5| x ips 5, end.
Play song: Kamu Cantik Kamu Baik- Lyla🎶
Tak peduli langit menertawakan ku-0:34.
Bagian lima.
Nolan
| al gapapa ya namanya dipake bang bara dulu
Aletta
kok ko djiem aha klo bsra pje mana gw|
Nolan
| ngetik apaan si?
| hampir setahun temenan sama lo gw masih ga ngerti sama typing lo
Aletta
Ah anjing lo|
Nolan
| giliran ngatain gk typo
| sialan lo
Aletta memberengut sebal. Pasti Nolan penyebab mengapa Gamala tidak langsung memberikan klarifikasi atas perlakuan Bara terhadapnya. Punya teman sekelas yang terkenal seperti Nolan ternyata sangat tidak berguna.
Aletta membuka gerbang rumahnya setelah latihan hingga pukul delapan malam. Sebelum memutar kenop pintu, Aletta melepaskan sandalnya lalu diletakkan di rak sepatu yang berada di teras.
"Assalamualaikum, Aletta pulang!" seru Aletta setelah memutar kenop pintu dan membukanya.
Tubuh Aletta mematung saat melihat kedua orang tua dan juga kakaknya tengah duduk di ruang tamu. Ekspresi wajah mereka seolah sangat geram terhadapnya sampai Aletta bingung harus menggerakkan tubuhnya atau tidak.
Sang ibu bangkit berdiri dari duduknya. Wajahnya terlihat sangat menyuarakan amarah dan kini berdiri di hadapan Aletta. Wanita paruh baya itu melemparkan selembar kertas tepat di wajah Aletta. Yang rupanya adalah nilai hasil UTS dua bulan yang lalu.
Bagaimana ibunya bisa tahu? Padahal Aletta sudah menyimpan kertas itu di tempat yang sulit dijangkau.
"Berhenti main minton," tegas sang ibu.
Aletta meratapi kertas yang saat ini telah jatuh ke lantai, melihat sebuah hasil rapot tengah semesternya dengan nilai yang seluruhnya kurang dari 5.
"Kenapa Mama masuk ke kamar aku?" tanya Aletta dengan pandangan yang masih mengarah ke lantai.
"Minton gak bikin kamu jadi pintar, belajar Aletta."
Pegangan tangan Aletta yang berada di kenop pintu semakin kuat. Satu tangannya yang lain juga sudah mengepal.
"Kenapa Mama masuk ke kamar aku?" Aletta mengulang pertanyaannya.
Sang ibu menghela napas lalu mengusap wajahnya. "Minton gak bawa apa-apa di hidup kamu, jadi berhenti main minton dan mulai belajar!"
"KENAPA MAMA MASUK KE KAMAR AKU?" Aletta mulai hilang kesabaran.
"Berani kamu teriak di depan orang tua?!" sahut sang ibu. "Kamu selalu main minton tapi gak pernah urus sekolah! Kamu liat kakak kamu, dia bisa sukses di usia muda karena pintar, dia dapet beasiswa jadi gak membebani orang tua. Kamu ngapain?" Wanita paruh baya itu menarik tas raket Aletta. "Minton terus tanpa ada hasil apa-apa!"
Aletta menepis tangan sang ibu. "Gimana aku mau punya hasil kalo kalian yang paling dekat sama aku gak pernah kasih aku dukungan," balasnya.
"Diluar aku dicerca habis dan sekarang di rumah aku juga harus dapet umpatan dari kalian? Bukannya kita keluarga? Bukannya di dalam keluarga harus saling mendukung?" lanjutnya.
"Minton gak bawa apa-apa di lo Aletta, dengerin omongan Mama dulu!" seru sang kakak yang akhirnya kini bersuara.
Aletta memutar bola matanya jengah, kini manik matanya mengarah menatap sang kakak yang berdiri di belakang tubuh ibunya. "Lo lupa? Gue sekarang gak bawa apa-apa dari minton karena lo paksa gue buat pindah ke sini! Gue dapet tawaran dari PB besar Savior yang mau gue terima tapi lo paksa gue buat pindah ke Jakarta. Salahin diri lo kalo liat adik lo ini gak bisa bawa hasil apa-apa!" sungut Aletta.
"Jangan teriak di depan Kakak kamu, dia yang selama ini ngasih kamu makan!" seru sang ibu. Wanita itu kembali mengusap wajahnya merasa tidak enak telah berteriak di depan sang anak. "Sekarang kamu berhenti main minton dan mulai belajar," lanjutnya.
"Buat apa aku harus nurut sama Mama kalo Mama aja gak pernah dengerin apa mau aku." Aletta dengan cepat mengambil kertas hasil ujiannya lalu menerobos masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu.
Di dalam kamar, Aletta menahan dengan kuat agar air matanya tidak terjatuh. Ia sudah biasa seperti ini jadi mengapa harus menangis. Aletta memilih meletakan tas raketnya kemudian berbaring di atas lantai. Tubuhnya terlalu kotor jika harus berbaring di atas kasur.
Aletta menatap langit-langit kamarnya, matanya menyipit karena rasa silau dari lampu yang terang. Dan tanpa sadar, cairan bening mulai keluar dari sudut matanya.
Nyatanya, Aletta tetap tidak terbiasa dengan makian dari orang-orang terdekatnya.
AB+
Aletta sudah mencoba mengendalikan rumor mengenai dirinya, hanya saja tidak bisa. Mencoba menggiring perhatian dengan membuat rumor baru, tetap saja namanya penuh di base sekolah maupun base Gamala. Sampai akhirnya, Aletta menyerah.
Seperti saat satu minggu yang lalu...
Jum'at, 15 Mei 2015.
Bagaimanapun, Aletta harus mencari cara agar Bara bisa berkata bahwa ia bukanlah pacarnya. Tetapi, rasa-rasanya hal itu sangatlah sulit.
Bara seolah tidak pernah muncul di ruang lingkup pandangannya. Aletta sudah mencoba mendatangi kelas Bara secara diam-diam dan hasilnya nihil, cowok itu tidak ada, justru dirinya yang diserang teman sekelas Bara.
Baiklah jika seperti itu, Aletta memutuskan untuk kembali ke kelasnya. Ia akan menggunakan jalur orang dalam. Ketika melewati koridor, tentu saja Aletta menjadi pusat perhatian karena kini sudah dikenali seluruh siswa.
"NOLAN!" teriak Aletta sembari mendobrak pintu kelasnya.
"Eh, Aletta?" Laki-laki bertubuh tinggi yang sedang tertawa dengan teman-temannya itu bangkit berdiri dan berjalan menuju ambang pintu. "Waduuuhh, pacarnya Pangeran Es kita nih kawan!" seru Nolan.
Aletta membalas dengan menendang kaki cowok itu. "Berisik bego!"
Nolan meringis kemudian mengelus kakinya yang terkena tendangan Aletta. "Kenapa?"
"Mana hp lo?" tanya Aletta.
"Ada, buat apa?"
"Pinjem sini bentar," balas Aletta sembari menodong Nolan.
Nolan pun akhirnya menurut saja, cowok itu kemudian memberikan ponselnya.
"Kontaknya Bara siapa namanya?" tanya Aletta sembari mengotak-atik ponsel Nolan.
"Lo belum dapet kontaknya Bang Bara? Waduh, pacar yang sangat tidak rekomended ya besti," kata Nolan sembari mencari kontak milik Bara di ponselnya.
"Berisik, lo juga tau kan gue bukan pacarnya Bara," ketus Aletta yang segera menekan tombol panggilan pada kontak itu.
"Lagian kalo pun beneran, gue gak akan percaya ya," ucap Nolan.
"Halo?"
"Woy, lo harus klarif-"
Tuuutttt.....
"Aaaaaaaaa!" teriak Aletta saat Bara langsung mematikan sambungan telpon.
Kaki Aletta merasa lemas dan seketika terduduk di lantai. Bingung harus menggunakan cara apalagi supaya Bara memberikan klarifikasi atas hubungan keduanya. "Sialan banget Bara!"
Nolan terbahak. Ia mengambil kembali ponselnya dari tangan Aletta lalu membantu gadis itu berdiri. "Nikmatin aja sih Al, kapan lagi coba jadi pacarnya Bang Bara?"
"Mata lo! Gue gak bisa ke kantin gara-gara Gema pada nanya-nanya ke gue, gue disuruh sama anggota klub gue minta tanda tangan member Gamala, lo kira enak?" sungut Aletta.
"Ya udah sini tanda tangan gue aja, gue juga kan anggota Gamala," ujar Nolan.
"Sialan lo!"
Untungnya, setelah rumor dirinya adalah kekasih Bara dan masuk ke base sekolah. Bara benar-benar tidak pernah terlihat lagi oleh Aletta. Seolah secara lisan Bara mengklarifikasi bahwa ia dengan Aletta tidak memiliki hubungan apa-apa.
Sehingga di hari-hari berikutnya Aletta mulai merasa nyaman karena tatapan para siswa tidak terlalu mengintimidasinya lagi. Hanya saja, fakta buruk akan dirinya sudah tersebar.
-o0o-
Senin, 08 Juni 2015.
Memasuki hari terakhir ujian, Aletta satu ruangan dengan Cecil dan Layla. Inara dan Pevita berada di ruang sebelah. Partner ujian mereka adalah kelas sebelas karena siswa kelas 12 telah usai dengan masa SMA mereka.
Setelah ini mereka akan berpisah karena sistem kelas yang akan kembali diacak. Sembari menunggu bel untuk ujian mata pelajaran terakhir, Aletta, Cecilia, Layla, Pevita, dan juga Inara kini duduk di koridor.
"Yah, masa abis ini gue sama kalian gak sekelas lagi," keluh Layla.
"Iya nih, gue gak mau pisah sama kalian," imbuh Pevita.
"Gue sih berharap pisah," sahut Inara. "Setahun sama kalian aja bikin gue pusing apalagi dua tahun. Gak!"
Aletta hanya diam memperhatikan. Ia tidak ikut bicara karena ia sudah pasti, di kelas manapun nanti, ia akan tetap berteman dengan keempat orang ini.
Hari ini adalah hari terakhir mereka sebagai siswa kelas sepuluh. Setelah hari libur, mereka telah menjadi senior dan naik ke kelas sebelas.
*****
Senin, 27 Juli 2015.
Inara menatap tajam Nolan yang kini tertawa geli akan keberadaannya yang sedang bersandar di ambang pintu. "Diem lo!" serunya sembari menunjuk wajah cowok itu.
Gadis itu menghela napas kasar lalu mengusap wajahnya. "Sialan, kenapa gue harus ngadepin manusia-manusia ini lagi," keluhnya.
Netra gadis itu mengarah pada empat gadis yang sedang duduk di dalam kelas. "Kenapa gue mesti satu kelas lagi sama kalian?!" seru Inara setelah memasuki kelas barunya dan mendapati Layla, Pevita, Cecil, dan juga Aletta yang sudah duduk manis di sana.
Tidak lupa dengan Aletta yang mengosongkan bangku di sebelahnya untuk tempat Inara.
Nolan juga ternyata kembali satu kelas dengannya. Cowok itu menggoda Inara dengan menatap gadis itu dan melemparkan senyuman jahilnya.
Gadis itu kemudian kembali memijat pelipisnya. Tahun ke duanya di SMA akan ditemani dengan orang-orang yang akan membuatnya terus mengalami migrain.
To be continued....
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini?
Tolong tinggalkan jejak yang banyak😻😻
Menebus pending minggu kemarin, bagian 6 akan segera dipublish jam 22.00, stay tune!><
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro