gini kamu cakepan, ya?"
Ah, berarti aku yang di sekolah kucel dong?
"Ngomong-ngomong, habis dari mana?"
"Nggak dari mana-mana kok, Ge."
"Hmm... kok bawa tas gede gitu?"
"Nggak," jawabku mengelak tanpa benar-benar meyakinkan. "Ih, Gesang dari tadi nanyain aku mulu!"
"He he he."
"Terus kamu ngapain ke sini, Ge?"
"Mau nonton."
Eh, nonton? Bisa barengan, dong! Asyik!
"Sendirian aja?"
"Nggak. Sama anak-anak. Merekanya pake mobil, aku motoran," jawab Gesang santai. Dia lalu menunjuk sebuah arah dengan dagunya. "Tuh mereka."
Seharusnya aku bisa menebak kalau Gesang tak bakalan nonton sendirian. Dia orang yang tiba-tiba punya banyak teman sehari setelah MOS selesai. Berbeda denganku yang berusaha dekat dengan semua orang namun berusaha agar tak terlalu dekat, Gesang dekat dengan semua orang benar-benar untuk berteman. Bukan sekedar kenalan karena urusan sopan santun belaka.
Dan, ada Andini di antara "mereka" yang Gesang maksud.
Dari kejauhan aku bisa melihat Andini dengan jumper warna pink muda, hotpants warna magenta, sepatu putih, serta tas selempang kecil yang bagian talinya mencetak jelas kedua belah teteknya. Cewek dengan tetek besar ini lalu berlari kecil sambil memelukku erat. Ini sangat aneh karena sebetulnya aku dan Andini tidak cukup dekat untuk saling memeluk ketika bertemu.
"Siapa, Ndin?" tanya cowok berambut cepak yang memakai kacamata dengan frame tebal.
"Kenalin, Mas Nugi. Ini Andini, teman aku," jawab Andini riang. Riang yang sama sekali tak pernah ia tunjukkan ketika berada di sekolah. Pasti ada cowok spesial yang bikin Andini berbuat demikian.
"Oh hei. Aku Nugi," kata cowok itu sambil mengulurkan tangan. Kayaknya dia kelas XII. Beberapa kali aku pernah lihat dia bareng rombongan senior pas di kantin atau upacara.
"Andini," jawabku sekenanya.
"Dia teman baik aku," kata Andini menegaskan. Seakan ia ingin Mas Nugi tahu jika aku adalah teman baik Andini saat di sekolah. Best friend. "Ke mana-mana kalau di sekolah bareng terus."
"Oh, kamu ngajakin dia ikutan nonton juga?"
Andini lalu diam. Sepertinya dia tidak bisa menjawab kalau kemunculanku yang tiba-tiba tidak ada dalam skenario "best friend"-nya.
"Teman baik atau teman sekelas doang, nih?" seloroh cewek di samping Mas Nugi. Dari tadi cewek ini ketutupan Andini jadi aku tak bisa melihatnya. Namun, begitu mengeluarkan suara dan kulihat wajahnya, aku merasa sangat mengenalnya. Dia adalah senior yang sangat galak ketika MOS sehingga sangat dikenal anak-anak. Itu Kak Santini.
Untuk alasan yang tak dapat kupahami, kurasakan atmosfer di sekitar kami jadi terasa berat.
"Dia Mai, teman sekelas aku sama Andini," ucap Gesang memecahkan kecanggungan. "Dia cuma lagi main terus kebetulan aja papasan sama aku tadi."
Ah, terima kasih Gesang! Kamu terbaik deh soal urusan memecahkan sunyi begini.
"Oh, ikutan nonton bareng kita aja yuk!" ajak Mas Nugi yang serta merta diikuti tatapan tajam oleh Kak Santini dan bahkan Andini.
"Hmmm... sorry, sebenarnya aku juga udah mau nonton film."
"Film apa?"
"Suicide Squad."
"Samaan dong! Kursi berapa?"
"O10."
"Ah, kita di M," keluh Mas Nugi yang diikuti tatapan menyalak dua cewek itu. Ah, aku jadi ingin terbang ke Afrika sekarang juga.
"Nggak papa, Mas Nugi. Nanti biar Mai bisa sambil liatin aku."
"Gesang apa-apaan sih," kujawab sambil mencubit kecil pinggang Gesang.
Mata dua cewek itu malah semakin menyalak.
Eh, apa-apaan ini?
****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro