Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

A Deal

Usai mengikat pria malang itu, dirinya kembali bersembunyi di balik bayang-bayang, menunggu saat pria itu bangun. Dan benar, tak lama dari itu terdengar erangan kasar lainnya, bersamaan dengan netra pria itu yang mulai terbuka.

Di atas kursi, pria misterius yang kesadarannya perlahan kembali mulai menggerakkan tubuhnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk sadar bahwa ia sedang diikat, terbelenggu oleh tali pirang yang sangat tebal?

Alisnya mengernyit kala sadar. Itu bukan tali, tapi rambut?

"Hei?! Apa-apaan ini?!!" sahutnya kencang sembari berusaha lepas. Ia mulai merasa ngeri.

Betapa terkejutnya pria itu, ketika mendengar seruannya dijawab.

"Percuma, ikatannya sangat kuat dan tak mudah melepasnya."

Yang lebih membuatnya terkejut lagi, menyadari bahwa suara yang dia dengar adalah suara perempuan, dan suara itu perlahan makin terdengar jelas bersamaan dengan sosok yang perlahan timbul dari balik kegelapan.

Pria itu kembali mengernyit. Ketika lagi lagi tersadar, bahwa 'rambut' yang mengikatnya adalah milik sang perempuan itu. Bagaimana rambut itu bisa tumbuh sepanjang itu?! Rambutnya saja hampir memenuhi lantai.

Belum sempat pria itu melakukan apapun, panci sudah diarahkan ke lehernya. Perempuan itu menatap tajam padanya.

"Sekarang beritahu, apa maumu? Siapa lagi yang tahu lokasiku? Dimana komplotanmu? Berapa banyak yang kau tau?"

Dilontarkan semua pertanyaan begitu, pria itu kembali mengernyit untuk yang kesekian kalinya. Namun dengan pandai, ia menjawab.

"Wow, baiklah nona. Dengar, untuk semua pertanyaanmu. Aku tidak ada kaitannya dengan apapun paranoia yang kau rasakan. Aku hanya ingin mencari tempat aman dan  ... hei, kemana tasku?!"

"Mencari ini?"

Si puan entah sejak kapan sudah memegang tas kecil itu, membuat pria di kursi itu kembali memberontak, berusaha lepas dari rambut yang mengikatnya. Namun ketika Rinnian membuka tasnya, menunjukkan isinya, pria itu menjadi lemas.

"Aku tahu kau menginginkan apa yang ada di dalamnya, sudah kusembunyikan, dan hanya aku yang tahu dimana. Aku bisa saja mengembalikannya, dengan satu syarat."

Mata Rinnian memicing, mata pria itu pun juga. Jelas -jelas ada ketidakpercayaan tersirat dalam netra keduanya. Menyampaikan pesan bahwa mereka curiga pada satu sama lain.

"Kau tahu ini apa?"

Rinnian lagi-lagi dengan cepat pergi, mengambil kanvas yang sudah dilukis, memperlihatkan gambaran dirinya yang tengah melihat ke atas, memandangi ratusan titik kuning di langit.

"Maksudmu lentera yang dinyalakan di ulang tahun sang Putri yang hilang?"

"Lentera? Aku tahu! Itu bukan bintang! Ibu tidak mau percaya! Kenapa juga ia harus mengelak?! Padahal kan tinggal bilang 'Iya nak, kamu benar'. Tidak sesulit itu!" 

Melihat Rinnian yang terus mengoceh sendiri, pria itu memutar bola matanya kesal dan berdehem guna menarik perhatian si puan. Dengan cepat Rinnian tersadar, rona merah terlukis di pipinya. Ia ikut berdehem sembari menunjuk pria itu dengan pancinya.

"Kau, pria asing yang menyelinap masuk ke dalam menaraku. Aku ingin kau membawaku melihat cahaya di malam ini. Dan akan kukembalikan tasmu ... dan isinya, tentu."

Mendengar kalimat itu, pria tersebut mendengus pelan.

"Begitu caramu meminta nama seseorang, nona? Luca, namaku Luca. Dan?"

Rinnian kembali mengernyit, ia menaikkan kedua bahunya.

"Rinnian."

Tidak ada salahnya memberitahu namanya, kan? Toh pria ini yang duluan memberitahu namanya.

"Nona Rinnian, kenapa aku harus mengikuti permintaanmu? Lagipula apa sulitnya pergi ke luar untuk?"

"Ibuku tidak akan membiarkanku. Dan juga tidka mau menemaniku pergi. Dan beliau bilang dunia luar berbahaya, banyak orang jahat dan bahaya. Aku tidak akan selamat pergi sendirian."

Tuturnya dengan jujur. Yang membuat Luca lagi-lagi mendengus, kali ini terdapat ejekan dalam suaranya.

"Ya, aku bisa melihat kenapa."

Rinnian kembali memicingkan mata. Belum sempat ia menjawab, Luca sudah membalas lagi.

"Memang kenapa juga aku harus mengikuti kemauanmu?"

"Kau tidak bisa lepas dari rambutku dan tidak tahu dimana mahkotanya disimpan."

"Aku bisa saja lepas."

"Kau masih tidak akan tahu dimana mahkotanya."

"Aku bisa mencarinya."

"Ya, di menara setinggi ini dengan banyak celah bagus bagiku untuk menyembunyikannya? Kurasa tidak, Tuan."

Gadis ini, meski kelihatan seperti anak desa dan penyendiri yang lugu, ia boleh juga soal bersilat lidah. Luca tertawa mendengus dibuatnya, bola matanya terputar jengkel, ia juga sudah kehabisan akal untuk membuatnya menurut.

Melihat perbincangan yang tak juga menemukan titik tengah, Rinnian kemudian menunduk, bagai meminta pengampunan.

"Kumohon, sekali ini saja. Ini permintaanku yang pertama, dan satu-satunya dalam hidupku. Setelah semuanya selesai, akan kukembalikan apa yang katamu milikmu. Setelahnya, kita bisa berpisah. Kau bisa menganggap kita tidak pernah bertemu."

Manik biru itu kini menatap milik Luca yang ungu, tersirat keputusasaan yang mendalam dalamnya. Tatapan yang kuat dan berkobar itu telah hilang pergi entah kemana.

Melihatnya membuat Luca jengkel. Namun tak dapat dipungkiri, terdapat rasa iba dalam dirinya. Jika boleh jujur, ia juga penasaran, dengan gadis aneh di menara. Banyak sekali yang sebenarnya ingin ia ketahui.

Dengan itu, Luca mendengus, "Baiklah, akan kubawa kau melihat cahaya itu."

Sontak, Rinnian berdiri tegak lagi, matanya kembali bersinar, terbelalak akan rasa girang, mulutnya terbuka lebar tak mau menutup. Pemandangan yang membuat Luca ... heran.

Pekikan kencang terdengar dair sang gadis, bersamaan dengannya ia melompat girang. Ia segera mengambil beberapa barang, apa itu? Entah, Luca juga tidak mau tahu.

Ia hanya ingin semuanya cepat usai. Tujuannya hanya satu.

Kabur membawa mahkota kerajaan yang telah ia curi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro