Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22| nomor hape

Play song: Dewi-Dewa19🎶

Semua terjadi begitu saja, tak ada yang serius, antara dia dan aku-1:22.

Bagian dua puluh satu.

"Tidak ada cinta dan tak ada hati..." senandung Orion.

"Hanya karena aku, lelaki dan dia wanita!" sambung Elang.

"OH DEWI... DENGARKANLAH!" Kedua laki-laki itu mulai bernyanyi bersama. Suaranya lantang memenuhi ruangan yang kedap suara.

Galen tengah sibuk dengan game di ponselnya, begitu juga Bara yang sedang fokus mengelap gitar listrik miliknya. Sedangkan Nolan katanya akan menyusul karena harus mengerjakan tugas kelompok dulu.

Ponsel milik Bara berdering, membuat Orion dan Elang menghentikan nyanyian mereka.

Elang melihat nomor tak dikenal di layar ponsel Bara. "Nomor tak dikenal Bar," ucapnya.

"Spam doang mungkin," sahut Galen.

"Bener tuh!" Orion ikut berseru. "Yuk, Lang, tu, wa, ga, pat DEW-"

"Halo?"

Orion mengatupkan bibirnya saat Bara justru mengangkat panggilan itu.

"Em..." gumam Bara. "Oh, ya udah, makasih," lanjutnya lalu memutus sambungan telepon.

Raut wajahnya seketika berubah, binar matanya terlihat sangat jelas dan kedua sudut bibirnya tertarik menciptakan lengkungan senyuman. Membuat ketiga cowok di ruangan itu merasa kebingungan.

"Sape Bar? Penipuan?" tanya Elang.

"Nolan," jawab Bara. "Telat katanya," lanjutnya.

"Terus nape lo senyam-senyum?" tanya Orion.

"Gak boleh?"

Menjengkelkan memang gitaris yang satu ini.

AB+

"KANAN DIKIT AL," teriak Nolan.

"MANE ANJING? YANG INI?" Aletta membalas teriakkan Nolan dengan teriakkan yang lebih nyaring. Tangannya menunjuk salah satu mangga yang menggantung di pohon.

"Itu mentah Nolan goblok," sahut Inara lalu memukul lengan Nolan yang berdiri di sampingnya. Gadis itu mendongak, menatap Aletta yang kini sedang berada di atas pohon menunggu intruksi orang di bawahnya. "Sebelahnya lagi Al, yang agak kuning!"

Aletta menyentuh mangga yang dikatakan Inara. "INI NAR?"

"IYA."

Aletta memetik mangga yang sudah dipastikan Inara lalu melemparnya, di bawah Nolan sudah berjaga bersama Abram yang saling memegang ujung sarung.

"MANA LAGI?"

"Udah Al, cukup, lo bisa turun sekarang!"

Menuruti perintah Inara, Aletta mulai melangkah turun dari pohon setelah lebih dari dua puluh menit berada di atas. Memilih mangga yang akan dipetik karena Pevita dan Layla sedang menyiapkan sambal. Benar, mereka akan ngerujak.

Aletta mendaratkan kakinya lebih dulu, mengusap pakaiannya yang kotor akibat merangkak pada batang pohon lalu berjalan mendekati teras rumah Nolan. Cecil mengupas mangga dan buah-buahan lainnya, sangat segar karena baru dipetik langsung dari pohonnya.

Kebun rumah Nolan sangat luas, berbagai macam tanaman sayuran dan buah-buahan ada juga sangat terjaga. Tidak heran sedari tadi Aletta mendapati Abram yang memetik anggur lalu memakannya langsung dari pohon.

Inara sedang memetik jambu air sembari berdiri di atas kursi, bersebelahan dengan Abram dan Nolan yang masih saja bermain-main.

Nolan menyentuh mangga yang ukurannya masih kecil dan baru tumbuh, ia menunjukkan nya kepada Inara. "Nar, ini aja yang diambil," ucapnya.

"Tolol, itu masih pentil," balas Inara.

Gelak tawa Nolan dan Abram terdengar keras, Aletta yang melihat keberadaan ketiganya ikut tertawa.

Semua buah sudah di kupas, dibersihkan, dan dipotong-potong secara rapi begitu juga dengan sambal yang sudah diulek. Rujak buah kini sudah siap disantap.

"Ini nanti nas-"

"Udah gampang, dahar rujak deui!" Nolan memotong ucapan Cecil.

Mereka bertujuh memakan rujak dengan lahap, padahal niatnya mengerjakan tugas kelompok. Tetapi, saat tempat yang akan menjadi tempat bertugas ternyata memiliki banyak tanaman buah, lebih baik dimanfaatkan dulu, urusan tugas sekolah bisa nyusul.

"Tapi, bukannya lo juga harus latihan, Lan? Kan selesai ujian mau langsung gelar festival lagi," kata Layla.

"Oh iya, gue belum ngabarin!" Seketika Nolan menepuk keningnya. Pandangannya beralih pada Aletta yang tengah asyik memakan rujak tanpa memperdulikan percakapan teman-temannya. "Al, pinjem hape lo dong, gue gak ada pulsa," ucapnya.

Aletta menyerahkan ponselnya ke arah Nolan tanpa menatap cowok itu.

Sembari mengotak-atik ponsel Aletta, Nolan bertanya, "Lo ada nomer Bang Bara kan?"

Aletta menggeleng. "Gak ada."

"Dih!" Mereka berenam menatap Aletta cengo.

"Lo belum punya nomernya Kak Bara? Terus gimana cara lo ngobrol?" tanya Pevita.

"Ya kalo ketemu aja ngobrolnya, emang nomer hape penting?" balas Aletta.

"Penting lah, tolol!" sahut Cecil.

Nolan memutar bola matanya jengah lalu menekan nomor Bara di ponsel Aletta, saat tombol panggil itu sudah ditekan, suara sambungan telepon terdengar yang tak lama terangkat.

"Halo?"

"Bang ini gue Nolan, gue agak telat ke situ, ini belum selesai tugasnya."

"Em..."

"Lo penasaran gak ini gue pake nomer siapa?"

Tidak ada jawaban dari Bara. Alhasil, Nolan menyerah lebih dulu. "Ini nomer Aletta Bang."

"Oh, ya udah."

"Makasih nya mana?"

"Makasih."

Tut...

Sambungan telepon terputus. Nolan memberikan ponsel itu kepada sang pemilik lalu menghela napasnya kasar. "Capek banget gue ngomong sama Bang Bara."

Nolan memutar tubuhnya menghadap Aletta yang kini mulutnya penuh dengan makanan, pipinya menggembul, matanya fokus pada baskom berisi buah dan cobek berisi sambal. Kali ini helaan napasnya terdengar lega membuat keenam orang di sana menatap Nolan yang masih memperhatikan Aletta.

"Pantesan Bang Bara gampang senyum kalo sama lo," tukasnya.

*******

Tabuhan drum terdengar sangat keras, gitar listrik yang dipetik ikut mengalunkan suara yang begitu nyaring di telinga dan menjadi penutup lagu.

Napas Elang terengah-engah, begitu juga dengan Bara dan Nolan, sedangkan Galen dan Orion hanya tersenyum puas.

"Wah, sinting, udah lama banget gak bawain lagu rock, tangan gue sakit," keluh Elang sembari memijat pelan bahunya.

"Jari gue perih," keluhan itu disambung oleh Nolan.

Sedangkan Bara hanya mengusap kulit telapak jarinya yang mulai mengeras, sepertinya akan kapalan lagi. Tidak diambil pusing, cowok itu segera duduk di sofa bersama Nolan dan Orion yang sudah menenggak sebotol air.

"Oh iya Bang, kalo mau ngobrol sama Aletta, telpon aja, jangan chat," kata Nolan.

Keempat cowok di ruangan itu mengernyit heran. Sepertinya Bara belum menjelaskan mengenai nomor telepon Aletta yang baru saja didapatkan.

"Nomor siapa Lan?" tanya Galen.

"Ah, tadi kan gue telpon lewat hape Aletta, jadi Bang Bara baru dapetin nomernya Aletta barusan," jawabnya.

"Whut! Udah lebih dari lima bulan lo deket sama Aletta, baru sekarang lo dapetin nomer hape nya?" sahut Orion.

Bara memicingkan mata melihat ekspresi teman-temannya. "Kenapa? Gak terlalu penting."

"Terus gimana cara lo berkomunikasi sama Aletta? Dia kan jarang masuk sekolah, semisal sekolah pun belum tentu ketemu lo," sambung Galen.

"Gue ketemu dia hampir setiap hari," balas Bara.

"Jangan bilang di lapangan basket?" tanya Elang.

Bara mengangguk. "Kok lo tau?"

Elang menghela napasnya. "Berarti bener yang diliat Bella."

"Kenapa Bang?"

"Bella tiap pulang kerja sering liat Aletta main di lapangan basket sama cowok katanya, tapi dia gak tau karena emang pencahayaan selain di tengah lapangannya temaram, dia jadi gak bisa terlalu jelas liat," kata Elang. "Ternyata elo."

"Gimanapun, komunikasi paling nyaman ya ketemu langsung. Gue gak mempersalahkan Aletta yang gak ngasih kontaknya ke gue, diliat-liat juga, dia jarang pegang hape," ujar Bara.

"Bener sih, makanya gue pinjem hape Aletta soalnya pulsa dia banyak terus saking jarangnya main hape," sambung Nolan.

"Terus Lan, tadi lo bilang mending telepon aja daripada chat itu maksudnya apa?" tanya Galen.

"Typing Aletta gak bisa dibaca, cuma orang-orang tertentu aja yang ngerti," jawab Nolan. "Typing nya udah masuk kategori typing alien, gak bisa dibaca sama sekali."

Cowok itu memberikan ponselnya kepada Bara, menampilkan ruang chat kelas di mana keributan terjadi karena pesan yang Aletta kirimkan. Bara dibuat mematung membaca obrolan grup itu.

(Aletta S5: Iya Put bener kok 77)

"Intinya, mending telepon aja," tegas Nolan.

******

Apa perlu Bara mencoba mengirim pesan kepada Aletta? Ia sangat senang malam ini sampai rasanya terus memandangi kontak Aletta yang kini sudah diberi nama spesial pada daftar kontaknya.

Mengingat cara ketik Aletta, Bara juga dibuat penasaran. Ada baiknya mengirim pesan, bertanya apa gadis itu sudah tertidur, jika dibalas akan disambung panggilan. Lebih baik seperti itu.

Setelah sepuluh menit berlalu, barulah sebuah balasan terlihat. Bara dibuat tercekat dengan balasan pesan tersebut.

(bentar lagi tidur)
(lo kok belum tidur?)

Benar, ia tidak bisa membacanya. Rasanya bingung ingin menekan tombol panggilan atau tidak. Apa Aletta menjawab dengan benar atau gadis itu tidak sengaja salah ketik karena mengantuk. Tetapi, ada tanda di akhir kalimat, apa Aletta bertanya balik atau apa?"

Benar, ini memang typing alien.

To be continued....
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini?

This another filler chapter guys T_T so sorry karena interaksi Aletta sama Bara secara langsung tidak ada.

Oh iya, untuk update 2 kali, sepertinya aku mulai setelah lewat 25 bagian yaacchhh wkwk

Kalo gitu, jumpa lagi Minggu depan, see yaaa!>< ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro