
Season [Horibe Itona]
Nah, yang ini buat Akai_Tokise1441 :'v
Horibe Itona, dingin-dingin unyu gitoeh :v
Setiap musim itu berbeda, mulai dari suasana, aroma, hingga kenangan mereka. Baik musim semi, panas, gugur, bahkan dingin. Semua memiliki perbedaan masing-masing.
"Namun, ketika bersamamu, aku merasa semua musim itu sama. Ya, sama-sama membuatku bahagia karena dirimu yang selalu berada di sisiku."
.
.
.
Season
[Horibe Itona x reader]
.
.
.
Spring
Senja sudah menghilang, warna biru tua menghiasi luasnya langit kala itu. Sepi, sunyi, dingin. Hanya terdengar desiran angin yang mengenai dahan-dahan pohon, menerbangkan bunga sakura yang tengah mekar. Sesekali terdapat mobil yang berlalu lalang melewati jalan yang sepi itu.
Suara langkah kaki terdengar keras akibat sepinya tempat itu. Seorang pemuda dengan membawa kantung plastik putih di tangannya-mengamati sekeliling dengan tatapan malasnya. Iris kuning madunya ia alihkan kesana dan kemari---menatap pepohonan sakura yang tumbuh di pinggir-pinggir jalan.
Dihentikanlah langkah kakinya ketika mendapati seorang gadis tengah membereskan toko bunga miliknya. Wajahnya terlihat sangat lelah. Gadis itu mengangkat beberapa pot bunga dan meletakkannya di dalam toko--- sendirian. Tak tega melihat gadis itu, pemuda itu melangkahkan kakinya---mendekati gadis itu.
Gadis surai (h/c) dengan susah payah mengangkat sebuah pot bunga yang menurutnya berat. Diangkatnya beberapa kali untuk memindahkannya namun usahanya hanya mengakibatkan pot itu bergeser tak lebih dari 1 meter. Ia menghela napas kasar dan mencoba mengangkatnya kembali. Sebuah tangan terulur di dekatnya dan dengan mudahnya mengambil alih pot bunga yang tengah ia bawa. Gadis itu tersentak kaget dan langsung mundur beberapa langkah.
Gadis itu mengamati pemuda itu. Wajahnya mengisyaratkan bahwa ia sedikit ketakutan, sedangkan sang pemuda hanya menatap datar ke arahnya dan kembali mengangkat pot yang lain.
"Hei!" Panggil gadis itu.
Gadis itu mengepalkan tangannya, kesal dengan kelakuan sang pemuda yang tak menggubrisnya. Ia menarik napas dan memanggilnya sekali lagi.
"Hei kau, ubanan!"
Sang pemuda menghentikan aktivitasnya. Telinganya seakan menajam akibat panggilan yang diberikan dari sang gadis. Ia menoleh ke belakang dan menampakkan sorot matanya yang tajam. Gadis itu terdiam sejenak.
"Hah?" Gumam sang pemuda. Wajahnya seakan-akan meminta penjelasan dari sebutan ubanan yang gadis itu beri. Ya memang rambutnya berwarna putih perak, tapi hei ini bawaan dari lahir! Bukan karena ia sudah tua dan ubanan!
"M-maaf," gadis itu menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Cih, aku tidak terima permintaan maaf," sahut pemuda itu lalu meletakkan pot bunga yang terakhir.
Gadis itu terbelalak kaget, "M-maaf, aku tak sengaja, sungguh. Aku spontan mengatakannya karena kesal kau mengabaikan panggilanku."
Pemuda itu memutar bola matanya, jengkel. Ia malas ketika harus berdebat dengan seorang perempuan.
"Lupakan saja," pemuda itu mengambil kantung plastik yang ia letakkan di dekat meja, "sayonara."
Gadis itu membeku di tempat dan terus memperhatikan punggung sang pemuda yang perlahan-lahan menjauh hingga tak terlihat. Ia menunduk ke bawah dan meremas rok panjangnya.
"Ah, kesan pertama yang buruk. Bahkan aku belum berterima kasih."
Summer
Gadis bersurai (h/c) itu tengah menyirami beberapa bunga di tokonya. Kali ini ia memakai topi---terik matahari membuat kulitnya terasa terbakar. Tentu saja, namanya musim panas. Bahkan dirinya berasa sedang mandi keringat.
"Hari ini lebih panas daripada kemarin," keluh gadis itu sambil mendongakkan kepalanya.
Ia menatap jalanan yang sepi. Liburan musim panas, orang-orang pasti lebih memilih berdiam di rumah sambil menikmati semangka dingin dan es krim bukan? Namun gadis itu tak dapat melakukannya. Ia harus bekerja demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Ia tinggal bersama dengan ayahnya yang sekarang sedang sakit. Oleh karena itu, ia yang harus menggantikan posisi ayahnya.
Gadis itu mengalihkan pandangannya ke toko bunga miliknya, "Hah... bahkan pelanggan semakin berkurang. Sepertinya aku harus menutup toko lebih awal," gumamnya.
Bruk
Gadis itu tersentak. Ia tolehkan kepalanya, mencari asal suara tersebut. Dan voila, seorang pemuda bersurai perak jatuh tersungkur di trotoar. Dirinya ingin tertawa tapi mengingat itu kurang sopan jadi dia diam saja.
Sekitar 5 menit pemuda itu tidak bangkit dari trotoar seakan-akan ia merasa nyaman berbaring di sana. Gadis itu sedikit khawatir jika pemuda itu pingsan atau bahkan bisa saja tidak bernyawa? //Dibantai
Perlahan-lahan ia mendekatinya dan berjongkok tepat di samping pemuda tersebut. Ia pukul pelan bahu milik sang pemuda, "Ano...daijoubu desu ka?"
Tak ada jawaban. Gadis itu mencoba untuk tidak panik dan terus memanggil pemuda itu, "Hei, kau benar-benar tidak apa-apa? Jawablah, setidaknya bergeraklah."
Gadis itu akhirnya menyerah melawan rasa paniknya. Dengan keras ia menepuk lagi bahu pemuda itu, "Ayolah jangan membuatku ketakutan! Ini tidak lucu, tuan!"
"Hng."
Akhirnya ada jawaban. Gadis itu melihat ke bawah, tepatnya wajah pemuda yang sedang mencium trotoar dengan mesranya. Di saat yang bersamaan wajah pemuda itu menoleh tepat ke arah wajah sang gadis. Iris kuning madu bertemu dengan iris (e/c) miliknya. Butuh beberapa detik untuk gadis itu tersadar dan kemudian menjitak kepala pemuda itu.
"Kyaa!"
Buak
"Baka! Kau mengagetkanku! Hampir 15 menit kau tidak mau mengatakan sesuatu! Kupikir kau pingsan atau mungkin sudah tidak bernyawa!" Ia mengeluarkan semua uneg-unegnya.
Sang pemuda memejamkan matanya sejenak kemudian menatap gadis itu kembali, "Panas membuatku malas bergerak. Cih, seharusnya aku menuruti perintah kaa-san agar tidak kena hukuman."
(Author's note : alur cerita ini tidak ada hubungannya sama cerita asli ansakyou)
Pemuda itu bangkit dari tempatnya. Wajahnya memerah begitu juga dengan tangannya. Apa ia tidak sadar bahwa wajah dan tangannya sudah mengecap kerikil-kerikil? Dan Bukannya trotoar jadi semakin panas? Entahlah, pemuda aneh.
"Are? Kau yang dulu itu 'kan?" Sang gadis pun tersadar ketika melihat wajah rupawan milik sang pemuda. Iris kuning madu yang mempesona serta surai spike perak ditambah ikat kepala(?) yang selalu ia pakai--- ciri khas yang membuat gadis itu dengan mudah mengingat pemuda di depannya.
"Cih, gadis aneh yang dulu," sahut pemuda dengan tatapan datar miliknya.
"Aku punya nama! Dan kau sendiri juga aneh! Trotoar panas masih aja betah berbaring di sana, apa otakmu baik-baik saja?"
"Bodo, gadis aneh."
Gadis itu menggeram kesal, "Aku (Fullname) jadi berhenti memanggilku gadis aneh!"
"Gadis aneh tetap gadis aneh."
Oh tidak, gadis bermarga (l/n) itu tak kuat untuk menahan amarahnya. Wajahnya memerah bak kepanasan akibat terik matahari.
"Cih dasar pemuda ubanan! Mulai sekarang aku tak akan menahan diri untuk mengataimu juga!" Teriak (y/n).
Pemuda itu mengalihkan pandangannya ke arah lain, pura-pura tidak dengar.
"Jangan mengabaikanku, baka!"
"..."
"Argh! Pemuda menjengkelkan, ubanan, bodoh, aneh, pendek!"
Nah lho. Kata-kata sakral terlontar dari bibir (y/n). Yah dia hanya mengutarakan apa yang ia lihat saja dan memang pemuda itu sedikit um 'pendek' untuk ukuran laki-laki.
Pemuda itu melirik (y/n). Mata besarnya yang terkesan imut kini menyipit, wajah yang semula datar kini menunjukkan ekspresi kesal.
"Pendek hm?"
"Ya. Apa aku harus mengulanginya lagi? Baiklah. Pendek, aneh, bodoh, uba-"
"Itona Horibe," potong pemuda bernama Itona itu.
"Eh?"
"Ubanan, aneh, pendek, bodoh, kata-katamu membuatku jengkel sendiri. Mulai sekarang panggil aku dengan namaku, sebagai gantinya aku akan memanggilmu dengan namamu," ujar Itona.
(Y/n) terdiam lama. Ditatapnya Itona dengan pandangan sulit dimengerti. Ia memiringkan kepalanya, sedikit heran.
"He, kupikir kau akan membalas mengataiku. Maa ii ka," (y/n) tersenyum lebar.
Deg.
Jantung Itona berdetak kencang, napasnya tertahan, serta wajahnya berubah merah bak tomat matang. Ia berbalik membelakangi (y/n) dengan alasan agar gadis bermarga (l/n) itu tidak bisa melihat wajahnya yang memerah. Ciee blushing~~ //plak
"Yasudah. Aku harap kita tidak akan bertemu lagi, jaa."
Itona pun pergi meninggalkan (y/n). Bukannya sedih, melainkan gadis surai (h/c) (h/l) itu semakin tersenyum lebar.
"Aku harap kita bisa bertemu lagi, Horibe-kun! Sampai jumpa lagi!" Teriaknya lantang hingga membuat wajah Itona semakin memerah.
Autumn
Hari yang mulanya panas, sekarang sudah berganti dingin. Daun yang semulanya berwarna hijau segar, kini berwarna kuning kecoklatan, beberapa di antaranya pun mulai berguguran---menutupi sebagian jalan bak laut berwarna merah kecoklatan. Langit biru cerah tanpa adanya gumpalan putih atau awan yang menghiasi cakrawala. Hm, sungguh indah suasana di bulan musim gugur ini.
"Hatchii!!"
Gadis bermahkota (h/c) itu mengusap hidungnya dengan tisu yang ia bawa. Tak henti-hentinya ia bersin hingga hidungnya memerah, wajah dan bibirnya pucat, serta matanya pun seakan-akan ingin sekali diistirahatkan.
"Hiks, kenap--hatchii! Di hari Minggu yang cerah ini--hatchii! Aku malah sakit sih," gumamnya kesal sembari terus mengusap hidungnya.
"Sepertinya berdiam diri di taman bisa membuat pikiranku tenang," gumamnya kemudian duduk di salah satu bangku yang masih kosong.
Dirinya menatap langit biru sembari merasakan sejuknya desiran angin musim gugur. Namun lama-kelamaan tubuhnya mulai menggigil. Ia pun menyesal tidak membawa jaket. Ia bergegas bangkit dari tempat duduknya.
"Hatchii!"
"WAA?!"
"Eh?"
Gadis itu mengangkat wajahnya. Dengan mata loyo ia memandang orang di depannya. Butuh 1 menit hingga gadis itu dapat melihat dengan jelas siapa yang sekarang berdiri di depannya.
"(L/n)?!"
"Hatchii!"
Orang itu, Itona Horibe memandang jijik makanan yang sudah terkena virus. Ia berjalan mendekati tong sampah dan membuang makanan yang dibawanya. Dirinya memandang sedih tong sampah itu.
Antre banyak. Waktu udah dapet, malah dicemari, batinnya menangis.
"Horibe-kun, sedang apa kau di sini--hatchii!"
Itona memandang gadis yang tengah bersin-bersin itu. Amarah yang seharusnya melonjak kini tiba-tiba menurun akibat kelakuan konyol gadis itu. Itona pun berjalan mendekati (y/n). Dilepaslah jaket yang ia pakai lalu ia taruh tepat di kepala (y/n).
"Udah tau sakit, bukannya istirahat, malah jalan-jalan keluar. Dan apa-apaan itu, hanya memakai kaos dan celana training, kau ingin mati huh?" Ujar Itona dan masih dengan wajah datarnya.
(Y/n) melihat Itona sekilas kemudian tersenyum miring, "Manis juga kau, Horibe-kun. Tak kusangka kau seperhatian ini."
Itona yang baru menyadari apa yang ia lakukan pun tersentak. Darah mengalir ke atas, tepat di wajahnya, panas, telinganya pun terasa panas.
"B-bukannya begitu, b-baka!"
(Y/n) terkekeh pelan kemudian tersenyum manis, "Demo. Arigatou, Horibe-kun."
Bibir Itona perlahan membentuk sebuah kurva ke atas. Walaupun tipis, tapi gadis itu bisa menyadarinya. Gadis itu terkekeh lagi.
"Nah gitu dong Horibe-kun. Kalau senyum kan jadi kelihatan manis--"
Tubuh gadis itu oleng ke depan. Dengan sigap Itona langsung menahannya dan memanggil-manggil namanya.
"(L/n)!"
"(L/n)! Jangan mati! Woi!"
(Y/n) seketika tersadar dirinya ambruk. Dengan cepat ia pun langsung berdiri kembali namun karena kakinya sedang lemas, ia pun terjatuh lagi.
Itona menatap datar gadis di depannya. Ia pun berjongkok membelakanginya, "Naik," pintanya halus.
"He?"
"Cepat naik. Kuantar kau pulang," ujar Itona lagi.
"Nanti kalo Horibe-kun keberatan gimana? Nanti kalo Horibe-kun tambah pendek, aku nanti yang disalahkan blablabla."
Itona menghela napas. Oh Tuhan, kenapa dirinya harus bertemu gadis cerewet ini di hari yang begitu damai? Itona lagi-lagi menghela napas. Tanpa ba-bi-bu ia langsung mengangkat gadis itu ala bridal style.
"Kyaa! H-Horibe-kun?! T-turunkan aku!"
Itona menulikan pendengarannya. Ia hanya terus menatap ke depan, tanpa melihat atau bahkan melirik gadis yang digendongnya, sedangkan (y/n) sedaritadi memukul-mukul dada Itona dan menyuruhnya untuk menurunkan dirinya. Ia takut dan malu setengah mati. Hanya karena demam apakah ia harus digendong seperti ini? Seketika ia menyesal tidak segera naik ke punggung Itona tadi.
"K-kumohon. A-aku m-malu. Horibe-kun!"
"Aku tidak dengar," balas Itona.
"A-aku bisa jalan sendiri, Horibe-kun! Kumohon!"
"Tidak."
Itona berjalan dengan santainya menuju rumah (y/n). Orang-orang yang berlalu lalang berbisik-bisik tentangnya. Ada yang iri, mencibir, gosip, terpesona, dan sebagainya. Hah.... (Y/n) akhirnya diam, ia memilih menenggelamkan wajahnya pada dada Itona-menyembunyikan semburat merah yang sudah tak terkendali. Itu pun juga agar orang-orang tidak melihat wajahnya.
Winter
Dedaunan sudah sepenuhnya hilang, diganti dengan tumpukan kristal putih yang menutupi dahan-dahan pohon. Atap, jalanan, tumbuh-tumbuhan, semua sudah tertutup salju.
Seorang gadis bersurai (h/c) menatap butiran salju yang turun dari balik kaca jendelanya. Ia tersenyum manis mengingat kenangan-kenangan yang ia habiskan di sini bahkan bertemu dengan pemuda ubanan aneh itu, Itona Horibe. Sesekali ia tertawa kecil mengingat kejadian lucu ketika musim panas. Ah~ pasti ia akan sangat merindukan momen-momen itu.
"(Y/n) kau sudah siap belum?"
"Ah ya, Paman. Sebentar lagi."
Gadis itu menatap kembali pemandangan luar dan menghela napas, "Sayonara, Horibe-kun."
•••
Itona sedang berjalan-jalan sambil menatap kosong jalanan yang tertutup salju. Ia hanya berjalan-jalan tanpa tujuan, membiarkan kakinya membawanya entah kemana. Tak lama kemudian, ia malah berhenti di depan toko bunga milik (y/n). Itona melihat dengan jelas sebuah papan bertuliskan 'tutup' yang tergantung di pintu. Ia berpikir, Karena ini musim dingin, mungkin toko itu tutup untuk sementara waktu.
Ia pun berjalan mendekati pintu toko.
Tok tok tok
Tak ada sahutan dari dalam. Sepi, bahkan dari celah-celah ventilasi terlihat tidak ada satu pun lampu yang dihidupkan, kecuali lampu di depan toko. Ia heran.
Dia kemana? Batinnya bertanya-tanya.
Tok tok tok
Ia kembali mengetuk pintu. Karena tak kunjung di bukakan, ia pun duduk di depan pintu rumah--- menunggu kedatangan gadis bermahkota (h/c) itu layaknya gembel yang numpang tinggal.
"Eh, nak. Kau sedang apa duduk di situ?" Tanya seorang bapak-bapak yang lewat.
Itona pun bergegas berdiri, menunduk singkat lalu menjawab, "Saya sedang menunggu teman saya. Mungkin dia sedang pergi sebentar."
"Kurasa tidak perlu, anak muda. Tadi paman melihat pemilik rumah ini sedang mengangkat barang-barang mereka ke sebuah mobil pengangkut barang. Cepat pulang, anak muda, hari sudah semakin gelap," jelas Paman itu kemudian beranjak pergi.
Itona membeku di tempatnya. Jadi, gadis itu pergi tanpa memberitahunya? Ia mengepalkan tangannya erat-erat. Kesal, kecewa, marah, sedih, semua perasaan itu campur aduk bak gado-gado tetangga Haruna yang rasanya enak banget//plak (ini beneran, gw sampe ketagihan//dirajam readers)
"Kuso!"
Brak
Itona menendang meja yang berada di depan toko. Dirinya pun tersadar akan apa yang telah ia lakukan barusan. Ia berdecih kemudian melangkahkan kakinya, pulang ke rumah.
"Kau bukan siapa-siapanya, Itona. Kau tidak berhak memarahinya bahkan membencinya."
Winter, 7 tahun kemudian
(Anggep aja umur mereka sebelumnya 16-17 tahun yak)
Salju di jalanan semakin menebal akibat badai salju yang terjadi kemarin. Tak ada seorang pun yang pergi keluar rumah karena dinginnya udara. Mereka lebih memilih di rumah dengan penghangat ruangan dan perapian mereka. Namun tidak bagi seorang pemuda surai perak ini. Dia tengah asik berjalan-jalan entah kemana sembari memandangi kristal-kristal putih yang berjatuhan.
"Ah!"
"Hihihihi, nee-chan kena!"
"Waahh kau sudah berani membangunkan monster salju, Aika. Monster ini akan menyerangmu grwaaa!"
"Kyaa! Jangan kejar aku wahai monster salju!"
Pemuda itu, Itona Horibe tengah memandangi dua orang yang sedang bermain lempar-lemparan salju. Terlihat seorang gadis dewasa yang tengah mengejar gadis cilik bersurai cokelat sambil membawa bola-bola salju. Itona yang melihat itu hanya tersenyum tipis. (Masih bingung penggunaan yang tepat kata gadis dan wanita)
"Awas kau, Aika!"
Syutt
Lemparan salju dari gadis itu meleset dan mengenai wajah mulush Itona. Itona dengan tampang kalemnya segera membersihkan wajahnya dari salju.
"Gomenasai, aku tak sengaja," gadis itu segera membungkuk meminta maaf.
"Iie, daijoubu desu," Itona segera menjawab.
"(L/n)/ Horibe-kun?!"
Keduanya saling menatap satu sama lain. Wajah mereka terlihat sangat terkejut. Apalagi (y/n). Iris (e/c) melihat Itona dari atas sampai bawah kemudian dari bawah sampai ke atas.
"Kau tambah tinggi ya, Horibe-kun," komen (y/n) sambil terkekeh geli. Ayolah (y/n) dari sekian banyaknya kata pujian, kenapa kau memilih yang itu?
Itona memutar bola matanya, "Ya kau juga...."
(Y/n) tersenyum lebar.
"Tetap pendek."
(Y/n) pun cemberut.
"Dia siapa?" Tanya Itona sambil menunjuk gadis kecil yang bersembunyi di belakang (y/n).
"Oh, dia keponakanku. Ayo, perkenalkan dirimu," ujar (y/n) dan mendorong perlahan Aika untuk keluar dari tempatnya bersembunyi.
"Aika (l/n) desu, yoroshiku onegaishimasu."
Itona mengangguk-angguk, "Itona Horibe," ia pun berjongkok, menyamakan tingginya dengan Aika. "Ne, Aika-chan. Bolehkah kakak meminjam onee-sanmu ini dulu?"
"Hei, perbaiki dulu kata-katamu!"
Aika memiringkan kepalanya, bingung. Tak lama kemudian ia mengangguk. "Hai, nii-chan! Aika mau bermain lagi ya, Jaa!"
Aika pun meninggalkan mereka berdua. Canggung. Situasi ni sangatlah canggung. Tidak ada yang membuka percakapan.
"(L/n)."
"Hai?"
"Tidak jadi."
"Hee? Jangan buat aku penasaran, Horibe-kun. Cepat katakan saja," (y/n) menarik-narik tangan Itona hingga sang empunya ikut terhuyung-huyung.
"Iya-iya. Hentikan itu, kepalaku pusing!"
"Hai hai."
"Seharusnya aku mengatakan ini 7 tahun yang lalu, tepat di saat musim dingin seperti sekarang. Namun kau malah pergi tanpa bilang-bilang---"
"Gomenasai, aku tidak punya waktu untuk memberitahumu dulu, Horibe-kun. Aku saja tidak tahu rumah dan nomermu."
"Iya-iya, itu juga salahku jadi berhentilah meminta maaf. (L/n), aku akan mengatakan sekali saja."
Itona menoleh ke (y/n). Ditatapnya iris (e/c) indah milik gadis di depannya. Itona pun tersenyum lembut ke arahnya. Ini bukan senyuman tipis ya, catat itu.
(Y/n) terdiam. Sebentar saja, walau hanya sebentar Itona tersenyum seperti itu, tetap saja (y/n) terpesona. Dirinya tak menyangka Itona dapat tersenyum setulus itu.
"Suki da."
"He?"
(Y/n) mengerjapkan matanya berulang-ulang. Masih loading, otaknya lemot kalau masalah begituan.
(Gak dapet pictnya jadi bayangin sendiri ye)
Mata (y/n) terbelalak. Untuk pertama kalinya, pemuda surai perak itu tersenyum lebar ke arahnya. Apalagi ditambah rona merah tipis di pipinya hingga membuat gadis itu memerah padam.
"Aika-chan! Kakak ikut main ya!" Itona pun langsung melenggang pergi menuju Aika, meninggalkan (y/n) yang masih terdiam membeku di tempat.
(Y/n) menggeleng-gelengkan kepalanya, "Horibe-kun, apa maksudmu tadi! Hei!"
Itona seperti biasa, menulikan pendengarannya dan tetap bermain salju bersama Aika.
"Jangan abaikan aku!"
"Argh!"
"Itona-kun!"
Merasa terpanggil, apalagi untuk pertama kalinya gadis yang ia cintai memanggil dengan nama kecilnya. Ia menoleh sebentar kemudian tersenyum.
(Y/n) mendadak bagaikan terkena serangan jantung, "Jangan hanya senyum, Itona-kun!"
"Lihat, Aika. Onee-sanmu menggila."
Aika cuma ngangguk-ngangguk, "Iya nii-san, sudah biasa."
"Jangan abaikan aku!"
"Pfft."
"Itona-kun!"
Fin
.
.
(A/N)
He? Fin-nya ga elit amat dah
Hueee Itona OOC banget T^T seharusnya shotaku yang satu ini polos-polos gimana gitu tapi apa daya dirikoeh tak bisa mengabulkannya T∆T
Maapin daku yaa Akai_Tokise1441
Semoga suka ama ceritanya :')
Next Insya Allah Kuroko Tetsuya, Akashi Seijuro, atau Natsu Dragneel.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro