Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🐈‍⬛19. Mencari Ide🐈‍⬛

Beberapa hari ini Angga sengaja ikut Tomblok dan Gendhon berburu. Sebenarnya Angga berusaha mencari ide agar mereka bisa pulang. Mendapati wajah Sekar yang dirundung duka, ia merasa kasihan. Lagi pula, ia tidak ingin Sekar terlalu terikat dengan Narottama.

Angga juga ingin pulang. Ia tidak ingin terlalu lama terjebak di tubuh raja besar Airlangga. Ia takut keputusannya akan membuat kacau sejarah negeri ini. Tentu saja sekecil apapun keputusan masa lalu bisa jadi akan membawa pengaruh di masa depan. Misalnya, malam pertama kemarin yang terlewatkan. 

Bagaimana kalau Sekar masih membencinya? Bisa jadi Sekar tidak mau dijamah dan akan membawa konsekuensi dari keputusannya. Atau bisa jadi karena Angga tak ahli bela diri, ia tidak bisa mengalahkan Wurawari. Tentu saja, bila Airlangga kalah, Kahuripan tak akan terbentuk.

Angga bergidik ngeri membayangkan tiba-tiba ia tak terlahir karena keputusan kecil di dunia masa lalu yang bisa jadi berdampak besar. Apakah ia akan terjebak selamanya di sini? Lantas di manakah jiwa Airlangga yang sebenarnya berada?

Angga termenung sambil memacu kudanya dengan kecepatan rendah. Matanya menatap berkeliling deretan pohon jati yang tumbuh liar. Pohon itu pasti sudah berusia puluhan tahun dilihat dari besarnya batang yang tumbuh menjulang.

"Duh Gusti, berikan ide pada hambamu ini. Apa dosa hamba sehingga bisa menembus ruang dan waktu?" gumam Angga seraya menatap Tomblok yang kini sudah turun dari kuda.

Walau matanya terlihat memperhatikan Tomblok dan Gendhon yang berjalan mengendap-endap memburu seekor kelinci yang bermain di balik semak, otak Angga berkeliaran untuk mencari jalan keluar.

Kepalanya mulai mereka-reka rencana supaya mereka bisa kembali ke masa depan. Tiba-tiba ide melintas di kepala seperti lampu dian yang bersinar menyinari kegelapan.

"Aha!"  Pekikan Angga itu membuat kelinci terkejut dan berlari menjauh.

Tomblok dan Gendhon saling pandang dengan embusan napas kasar. Mau menegur Angga, tapi yang ditegur adalah calon raja. Gara-gara Angga yang berisik, sudah dua kali mereka kehilangan mangsa empuk. Bisa-bisa mereka akan makan dengan ikan lagi, karena hingga hampir tengah hari mereka belum mendapat buruan.

"Ampun, Baginda Pangeran! Kalau Baginda Pangeran bersuara keras, hewan buruan kita akan lari," ucap Gendhon takut-takut.

Tomblok menyikut Gendhon dengan keras. "Ndon, kamu ini berani sekali menegur calon Raja Medang!"

"Lha katanya Pangeran minta ditegur kalau keputusannya salah? Keputusannya bersuara keras itu salah besar, bikin kelinci kita lari. Ini hampir tengah hari, dan kita tidak belum  mendapat makanan!" Lelaki bertubuh kurus kecil itu mendesah.

"Siapa kita berani menasihati Pangeran?" Tomblok menyeka wajahnya yang kini berpeluh. "Mana ada calon raja minta pendapat patih berpangkat rendah seperti kita."

Angga menangkap sesuatu. Apakah keputusannya untuk ditegur juga salah karena menyalahi peradaban zaman itu?

"Baiklah. Aku tunggu di sini. Kalian masuklah ke dalam hutan. Sebisa mungkin dapatkan celeng atau rusa. Setidaknya bisa untuk makan dua kali bukan?" ujar Angga masih berdiri di atas kuda putihnya yang gagah.

"Sendika dhawuh, Pangeran!"

Sembari menanti kedua patihnya, Angga turun dari kuda. Ia berjalan di sekitar tepian hutan sambil mengatur apa yang ia pikirkan. Setelah semuanya matang, ia tersenyum puas. Ia yakin Sekar akan terperangah ketika mendengar idenya.

Saat Angga pulang dengan membawa dua ekor ayam hutan, Sekar tidak ada di gubuk mereka. Ia mencari di sekeliling gubuk tetapi tak ada penampakan gadis manis itu.

"Mbok, mana Putri Sekar?" tanya Angga pada Cempluk yang kini sedang membakar ayam di atas api sebelum mencabuti bulunya.

"Tadi berjalan-jalan dengan Mpu Narottama karena Putri terlihat jenuh." Cempluk melepas pandangan dari apa yang dikerjakan sementara tangannya masih memegang kaki ayam dan membolak balik di atas kobaran api tungku.

"Kemana?" tanya Angga menuntut jawab. 

"Ke hutan bagian barat sepertinya."

Tak menunggu lagi, Angga memelesat ke luar dari gubuk dengan wajah kusut. Ia sudah memperingatkan Sekar dan Narottama agar tidak bermain api. Namun, larangannya seperti tidak diindahkan.

Angga naik ke punggung Lintang dengan segera. Dihentakkannya dengan kuat kedua kaki di perut kuda jantan yang gagah itu.

"Hiyyyaaa!!" seru Angga disahuti oleh ringkikan Lintang. Langkah kaki kuda yang berderap cepat membawa Angga ke hutan barat menyusul Sekar dan Narottama.

Begitu memasuki hutan yang tak terlalu rimbun itu, Angga menarik kekang kuda untuk mengurangi kecepatan. Mereka memasuki hutan yang lebih dipenuhi sulur dan perdu. 

Dari jauh dilihatnya kuda Narottama yang berdiri menunggu tuannya. Angga bergegas turun sambil menengokkan kepala ke kanan dan ke kiri.

"Di mana mereka?" gumam Angga mencari jejak kedua orang terdekatnya.

Setelah memeriksa perdu yang rubuh, Angga memutuskan untuk mengikuti jalan setapak yang sepertinya baru dibuat.

Suara gemericik air terdengar di kejauhan. Suara tawa Sekar yang renyah pun sayup-sayup ditangkap oleh pendengaran Angga. Lelaki itu melangkah dengan hati-hati seperti seorang pencuri yang hendak melancarkan aksinya. Setiap tapak kaki ia ambil penuh perhitungan jangan sampai menimbulkan suara gemeretak daun kering atau batang kering.

Angga sengaja bersembunyi di belakang pohon besar. Batangnya cukup melindungi badan remajanya agar tidak terlihat. Matanya memicing, menatap pemandangan di depannya.

Hatinya tercubit saat melihat wajah Sekar yang berseri ketika tawanya tersorot sinar marahari. Wajah itu tidak pernah ia dapati beberapa hari ini, bahkan saat mereka berada di masa depan. Namun, berada di sisi Narottama tawa Sekar menguar, parasnya cerah, dan sorot matanya berbinar.

Angga hanya bisa mencengkeram batang pohon yang berkerut kulitnya hingga menimbulkan bekas dan mengeluarkan getah putih. Ia menggigit sudut kiri bibirnya untuk memendam rasa nyeri. Perlahan Angga melangkah mundur walau pandangannya masih menatap keceriaan dua manusia itu.

Begitu mengambil jarak, Angga berbalik, dan berlari. Ia akhirnya paham, dari dulu hingga sekarang memang hati Sekar bukan untuknya. Sekar selalu menyukai Narottama. Dan, di masa depan, Angga dengan segala cara membuat Naru dan Sekar tidak bisa bersama. Seperti sekarang, ia akan membuat Sekar terpisah dari Narottama dengan mengembalikan mereka ke masa depan.

***

Angga ingat saat itu ia melihat kedekatan Naru dengan Sekar. Angga tahu bahwa Naru adalah siswa yang diidolakan gadis-gadis. Hanya saja sifatnya yang 'terlalu' ramah dipandang oleh Angga bahwa Naru seorang player.

"Naru!" panggil Angga saat Naru lewat di depan ruang ekskul karate.

Naru berhenti dan menoleh ke arah Angga. "Mas panggil saya?"

"Sini!" Angga menggerakkan dagunya dengan aura yang mendominasi.

Naru mengernyit, tetapi tetap melakukan titah Angga. "Ada apa, Mas?"

Angga yang saat itu duduk di kelas XII, bangkit, dan berjalan mendekati Naru. Penampilannya acak-acakan dengan kemeja yang sudah keluar dari celana. Ia memasukkan kedua tangannya di saku celana, dan berdiri menghadapi Naru.

"Kamu deket sama Sekar?" tanya Angga langsung. Kepala mendongak ingin menunjukkan bahwa ia lebih kuat.

Naru mendengkus, sembari tersenyum miring. "Apa urusan, Mas? Mas cemburu?"

Angga menarik bibirnya membentuk seringai. "Jangan pernah dekati Sekar! Mengerti?" Angga mengetuk dada Naru.

Naru menatap nyalang dan menepis tangan Angga. "Apa urusannya dengan Mas? Sekar toh bukan pacar Mas Angga bukan? Sepertinya dia menyukaiku!"

Wajah Angga seketika memerah. Pelipisnya berkedut kencang saat emosinya meletup. Angga mengacungkan telunjuknya tepat di depan hidung mancung Naru.

"Kamu akan berhadapan denganku kalau melukai Sekar! Camkan itu!"  Gerakan jemari saat akan mengepal itu menimbulkan suara gemeretak. 

***

Angga berjalan cepat dengan dada yang bergemuruh. Batinnya nyeri seperti dicambuk sembilu. Nyatanya, dari dulu yang melukai Sekar adalah Angga. Dulu ia membuat Naru mengambil jarak dengan Sekar yang membuat gadis itu patah hati. Dan sekarang Angga membuat mereka terjebak di masa lalu. Kalau pun mereka bisa kembali, Sekar tetap akan terluka karena berpisah dengan Narottama.

Angga merasa tak berguna. Sikap pengecutnya justru membuat Sekar terluka. Namun, Angga harus berusaha mengembalikan keadaan seperti semula dengan memulangkan mereka ke masa depan.

Lelaki itu kembali ke tempat kudanya menunggu. Dengan melompat cepat ke atas pelana, ia memacu  kuda  menapak perdu dengan perasaan tak menentu. 

Sore harinya, barulah Sekar dan Narottama pulang. Wajah gadis itu kini lebih semringah. Angga berusaha tidak mengindahkan rasa cemburunya. Ia ingin Sekar bahagia. Kalau berada di samping Narottama gadis itu bisa tersenyum ceria, Angga harus rela. Karena setelah itu, hati Sekar pasti akan perih dengan perpisahannya begawan muda itu bila mereka kembali ke dunianya.

Di sisi lain, Sekar merasa Angga menjauhinya. Lelaki itu terlihat pendiam dengan kerutan di pangkal hidungnya sepanjang sore hingga malam.

Begitu melihat Angga masuk ke senthong, Sekar membuka suara. "Mas, kenapa aku perhatiin Mas Angga jadi pendiam gitu?" 

Angga tak langsung menjawab. Ia ikut duduk di atas tikar anyaman pandan. Embusan napas kasar terdengar di seluruh senthong.

"Kar, aku pikir kita harus segera pulang." 

Mata Sekar membulat saat mendengar ucapan Angga. "Mas sudah tahu cara kita pulang?"

Angga memijat tengkuknya sambil meringis. "Ada ide. Nggak ada salahnya kan kita coba?"

"Apa? Apa?" Sekar kini mengubah posisi duduknya menghadap Angga.

Angga melipat bibir, kemudian mendekatkan mulutnya ke daun telinga Sekar untuk membisikkan apa yang ia pikirkan.

💕Dee_ane💕

Makasih, udah ngikutin cerita ini. Ada banyak cerita yang udah tamat di workku yang bisa dibaca maraton buat ngisi liburan.

Oya, Mohon maaf lair dan batin bila dalam penyuguhan cerita dan selama berinteraksi di jagad orange ada yang kurang berkenan. Semoga terhibur.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro