Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🐈‍⬛37. Berpisah🐈‍⬛

Hai, Deers, selamat berhari minggu. Buat kamu yang gabut, aku hadirin lagi Angga n Sekar. Jangan lupa vote n komen banyak-banyak yak. Happy reading
❤❤❤

Begitu pekikan Narotama melambung di udara, tenggorokan Angga bagai tercekik. Tubuhnya disayat oleh cakar tak kasat mata hingga menggoreskan luka berdarah.

Sekar terpekik meminta pertolongan. Tetapi seakan waktu terhenti. Sekuat tenaga gadis itu berteriak untuk mengundang perhatian orang yang ada di situ, tetapi suaranya seolah teredam. Tak ada orang mendekat seperti mereka tiba-tiba terseret di tempat asing.

"Narotama, hentikan!" Pekikan Sekar terdengar lantang.

Dada Sekar kembang kempis mengatur napas setelah menyerukan larangan yang tak diacuhkan lelaki berjubah putih itu. Leher jenjangnya menonjolkan pembuluh yang mengalirkan darah hingga wajahnya memerah karena ngeri yang luar biasa.

Sekar hanya bisa menatap nanar kala melihat tubuh kekar Angga dibanting dan dicakar oleh kekuatan jurus Cakar Serigala Berbulu Domba. Ia menelan ludah kasar membayangkan nyeri yang mendera Angga.

"Hentikan!" Suara Sekar semakin melengking berlomba dengan raungan Angga yang kesakitan karena tenaga dalamnya diserap oleh sang begawan. "Tolong! Mbok! Ndon! Mblok!"

Sekar panik. Ia menengok ke belakang dan kembali lagi ke Angga yang terus mengerang tiap kali tubuhnya menghantam tanah.

Sementara itu, tawa Narotama mengudara. "Percuma kamu berteriak! Begitu dia menagih janjinya aku sudah membuat benteng tak kasat mata pada daerah sekitar kita sehingga tak ada orang yang menyadari keberadaan kita."

Sekar semakin cemas. Tangannya bertaut gelisah. Pandangannya semakin mengabur karena bulir bening yang menggenang di mata. Kini, Angga tak lebih dari remaja milineal naif yang berusaha mengalahkan manusia sakti di era abad XI. Kesaktiannya hilang begitu saja seiring mulut Narotama yang menghirup udara. Dan, gadis itu tak mampu berbuat apa pun.

Sekar menggeleng berulang dengan mata bersimbah bulir bening yang terus mengucur. Ia yakin, bila dibiarkan saja, nyawa Angga tak akan tertolong.

Dengan menghimpun keberanian, Sekar menghela napas panjang. Jantungnya berderap layaknya kuda yang siap berperang. Ia pun mengangkat jariknya dan bersiap lari ke arah Narotama.

"Naro, hentikan!" Sekar menubruk tubuh kekar Narotama dan merangkulkan lengan kecilnya ke pinggang lelaki itu.

Narotama tersentak. Konsentrasinya buyar begitu saja. Jurusnya akhirnya melemah.

"Sekar, jangan mendekat!" Mata Narotama membeliak.

"Kumohon, bebaskan Mas Angga. Aku janji akan ada di sini! Bersamamu!" Tangis Sekar semakin menjadi.

Narotama mendengus. Wajahnya semakin kusut. Dengan mudah ia menepis lengan Sekar dan menghempaskan tubuh gadis itu ke tanah. Walau tak menggunakan kekuatan, energi yang dia dapat dari Angga mampu membuat tubuh langsing Sekar terseret satu meter. Beruntung mantel sutra Angga melindungi tubuhnya sehingga ia tak mengalami luka lecet.

Sekar mengerang saat tubuhnya mendarat di tanah. Tak ada waktu untuk mengeluh. Oleh karena itu, ia harus bangkit, melepas mantelnya, dan merangkak mendekati Narotama untuk memohon pada lelaki itu.

Gadis itu lalu berlutut di hadapan sang begawan dengan kedua telapak tangan yang saling menempel, untuk meminta belas kasihan. "Kumohon! Tolong bebaskan Mas Angga! Kamu sudah janji bukan!"

Rahang Narotama mengerat kencang. "Aku tidak bisa mengampuni seseorang yang menggunakan kekuatan dan kesaktian untuk tujuan pribadi! Aku harus memberinya pelajaran!"

"Bukankah kamu juga sama?! Menggunakan kesaktian untuk kepentigan pribadi?" seru Sekar dengan nada meninggi.

"Tidak! Aku hanya membela diri karena Angga yang memulai.  Dan ingat, peraturan adalah peraturan! Bila tidak, orang sakti bisa menjadi penguasa gila bila menggunakan kemampuannya untuk hal buruk!" sergah Narotama tegas.

"Ampun, kumohon!" Sekar mencengkeram kain jubah Narotama dengan tergugu. Apalah dayanya. Menguasai karate saja setengah-setengah. Tidak mungkin ia bisa mengalahkan laki-laki itu.

"Me ... nyingkir ... lah, Sekar! Le ... bih baik aku ma ... ti agar ka ... mu bisa berte ... mu papa dan mamamu!" ucap Angga terbata sambil berusaha menegakkan raga penuh luka.

Sekar bergeming. Ia masih memohon belas kasihan Narotama. Tetapi rupanya begawan itu tidak mengindahkan permintaan Sekar. Baginya sebuah kesalahan harus mendapatkan konsekuensinya, dan Angga sudah melanggar peraturan dengan menggunakan ilmu sesuka hatinya.

Dengan gerakan tangannya, Narotama menepis tubuh Sekar hingga gadis itu terlempar lagi beberapa meter ke samping kanannya. Sekuat tenaga, gadis itu bertahan dan berusaha untuk menegakkan tubuh. Dia merintih sembari matanya masih memandang Narotama yang kini mulutnya komat-kamit merapal mantra.

Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau seperti ini, dia yakin jiwa Angga akan benar-benar lenyap, apalagi kekuatan Narotama ini bertambah dua kali lipat karena bisa menyerap tenaga dalam tumbal Airlangga.

Di sisi lain, Narotama memejamkan mata untuk memusatkan konsentrasi, tangan bergerak meraup udara sedang bibirnya bergerak-gerak mengucapkan mantap. "Matilah, kau Satria Erlangga! Biarlah jiwamu sirna dari dunia mana pun!"

Tangan yang bergerak berputar itu laksana membentuk bola debu yang semakin lama semakin besar. Seiring dengan rapalan yang mengalun dari bibir tipisnya, angin besar berembus, mempermainkan ranting dan dedaunan pepohonan di sekitarnya. Bunga kamboja satu-satu berguguran kala diempas bayu yang mengamuk.

Sementara itu, bola mata Sekar bergulir bergantian dari Narotama yang kalap dan Angga yang tak mau mengakui kekalahannya. Saat bola debu raksasa itu hendak dilontarkan oleh sang begawan, Sekar berlari dengan sisa kekuatannya. Dia menubruk Angga dan memeluk lelaki itu, sambil berbisik, "Pulang---"

Namun, belum sempat Sekar menyelesaikan ucapannya, bola debu yang berpendar kehijauan itu menghantam punggung gadis itu hingga tubuh mereka terseret, bergulung, dan kemudian menubruk tembok berbata merah.

"Sekar!!" Pekikan Narotama berlomba dengan dentuman pagar yang ditabrak oleh punggung Sekar.

Mata Angga membeliak, kala gadis yang memeluknya erat dan berada di atasnya, kini menyemburkan darah dari mulut. Tak memedulikan rasa nyeri tubuh, Angga lalu membalik tubuh Sekar dan membaringkan badannya di tanah.

Dada Angga naik turun kala menatap nanar wajah Sekar yang sudah bersimbah air mata dan darah. Ia memeluk kepala gadis itu di dada polosnya, dan tak mengindahkan kulitnya tepercik cairan merah yang selalu keluar setiap kali batuk.

Di sudut halaman, Narotama mengerjapkan mata dengan wajah yang seketika hilang ronanya kala mendapati gerakan tiba-tiba Sekar begitu ia sudah melepas mantra. Punggungnya kini melengkung dan tenaga besar yang meluap-luap itu menguap begitu saja, menyisakan sesal. Dia lalu bergegas menghampiri Angga yang meraung memeluk raga lemah sang perawan.

"Sekar ...." Narotama menurunkan badan dengan menumpukan lutut kanan di tanah. Dia menatap nanar Sekar yang terbatuk-batuk.

Napas Angga memburu menatap Narotama dengan mata memicing sengit. Rahangnya mengerat melantun nada kebencian. "Lihat perbuatanmu, Narotama yang perkasa!"

"Kalau bukan karena kamu, ini pasti tidak akan terjadi!" tukas Narotama tak kalah sengit.

Angga ingin membalas, tapi mengetahui kondisi Sekar, ia lalu menurunkan egonya.

"Naro, bagaimana ini?" tanya Angga dengan raut cemas yang tak bisa disembunyikan. "Kita bawa ke da—"

"Jangan! Kalau kamu membuatnya bergerak dari tempat ini, organnya bisa rusak!" Narotama menahan gerakan Angga.

"Lalu?"

"Mas, please pulanglah. Bilang mama aku baik-baik aja." Sekar berbicara dengan terbata.

Angga menggeleng. "Lebih baik aku di sini. Biar jiwaku masuk ke dalam anjing pun aku rela. Asal bersamamu Sekar."

Sekar mengulurkan tangan yang terluka dengan sisa tenaga. "Pulanglah!"

Sekar terbatuk. Kali ini cairan merah itu keluar sangat banyak dari mulutnya.

"Jangan banyak bicara, Sekar." Angga menangkup tangan yang diselimuti darah, tak memedulikan wajahnya tercoreng merah. Bahkan ia menciumi tangan mungil yang pas di genggamannya. Rasa besi dan asin tercecap oleh lidahnya.

"Ingatlah aku! Walau kita ... dipisahkan ruang ... dan waktu, cintaku akan ... selalu ada di ... kalbu," kata Sekar lirih.

Angga menggeleng. Ia tergugu dan menciumi tangan Sekar.

"Naro, aku ... aku rela lakukan apa saja, asal ... asal kamu bisa menyelamatkan Sekar." Angga melepas genggaman tangan Sekar lalu mencengkeram lengan Narotama.

"Aku tidak yakin bisa menyembuhkannya!" Mata Narotama memerah.

"Kamu begawan sakti! Kamu penasihat Airlangga yang tersohor! Tidak mungkin tidak bisa!" Nada Angga meninggi dan kuku panjangnya menancap di kulit kuning lengan Narotama.

Sorot mata Narotama memancarkan sesal. Lelaki dewasa itu menitikkan setetes air mata. Lengannya mengepal kuat, menahan perasaan berkecamuk yang merongrong batin.

"Pulangkan ... Mas Angga, Na ... ro!"

Dengan melempar kain putihnya, sebuah lubang hitam terbentuk di dinding dan menghisap apapun yang ada di situ.

Angga bertahan, memeluk Sekar. Ia tidak ingin terpisah dari perempuan itu. Tapi tarikan itu susah ia lawan, apalagi kain putih Narotama membebat tubuhnya. Pelukan Angga pun terlepas, sehingga tubuh lunglai Sekar berganti direngkuh oleh Narotama.

Angga meronta, tapi tetap saja raganya kalah oleh dorongan kain begawan itu dan tarikan lubang hitam itu.

"Sekar! Sekar! Sekar!" Tangan Angga berusaha menggapai Sekar, tapi sayangnya tubuhnya semakin terseret dalam pusaran angin lubang hitam.

Mata mereka bersirobok. Tak sedetik pun Sekar ingin melewatkan perpisahan yang membuat batinnya teriris. Dia ingin menangkup bayangan Angga yang sudah masuk dalam lubang hitam itu. Perlahan lubang itu tertutup, dan bersamaan dengan kelopak Sekar yang berkedip, lubang hitam itu menghilang.

💕Dee_ane💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro