Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🐈‍⬛36. Angga vs Naro🐈‍⬛

Pagiiiii, Deers!! Gimana kabarnya? Sehat? Sakit? Buat yang sehat, jaga daya tahan tubuh selalu ya. Buat yang sakit, harus selalu semangat. Apapun kondisinya, selalu pilihlah untuk berbahagia🥰 Sekar, Angga, n Naro balik lagi nih. Semoga terhibur.
Kek biasanya, kasih vote n komen banyak-banyak yak. Happy weekend😍

❤❤❤

Begitu mereka sampai di keraton sederhana Kerajaan Kahuripan, Angga bergegas mencari Narotama. Sementara itu, Sekar bergegas membuntuti karena tidak ingin melewatkan saat akan berpisah dengan Angga, bila lelaki itu pulang ke masa depan.

Melihat Narotama sedang bermain dengan Cemeng di pangkuannya di serambi depan, kedua remaja milenial itu menghampiri mereka. Angga menekan hidungnya karena ada hewan berbulu yang sangat ia benci.

"Naro, sekarang aku menagih janjimu!" 

Tanpa basa-basi Angga berdiri di depan Narotama. Suaranya sengau karena hidung yang tertutup.

Narotama hanya mendongak, sementara tangannya masih mengelus Cemeng di pangkuannya. Dia seolah tak menganggap perkataan Angga. 

"Hei! Aku bicara padamu!" sergah Angga meninggi suaranya.

“Kamu benar-benar ingin pulang?” Nada dingin Narotama terdengar menjengkelkan.

“Sudah jelas!” Angga mulai kesal.

Narotama terkekeh sembari mengelus Cemeng yang mengeong seolah hewan itu juga menertawakannya. “Tenang saja! Aku akan memulangkan kamu. Tapi tanpa Sekar.”

Mata Angga seketika memelotot. “Tanpa Sekar?”

“Ya. Tanpa Sekar!” Narotama tersenyum miring dengan alis kiri yang terangkat. Dia melepas kucing itu dari pangkuan. “Bukan begitu kesepakatannya, Sekar?”

Alis Angga mengernyit tajam. Dia menoleh ke arah Sekar yang menunduk seraya mempermainkan ujung kain batik yang membebat bagian bawah tubuh.

Kepala lelaki itu meneleng, saat otaknya menarik sebuah pemahaman. Tapi, dia menggeleng. “Apa maksudnya?”

"Apa kurang jelas yang aku katakan?” Suara tegas Narotama kini semakin keras. Dia berjalan mendekati Sekar dan merangkul perempuan itu. “Sesuai kesepakatan, Sekar tinggal sini!”

Wajah Angga memerah, kala membaui sesuatu yang aneh di antara mereka. “Sekar? Apa maksudnya kesepakatan?”

Sekar hanya mengunci bibir. Bahunya yang bergetar naik turun justru seolah ingin mengungkit emosi Angga. 

“Jawab, Sekar … please.” Tangan Angga menarik dagu Sekar. Wajah yang mendongak itu kini mata bersimbah air mata dan seolah ingin menenggelamkan Angga ke lembah kekecewaan yang dalam. Mata berkaca-kaca itu mampu memantulkan apa yang terpendam dan tak sanggup disampaikan oleh lidah sang gadis. 

“SEKAR!!” Angga berseru nyaring. Tangan kirinya masih memegang ujung dagu sang gadis dengan erat. Rautnya memerah seiring darah menggelegak yang mengalir ke kepala.

Melihat wajah Angga yang membara, semua orang yang ada di situ menyingkir. Dada Angga yang kembang kempis, layaknya bom yang hendak meledak dan meluluh lantakkan apapun yang ada di dekatnya.

“Maaf.” Sekar tak punya kata-kata lain.

“Maaf?” Guratan garis di pangkal hidung Angga semakin tercetak jelas. “Maksudmu … tunggu … kamu … kamu di sini?”

Sekar mengangguk.

Angga menggeleng berulang. Dia menepis wajah Sekar dan mendaratkan tangan kirinya di pinggang. Dengan gelisah, dia berjalan ke kanan dan ke kiri, seraya menyeka kasar wajahnya. “Nggak! Kita harus pulang!”

“Aku nggak bisa! Aku sudah janji sama Narotama.” Sekar menjawab lirih.

“Apa perjanjian kalian?” tanya Angga dengan gerakan dagu ke atas. Rasanya darah yang mengalir di pembuluhnya meronta ingin meluapkan kemarahan.

“Untuk … untuk ….” Lidah Sekar terasa kelu. Tenggorokannya seolah tercekik tak bisa menggetarkan pita suaranya.

“Sekar ….” Angga menggeram berusaha meraup kesabaran.

“Demi kamu, Sekar mau tinggal di sini.” Narotama menengahi percakapan dua anak itu.

“Demi aku?” Angga menunjuk dirinya sendiri.

"Aku nggak bisa lihat jiwamu menghilang karena kamu terluka parah, Mas!" Tangis Sekar pecah disertai isakan yang membuat dadanya naik turun.

Angga lalu mencengkeram pergelangan tangan Sekar dengan erat hingga gadis itu meringis. "Saat memutuskan berangkat bertempur, aku sudah tahu resikonya, Sekar! Aku hanya ingin kamu pulang!"

Narotama menepis kasar cengkeraman tangan Angga di pergelangan Sekar dengan wajah datar. “Kamu sudah sekarat. Aku sengaja memberikanmu tenaga dalam hanya sebagian yang kamu butuhkan. Memberi tenaga dalam untukmu sangat berisiko, karena racun Bawono bisa saja aku serap. Namun, karena permintaan Sekar, aku mengusahakan sekuat tenagaku untuk memberikan tenaga dalam agar kamu selamat.”

“Janc*k! Aku tidak selemah itu!” 

Tawa Narotama menguar keras, hingga beberapa burung yang hinggap di pohon bunga kamboja beterbangan. 

“Tidak selemah itu??” Mata Narotama membeliak dengan kedua alis terangkat. Dia mendekat ke arah Angga, sambil menarik sudut bibir kanannya. “Kalau tidak lemah, kamu akan dengan gagah berani menyerang Bawono, dan tidak akan menarik pasukan!

“Aku menarik pasukan untuk kebaikan kalian! Baru menggempur saja kita sudah kalang kabut, bagaimana kalau kita lama di sana? Bisa dipastikan kita akan hancur lebur!” Angga tak mau disalahkan atas keputusannya.

“Ingat! Kamu bukan pangeran, apalagi raja! Kamu tetaplah kaum Waisya di tubuh seorang Kshatriya! Namamu saja Satria tapi kamu tidak lebih seorang pengecut. Bukankah bertahun-tahun kamu memendam perasaan pada Sekar? Alih-alih menjaganya, kamu juga membuat dia jengkel dan menangis.”

Kalimat sumbang yang meluncur dari bibir Narotama, membuat telinga Angga memerah. “Tidak ada hubungannya dengan perasaanku pada Sekar!”

“Ada! Aku tidak rela Sekar bersamamu!” sergah Narotama dengan wajah yang tegas dan sorot mata yang tajam.

“Kurang ajar! Tak akan kubiarkan kamu berbuat semaumu, Kisanak!” Angga mengepalkan tangannya dengan erat hingga buku jarinya memucat. Tubuhnya kini dilingkupi aura gelap yang mengerikan. 

Narotama membeliak. Aura tak biasa itu sempat membuat kuduknya berdiri. Dia menarik kaki kanannya memasang kuda-kuda.

Angga memicing menatap Narotama dengan cahaya biru tua yang melingkupi seluruh tubuhnya. Kepalan tangannya terurai membentuk seperti cakaran yang siap mencabik siapa pun yang menghalanginya. 

“Aura jurus Cakar Singa Mengaum!” Mata Narotama semakin melebar. Ia tak menyangka Angga menguasai jurus sulit itu. Seingat Narotama, Angga kesulitan belajar jurus itu sewaktu di pertapaan. “Kalau kamu sudah menguasai jurus itu, kenapa kamu tidak menggunakannya? Kamu ingin bermain-main denganku!”

Angga tidak menjawab. Darah yang telah mendidih itu seolah mematangkan ilmu yang pernah dia pelajari dan telah membuka tabir pribadi baru. Dengan gerakan cepat tak tertangkap mata, ia mencakar Narotama tetapi bisa ditangkis oleh begawan itu.

Di sisi lain, Sekar mengerjap menatap penampakan Angga yang mengerikan. Rambut panjang itu lepas dari cepolnya hingga terurai seperti surai singa kelaparan. Mulut yang menyeringai itu menonjolkan taring seperti hewan carnivora yang perkasa. Kuku panjang seketika tumbuh membentuk cakar yang siap mengoyak daging sang lawan.

"Mas …." Sekar menutup mulut yang menganga lebar. Matanya bahkan enggan berkedip melihat pergerakan cepat dua lelaki itu.

Angga bertubi-tubi berusaha mencakar dada Narotama seolah hendak merenggut jantungnya. Sementara begawan muda itu kewalahan hingga kaki yang beralaskan sandal kulit lembu itu terseret beberapa meter ke belakang. Tanah yang dipijak Narotama kini menggoreskan garis sejajar.

"Berani-beraninya kamu melawanku, Anak Muda!" Narotama meringis saat ujung kuku lancip itu mengenai kulit lengannya hingga darah memercik ke kain putihnya.

Angga menggeram, dan sekalinya membuka mulut, suara auman singa terdengar laksana raja hutan yang menunjukkan kuasanya. Dengan  gerakan tangan acak, lelaki itu masih menyerang Narotama yang mulai mencari strategi.

"Tak kan aku biarkan kamu menggunakan ilmu itu sesukamu!" Narotama menghela napas panjang untuk mengumpulkan energi alam. Seketika langit semakin cerah memancarkan sinar mentari yang seolah menyorot sang begawan dan memberikan energinya untuk menghancurkan singa kelaparan yang mengamuk. 

"Terimalah pembalasanku, Anak Muda! Hiaaat!!" Narotama menghentakkan kakinya sehingga melayang di udara menghindari pukulan Angga. 

Begawan muda itu mendarat di belakang Angga dan menarik napas kuat-kuat. Dari mulut yang sedikit terbuka, dia menghisap cahaya biru tua yang mengelilingi Angga.

Angga terpekik saat aura serupa debu halus yang memendarkan warna  menyelimutinya itu terhisap kuat. Seolah Narotama sedang mencabut sukmanya dari raga.

Walau Angga mengerang kesakitan, tapi, ia tidak ingin kalah. Lelaki itu harus beradu jurus dan mengalahkan Narotama agar Sekar juga bisa dipulangkan bersamanya ke masa depan.

Namun, hisapan Narotama itu seolah mengambil kembali tenaga dalam yang telah menyelamatkan nyawanya. Kekuatan lelaki itu pun menguap. Sekuat tenaga, ia meronta berusaha melawan, tetapi, sia-sia ….

Raganya dipermainkan oleh Narotama dengan jurus yang mampu menyaingi Cakar Singa Mengaum. 

"Terimalah jurus Cakar Serigala Berbulu Domba!!!"

💕Dee_ane💕

Ups, gimana nasib Angga??😭😭
Nantikan lanjutannya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro