
15| teman
Play song : Arti Sahabat-Nidji🎶
Kau adalah tempatku membagi kisahku, kau sempurna jadi bagian hidupku, apa pun kekuranganmu-2:33.
Bagian lima belas.
Pevita masih sibuk mengompres paha Aletta yang masih memerah karena tumpahan kuah soto yang panas. Untungnya, kuah panas itu tidak membuat kulit paha Aletta melepuh. Ditambah petugas PMR yang terus-menerus dipaksa untuk mencari luka lain yang didapatkan Aletta.
"Coba liat tangannya, ih!" ketus Cecil.
"Itu kakinya siapa tau ada luka, coba cek!" sahut Inara.
Raut wajah petugas PMR itu terlihat kesal. Sembari mengecek keadaan tubuh Aletta, mereka terlihat memeriksanya secara asal.
"Periksa yang bener." Suara bariton itu berhasil membuat seluruh siswa yang berada di dalam UKS menoleh, sekalipun mereka yang sedang terbaring sakit.
Mereka mendapati Bara yang baru saja datang dengan membawa seragam baru.
Melihat kedatangan Bara, petugas PMR yang memeriksa Aletta seketika perlakuan mereka berubah menjadi sangat telaten ditambah sesekali merapikan rambut mencoba memberikan penampilan terbaik di depan Bara.
"Tai," umpat Inara. "Caper mulu!" desisnya.
Bara mendekati brankar Aletta, gadis itu tidak berbaring dan sesekali hanya meringis karena rasa perih yang didapati. "Yang sakit mana lagi?"
Kedua alis Aletta terangkat, mendapati tatapan Bara yang terlihat sangat khawatir, gadis itu menggelengkan kepalanya. "Gak ada yang sakit, perih aja."
"Lo atlet, badan lo ini yang paling berharga."
Mendapat ocehan itu, barulah Aletta melepas kaus kakinya dan mendapati mata kakinya yang memerah. Ternyata, tumpahan kuah soto itu hingga mengenai kaki.
Bara menghela napasnya.
Akan tetapi, Aletta segera mengelak. "Tapi gak sakit kok."
Bel jam pelajaran berbunyi dan mengakhiri jam istirahat. Bara menatap arloji di pergelangan tangannya lalu menyisir rambutnya dengan jemari. Cowok itu meletakkan seragam baru untuk Aletta di atas nakas.
"Titip Aletta," ucap Bara kepada keempat teman dekat Aletta. Kemudian tatapannya beralih kepada gadis yang kini mulai mengompres mata kakinya. "Gue ada ulangan, ini punya lo," lanjutnya sembari menepuk seragam di atas nakas.
Aletta mengangguk, cowok itu pun akhirnya pergi dengan meninggalkan sebuah tepukan bahu lebih dulu sebelum keluar.
Setelah Bara keluar, petugas PMR juga ikut menjauh. Layla menutup tirai untuk meminta Aletta mengganti pakaiannya yang sudah sangat tidak enak dilihat.
Saat Aletta memakai seragamnya, Inara bersiap dengan dasi yang akan dikenakan mulai membuka suara. "Lo beneran pacaran sama Kak Bara? Kok jadi deket banget?"
Aletta merasa kupu-kupunya berterbangan di dalam perutnya mendengar teman-temannya kembali berbicara dengannya lagi. Gadis itu tersenyum kemudian menjawab pertanyaan dengan raut wajah yang berseri. "Sering ketemu kalo balik latihan di lapangan basket, ya namanya sering ketemu, lama-kelamaan deket gak dirasa."
"Sampe nonton turnamen lo?" Kali ini Layla yang melontarkan pertanyaan.
"GOR nya deket sama alun-alun, jadinya nunggu manggung dia nonton turnamen dulu," jawab Aletta.
Mereka mengerti lalu tidak bertanya lagi. Setelah seragam baru telah dikenakan, Aletta kembali mengompres pahanya, begitupun dengan teman-teman yang lain ikut duduk pada tepi brankar dan kursi tanpa berniat kembali ke kelas.
"Kata gue juga apa, si Kiona emang ngincer elo," celetuk Pevita.
"Sumpah gue liat banget pas dia ngangkat mangkoknya," sahut Layla.
"Alesan doang dukung Aletta sama Kak Bara, aslinya pengen diperhatiin, minta perhatian orang buat simpati ke dia terus minta orang-orang hujat Aletta," lanjut Inara.
Aletta mendapati Cecil yang tidak membuka suara sama sekali dan sibuk melipat seragam bekas tumpahan kuah soto miliknya. Padahal, Cecil yang melabrak Kiona dengan suara paling lantang saat di kantin.
"Cil?" panggil Aletta.
Raut wajah Cecil masih cemberut saat menoleh, gadis itu memberikan tatapan tajamnya kepada Aletta lalu tak lama menangis.
Aletta bingung, begitu juga dengan ketiga temannya yang lain.
"Aelah Cil udah lah," kata Inara.
Cecil menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu suara tangisnya mulai terdengar nyaring. "Kiona tuh manipulatif bego, lo jangan iya-iya aja kalo dia ngomong," omel Cecil.
Aletta menaikkan kedua alisnya lalu dibuat terkejut saat Cecil menurunkan tangannya hingga terlihat jelas wajah gadis itu yang memerah dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. "Gue nangis bukan karena sedih, gue nangis gara-gara marah liat temen gue diperlakuin sebagai penjahat!"
Layla menepuk-nepuk bahu Cecil mencoba menenangkan. "Ya udah, Aletta nya juga gak kenapa-kenapa."
"Ya tapikan La-"
"Berisik!" tegur Pevita. "Ini UKS oon, nangis-nangis segala lo," lanjutnya.
Aletta menyodorkan sekotak tisu ke arah Cecil. "Gue nya gak papa Cil."
Cecil menarik beberapa lembar tisu untuk menghapus air mata dan juga ingusnya yang mulai keluar. Setelah membuang tisu itu, Cecil berusaha menatap Aletta sembari menundukkan kepalanya. "Gue minta maaf Al, gak seharusnya waktu itu gue marah sama lo."
"Ah, iya, gue juga minta maaf Al. Setelah liat foto lo menang turnamen sama Kak Bara itu, gue baru sadar kalo ternyata senyum lo selebar itu punya pendukung," sahut Inara.
"Harusnya kita dukung lo, tapi malah jauhin dan maki-maki hobi lo. Maaf ya, kita emang egois waktu itu," sambung Layla.
"Ternyata gak nemenin lo selama lebih dari seminggu gak enak banget. Selain gak ada yang ngabisin makanan gue, kita was-was terus perkara Kiona yang sering deketin lo cuma buat bilang dukung hubungan lo sama Kak Bara. Padahal, bullshit!" lanjut Pevita.
Mendengar itu, rasa hangat karena kompres di paha Aletta seketika menghilang dan berpindah pada dadanya. Debaran jantungnya begitu terasa setelah mendengar permintaan maaf yang dilontarkan keempat temannya dengan tulus. Ia pikir masa SMA nya benar-benar akan berakhir sendiri tanpa teman, ternyata itu tidak terjadi dan Aletta sangat bersyukur akan hal itu.
AB+
"Yah Lang, tinggal satu."
"Beneran abis? Lo semua udah gak sebat lagi?"
"Gue sama yang lain udah, ini tinggal satu, lo kalo mau ya ambil aja."
Cowok berpenampilan urakan itu meraih sebungkus rokok dari salah satu temannya, mengambil batang terakhir yang tersisa lalu membuang kemasannya pada sebuah selokan yang tidak jauh dari tempatnya duduk saat ini.
Batang rokok itu diselipkan pada ujung bibir sebelum menyulutnya dengan pemantik. Saat api membakar ujung batang rokok tersebut, cowok itu menghisapnya, lalu kepulan asap keluar dari mulut dan juga lubang hidungnya.
Netranya menatap sekitar, mengawasi keadaan takut-takut sang guru killer sedang berpatroli dan menangkap dirinya saat ini. Namun, alih-alih mendapati guru killer yang mengetahui kegiatannya justru lelaki bertubuh tinggi dengan bahu lebar dan dada bidangnya kini menatapnya tajam.
"Oho, ini dia pangeran es kita yang sedang menggemparkan jagat Smaltra!" serunya.
Yang disindir tidak membalas apa-apa, justru lelaki dengan pakaian rapi dan sebuah headset yang mengalungi lehernya itu datang menghampiri dan memberi tos ala kawan laki-laki.
"Lang, inget, Pak Saep sekarang lagi sering patroli," ujar Galen.
Elang-cowok berpenampilan urakan dengan rokok yang terselip pada jarinya itu hanya terkekeh menanggapi ucapan Galen. "Santai lah, gak usah takut sama Pak Saep, makannya juga sama-sama nasi kenapa takut?"
"Bar, tadi lo liat Pak Saep gak?" tanya Galen pada lelaki bertubuh tinggi yang menatapnya saat ini.
Lelaki itu membalas hanya dengan mengedikkan bahunya.
"Ck, cuek banget lo, giliran sama Aletta aja full senyum," ketus Elang. "Eh, Bar, jangan terlalu ngejar-ngejar Aletta lah, dia belum tentu mau sama lo," lanjutnya.
Bara memutar bola matanya jengah, sedangkan Galen terkekeh geli. Bara selalu menyulut emosi Elang dan Elang yang selalu terpancing emosi oleh kelakuan Bara, mereka ini sebenarnya tsundare sejak lama.
Galen menepuk bahu Elang dan memberikan tos kepada siswa IPS yang sedang menjegal warung Mang Mi'on di jam pelajaran. Siswa IPS di angkatannya benar-benar seorang penjegal segala warung kantin dan juga parkiran.
"Gue mau balik kelas dulu, gue sama Bara izinnya ke toilet, kalo kelamaan nanti dikira ngapain lagi," ucap Galen dan disambut tawa oleh siswa yang mendengarkannya.
Cowok itu meninggalkan Elang dengan teman-temannya bersama Bara.
Elang kembali mengisap rokoknya saat Galen dan Bara menjauh dari padangannya. Akan tetapi, tidak lama kemudian Bara kembali muncul dengan kedua tangannya yang masih bersembunyi pada saku celana.
Elang kebingungan saat mendapati Bara yang kembali mendatanginya. "Ape lu?"
Dengan wajah datarnya dan juga sorot matanya yang tidak mengartikan apa-apa, Bara berkata, "Pak Saep patroli."
Mendengar itu, Elang segera membuang rokoknya pada selokan sehingga langsung padam. Dirinya bangkit berdiri, merapikan pakaiannya dan juga tatanan rambutnya yang sangat tidak rapi, ditambah melepas kaus kaki warna-warni yang melekat di kakinya.
Saat dirinya sibuk sendiri dengan penampilannya, rupanya Bara justru menarik sebelah sudut bibirnya menciptakan seringaian. Merasa sangat puas melihat kepanikan Elang.
"Katanya sama-sama makan nasi," ucap Bara.
Elang segera berhenti melakukan aktivitasnya lalu menoleh, menatap tajam Bara yang kini bersandar pada dinding dengan senyuman mautnya.
"Bangsat, maju sini lo!" sungut Elang.
Merasa puas, Bara mengacungkan jari tengahnya kepada Elang lalu berbalik pergi.
Sedangkan Elang memegangi kepalanya dengan kedua tangan karena rokok satu-satunya sudah ia lempar ke dalam selokan.
"AWAS AJA LO BARA!"
To be continued....
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini?
Scene Bara Aletta di bagian ini sangat sedikit, begitu juga di bagian berikutnya karena aku mau fokus buat tali persahabatan mereka. Masa remaja emang dipenuhi sama ketergantungan dengan teman dan jadi orang yang gak betahan di rumah, alasan semua itu terjadi karena apa? Yaps, teman.
Perubahan yang terjadi saat kamu remaja dengan teman-temanmu tidak sepenuhnya salah, itu memang sebuah perubahan yang akan menjadikan kamu untuk lebih maju.
Fakta: SMA harus dipenuhi banyak teman. Belajar itu penting, tapi bergaul dan punya banyak teman jauh lebih penting. Karena ke depannya, mendapatkan teman selayaknya di SMA itu sebuah kemustahilan.
Jumpa lagi minggu depan, see yaaa!><😍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro