Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ʻ adore #3 | k. tobio

"Whoaa, Kageyama, kamu mau ngajak mesin tawuran?"

Kageyama tersentak lantas menoleh, mendapati [Name] terkikik lepas lantaran memergokinya memasang raut berpikir keras di depan mesin penjual minuman.

Raut yang bagi [Name] seram, plus wajah default Kageyama yang suram, ya ... bayangkan saja sebetapa sangarnya.

Tetapi [Name] jatuhnya malah menertawakan ekspresi Kageyama.

"Mikirin apa sih, sampai seserius itu?" tanyanya penasaran.

Kageyama mengerahkan jarinya untuk menekan tombol 'Yoghurt' pada mesin. Ia lalu mengambil sekotak Yoghurt yang keluar dari mesin penjual minuman tersebut.

"Bingung, susu atau yoghurt."

[Name] tergelak lagi. Wajah Kageyama tampak seperti orang yang ditimpa beban berton-ton di pundak, kenyataannya lelaki itu hanya berpikir keras memilih minuman yang akan ia beli.

Lucu sekali, pikir [Name].

"Kalau ada masalah cerita aja," Gadis itu berujar sembari merogoh saku, mencari uang hendak membeli milk tea di mesin penjual.

Kageyama tercenung sejenak, merenungkan apa perlu ia mengutarakan permasalahan yang akhir-akhir ini merundunginya pada seorang [Name]?

"Aku habis tengkar sama Hinata."

[Name] mengangkat alis kala mendengar kalimat introduksi sesi curhat Kageyama.

"Kalian saling tonjok? Astaga, aku baru menotis sudut bibirmu sampai lebam begitu."

"Iya. Tapi lebam ini sudah gak apa-apa."

"Syukurlah. Kok bisa sih sampe begitu? Gimana ceritanya?"

Kageyama memaparkan semuanya, alasan yang melatarbelakangi terjadinya insiden tersebut. Mulai dari awal mula inisiatif Hinata di Pelatihan Musim Panas, lalu kekerasan kepala keduanya yang menyebabkan mereka tak kunjung mendapati titik temu.

[Name] mendengarkan dengan saksama, kuping dipasang lebar-lebar. Dia menyimak sambil menyuruput botok milk tea dinginnya. Di akhir cerita, Kageyama bertanya pendapat [Name].

Gadis itu menanggapi, "Jangan tersinggung, ya, Kageyama. Kalau kamu tanya aku, menurutku kamu masih egois sama dirimu sendiri. Mungkin kamu punya trust issue sama Hinata, tapi coba deh, percaya sama dia, kasih dia sedikit waktu lagi karena berproses itu gak ada yang instan," jelas [Name].

Ia menambahkan, "Gak hanya ke Hinata doang, tapi bukannya kepercayaan ke satu tim itu perlu? Aku gak pernah main voli dengan tim sih, tapi dimana-mana kalo kerja tim 'kan begitu."

Kageyama manggut-manggut. Di lubuk hati, dia tertohok juga menyetujui perkataan [Name].

"Kalau hanya ada satu atau beberapa pemain yang hebat di suatu tim voli, bukankah kalau berenam lebih menjadikan tim itu kuat?"

Mata Kageyama mengejap beberapa kali. Ia merasa familiar dengan ungkapan tersebut. Dia teringat sesosok senior yang merupakan rival dan panutannya sedari SMP.

Iris pemuda itu berseri. "[Surname] ... kamu pintar," gumamnya lirih, hampir-hampir tak terdengar.

[Name] sontak menoleh. Dia menyeringai. "Apa tadi? Kamu memujiku?"

"Nggak," elak Kageyama. Kepalanya menggeleng pelan. "Makasih, kayaknya aku sudah tahu harus apa."

Di saat yang bersamaan, bel istirahat berbunyi. Kageyama dan [Name] beranjak dari mesin penjual minuman yang berlokasi di samping gedung gimnasium, berjalan beriringan menuju kelas masing-masing.

"Kamu bingung akhir-akhir ini ngerasain perasaan aneh?" Sugawara bertanya dengan nada mengintrogasi.

Kageyama mengangguk.

"Dan kamu ngerasainnya tiap ketemu sama [Name]? Terus sering tiba-tiba kepikiran dia?"

Kageyama mengangguk dua kali.

Sugawara menghela napas sambil memijit pelipis. Dia dihampiri oleh adek kelasnya lagi, dicurhati perihal keheranan yang belakangan ini Kageyama alami.

Lelaki itu menarik napas sebelum bertanya kembali, "Pandanganmu ke dia gimana? Menurutmu, perasaanmu ke dia itu apa?"

"Kagum? Dia pintar, bijak, dan baik," jawab Kageyama jujur.

Sugawara geleng-geleng kepala. Gemas dengan pemikiran sang junior yang terlalu polos. Tidak peka dengan perasaannya sendiri.

"Gini, Kageyama. Biasanya kalau memiliki ketertarikan ke lawan jenis, itu tahap awalnya kagum. Entah itu kagum dengan penampilan, kemampuan, ataupun sifat."

Kageyama menyimak. Sugawara kembali melanjutkan, "Tapi, kalau makin lama kekaguman itu semakin besar, terus sampe bikin berdebar, atau sampe bikin kepikiran, itu artinya sudah ada di fase suka."

"Jadi aku suka [Name]?" Kageyama menyimpulkan.

Sugawara tersenyum. Dia merasa jadi dokter cinta dadakan kalau dikonsultasikan masalah begini oleh Kageyama. Tangannya lalu menepuk-nepuk pundak sang adik kelas. "Kalau itu kamu perlu menemukan jawabanmu sendiri."

"Lalu, Suga-san?"

"Lalu apa lagi? Kalau dia juga suka sama kamu, ya jadikan pacar!"

Kageyama meneguk ludah. Ia berdiri tegap, pandangan menyapu seluruh penjuru gimnasium kota Sendai yang ramai penuh sorak. Rahangnya mengeras.

Inilah saat yang ia nantikan. Selangkah lebih dekat menuju pertandingan nasional.

Pertandingan final melawan Akademi Shiratorizawa, setelah kemarin dia dan timnya berhasil mengalahkan tim yang dipimpin senior rival sekaligus sang panutanーOikawa Tooru dari Aoba Johsai.

"Kageyama kelihatan bersemangat sekali," komentar Sugawara, "gak gugup kayak yang lain. Aku iri." Dia mengusap-ngusap telapak tangannya sendiri, guna meredakan dingin lantaran gugup.

Kageyama merotasikan kepala. "Gak ada yang kutakutin selain Oikawa-san," katanya, menanggapi ucapan Sugawara.

"Ou-sama semangat karena ada pacarnya nontonin kali," Ini Tsukishima yang menyeletuk. Nadanya bikin Kageyama mendecak sebal.

"Lihat, Kageyama! Pacarmu menonton di sebelah Yachi-san!" Hinata ikut-ikut menyahut, tangannya menunjuk ke bangku penonton rombongan sekolah Karasuno.

Netra Kageyama mengikuti arah yang ditunjuk Hinata. Kebetulan gadis yang dimaksud sedang memandang tepat ke arahnya, tersenyum sambil melambaikan tangan.

Dia refleks mengalihkan pandangan, "Sudah kubilang kami gak pacaran, Hinata boge!"

Hinata cekikan melihat reaksi Kageyama yang jelas-jelas kentara sekali pipinya menyemburatkan rona merah, tapi malah menyembunyikannya dengan marah-marah dan mengatai Hinata.

Setelah mengetahui [Name] ikut menontonnya, dia teringat notes penyemangat dari gadis itu saat menjelang liburan musim panas.

Kageyama yang tadinya tidak gugup, mendadak jadi gugup. Namun semangatnya membara berkali-kali lipat.

Dia berjanji pada diri sendiri, dia akan bermain baik hari ini. Lebih baik dari sosok 'Raja Lapangan' yang diketahui orang-orang, lebih baik dari sosok dirinya di masa lalu.

Pertandingan final berlangsung dengan sengit, Karasuno dengan tak terduga bisa mengalahkan Shiratorizawa setelah bermain full set dengan mereka.

Seluruh gimnasium bergemuruh. Penonton bersorak tak percaya, semua dibuat terperangah.

Pemain voli Karasuno meninggalkan lapangan dengan hati berbunga-bunga. Mereka juga sama tak percayanya dengan para penonton yang masih dihebohkan. Masing-masing di leher mereka tersemat medali penghargaan, mereka membawa pulang piala juara, dan resmi menyandang sebagai tim perwakilan Prefektur Miyagi di Turnamen Musim Panas Januari depan.

"Kageyama!"

Sang pemilik nama menoleh ke belakang, mendapati [Name] sedang berlari menghampirinya dengan wajah berseri.

"Kami tunggu di tempat meeting ya, Kageyama."

"Duluan, Bakageyama!"

Teman-teman setimnya berlalu meninggalkan Kageyama dan [Name], yang berdiri di salah satu sisi koridor gedung gimansium kota.

Iris biru gelap Kageyama menatap bingung sang gadis yang menghampirinya.

"Selamat!" ucap gadis itu girang. "Aku baru pertama kali ini menonton pertandingan kalian, itu sangat luar biasa!"

[Name] tak mampu memilih kata yang lebig bagus untuk memuji tim voli sekolahnya, saking masih terkagum-kagum dengan apa yang baru ia saksikan tadi. "Astaga, yang seperti tadi itu, kurasa dari permainanmu, kau lebih baik dari sekadar menyandang gelar 'Raja Lapangan'!"

"Terima kasih," kata Kageyama. Dia senang menerima ucapan dari [Name].

[Name] kemudian menyodorkan bungkusan berisi bento buatannya yang sedari tadi ditenteng, "Ini, aku membuatkan untukmu sebagai ucapan selamat. Dimakan ya, hitung-hitung buat mulihin tenaga."

Kageyama menerima bungkusan yang diberikan sang gadis, sambil dahinya mengernyit bingung.

"[Name]," panggilnya, "Apa kamu selalu baik seperti ini ke semua orang? Kenapa kamu selalu baik padaku?" tanya pemuda itu serius.

Mata [Name] membulat, kaget tiba-tiba ditanyai begitu. Gadis itu tersenyum simpul.

[Name] bukan orang yang segalanya dibikin ribet. Dia gadis yang sederhana, melakukan apa yang ia inginkan, dan mengekspresikan apa yang ia rasakan.

Maka, gadis itu menjawab pertanyaan Kageyama dengan jujur, "Huh? Kurasa karena aku menyukaimu, Kageyama."

Detik berikutnya, dua insan tersebut sama-sama terhening. Saling mencerna sederetan kalimat yang baru saja mereka dengar.

[Name] tidak percaya dengan yang telah ia katakan. Dia ingin merutuki dirinya sendiri, tapi di sisi lain dia tak menyesal sama sekali meski kakinya serasa ingin berlari jauh-jauh saat ini juga.

Namun, ia malah terpaku. Menatap Kageyama yang juga menatapnya. Otak gadis itu memutar memori saat awal-awal ia baru mengenal dekat Kageyama di SMA.

Banyak hal yang baru ia tahu dari Kageyama, ketika melihat mimik pemuda itu yang serius dan bersungguh-sungguh saat meminta [Name] mengajarinya. Ketika melihat dia berlatih voli, ketika melihat wajah kaku canggung dan suramnya setiap saat, atau pun ketika Kageyama bercerita dan berkeluhkesah pada [Name].

Entah momen mana yang membuat gadis itu jatuh hati; ia tak tahu pasti. Perasaan suka memang datang tak dikenali oleh waktu, pun juga tak dapat dielak kenyataannya.

Kageyama tertegun. Dia terngiang-ngiang ucapan Sugawara saat dia berkonsultasi padanya beberapa waktu lalu.

"Kalau gitu, kamu mau jadi pacarku?"

"..."

"..."

Jantung [Name] benar-benar hendak meloncat sekarang. Pipinya sudah semerah kepiting rebus. Dia lantas tergelak, mencoba mengurangi kegugupan yang ia rasakan. Gadis itu menggerakkan tangannya menepuk lengan Kageyama.

"Haha, ya ampun, Bakageyama! Jangan bikin jantungan dong? Setidaknya balas bilang 'suka atau tidak' dulu, tapi kamu malah langsung nembak begitu!" protes [Name], masih tertawa. Serius, hatinya pingin menjerit keras sekarang.

"Jadi kamu gak mau?" tanya Kageyama heran.

"Hah! Mana mungkin aku bisa nolak?"

Mendengar itu, dada Kageyama bergejolak riang. Tawa gugup [Name] menular, membuat pemuda tersebut menyunggingkan senyum lebar.

Dalam satu hari yang sama, dia menyecapi dua momen terbaik dalan hidup.

Kageyama tidak perlu lagi menyangkal godaan rekan-rekan timnya tentang '[Name] adalah pacarnya'. Karena sekarang, [Name] benar-benar telah menjadi pacarnya. []

Gak nyangka bakal sepanjang ini😂 cerita yang terpanjang di book ini wwkw

Ide awalnya cuma yg part pertama, cuma gatau kok jadinya malah keblablasan hehe. Ya sudah lah, terlanjur. Hope you like it, guys <3

[31/07/2020]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro