Bab 3
Setelah acara malam keakraban mahasiswa, aku dan mahasiswa lainnya disibukkan oleh aktivitas kuliah seperti biasa. Namun entah mengapa, akhir-akhir ini aku jadi lebih sering menjumpai Abimanyu di kampus. Apa karena efek sudah mengenal, jadi merasa seperti terlalu sering melihat laki-laki itu?
Bahkan saat dalam beberapa mata kuliah umum, aku mendapati laki-laki itu memasuki kelasku dengan santainya. Padahal jelas-jelas Abimanyu tidak mengikuti kelas ini.
Keningku berkerut begitu melihat pria itu dengan santainya duduk di kursi kosong di sebelah. "Mas Abimanyu, kenapa duduk di sini?" Kulirik laki-laki hitam manis itu, kemudian mengalihkan pandangan pada Ajeng dan Bimo yang juga tampak sama bingungnya.
"Loh, memangnya kenapa?" jawab Abimanyu santai.
Aku dan Ajeng saling bertukar pandang.
"Tapi sekarang kan kelas anak Sastra, Mas." Ajeng mewakili kebingunganku.
"Mas hanya malas tunggu di luar." Laki-laki itu masih dengan gerak tubuh yang santai, terlihat mengeluarkan buku tulis dan pulpen dari tas. "Dosennya sudah datang tuh!" Abimanyu seolah mengisyaratkan pada kami untuk tidak banyak bertanya lagi dan fokus saja pada pembelajaran hari ini.
Bukan hanya satu atau dua kali kudapati Abimayu mengikuti kelas yang jelas bukan menjadi jadwal kelasnya. Walau begitu, setelah ia menghadiri kelas ini, ia langsung menemui wanita cantik berambut lurus panjang indah yang kukenal sebagai senior jurusan, kalau tidak salah Namanya Wulan.
Wanita yang terkenal sebagai salah satu gadis popular di jurusan Sastra karena kecantikan dan status keluarganya yang tergolong menengah ke atas. Membuat Wulan selalu tampil menawan tiap kali menghadiri kelas di kampus.
"Mas duluan ya, Ratih." Abimanyu melemparkan senyuman ramah sebelum pergi bersama sang kekasih. Sementara wanita yang ada di sebelah lelaki itu tampak memandangku sinis.
Bingung harus merespon bagaimana, aku hanya bisa tersenyum simpul sambil mengangguk kecil, membalas perkataan Abimanyu.
Setelah Abimanyu pergi, Ajeng langsung menyenggol bahuku cukup keras.
"Kenapa sih, Jeng?"
"Ojok dekat-dekat ambek Mas Abimanyu lah," bisik Ratih tanpa melepaskan pandangan mata dari sepasang kekasih yang baru saja pergi dari hadapan kami.
"Siapa juga yang dekat sama Mas Abimanyu," sangkalku.
"Yo kon, iku!" balas Bimo tampak sedikit sensi.
Spontan aku tertawa kecil. "Masa orang nyapa, pamit, gak dibalas? Gak sopan toh, yo."
"Kalau laki-laki lain sih aku tidak masalah," sahut Ajeng. "Masalahnya Mas Abimanyu iku wes onok wedok'e!"
"Mau kukenalin ke temen-temenku aja, apa?" tawar Bimo, seolah aku telah berada pada titik keputus asaan dalam hubungan romantisme.
"Apa sih Bim ..."
"Ya daripada kamu ngeladeni Mas Abimanyu. Kan mending kukenalkan ke orang yang jelas," Bimo tampak bersikuku kalau aku menanggapi rayuan Abimanyu.
Belum sempat aku mengutarakan protes, Ajeng sudah buka suara lebih dulu. Isinya tidak jauh-jauh dari rumor yang mengelilingi sosok laki-laki bernama Abimanyu ini.
Mulai dari ia yang hobi berganti pacar. Mendekati wanita lain, saat jelas-jelas sudah memiliki pacar. Sampai tindakan yang hobi masuk ke kelas yang tidak dijadwalkan demi melakukan pendekatan pada gadis incaran pun semua dibeberkan oleh Ajeng.
Rumor hanyalah rumor, pikirku. Mungkin Abimanyu sering masuk kelasku karena jadwalnya berbarengan dengan mata kuliah kekasihnya yang tidak bisa menoleransi mahasiswa bukan jurusan Sastra memasuki kelas.
Ya ... mungkin karena itu Abimanyu jadi sering masuk ke kelas mata kuliah umumku untuk menunggu kelas pacarnya selesai tanpa merasa bosan.
Lagipula menurut kabar, kalau tidak salah Abimanyu termasuk mahasiswa berprestasi. Kupikir ia memang lebih suka menghabiskan waktu untuk belajar hal lain, ketimbang menunggu tak pasti di luar. Benar, kan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro