
A Cat [Aikawa Mafuyu]
Special chapter for WiwidFidya req yang dari Mr. & Mrs. Dragneel kutaruh di sini
Dipertemukan hanya karena menolong seekor kucing yang terbuang?
"Sebuah takdir memang misterius, ya?"
.
.
.
A Cat
[Aikawa Mafuyu x reader]
.
.
Bulan November, bulan musim gugur di mana dedaunan berwarna kuning kecoklatan menghiasi seluruh jalanan. Apalagi jika ditambah dengan cerahnya langit biru bersih tanpa awan. Angin musim gugur yang tak sedingin angin musim dingin, begitu menyejukkan ketika menerpa kulit. Yap, begitulah suasana musim gugur di Tokyo.
Saat ini semua orang di Tokyo tengah sibuk mengurus pekerjaan mereka masing-masing. Ya, waktu tak bisa dibeli dengan uang. Maka dari itu mereka tak akan menyia-nyiakan waktu mereka untuk hal yang kurang penting. Mereka akan sebisa mungkin menggunakan waktu mereka untuk melakukan pekerjaan apapun. Namun, sebaliknya....
Seorang pemuda tengah menikmati hari Minggunya dengan bermalas-malasan di rumah. Iris merahnya menerawang langit-langit kamar dengan tatapan malas. Jenuh. Ia bosan. Ingin jalan-jalan namun tak ada yang bisa ia ajak.
Pemuda itu menghela napas panjang dan memejamkan matanya bersiap untuk terlelap.
Tok tok tok
Suara pintu kamarnya berbunyi, membuat dirinya membuka matanya dengan berat hati. Ditolehkan kepalanya ke arah pintu kamar berwarna putih, "Yaa?" Sahutnya dari dalam kamar.
"Ne Mafu-kun, bisakah tolong ibu untuk membeli beberapa keperluan?" Tanya sang ibu dari balik pintu.
"Ya, aku akan keluar," sahut pemuda itu balik.
Dia adalah Aikawa Mafuyu, seorang mahasiswa yang memiliki talenta di bidang musik. Dirinya masih belum terkenal seperti pemusik-pemusik lainnya. Toh dia bermain solo, hanya sebatas mengcover lagu, tidak ikut band mana pun atau bahkan bekerja sama dengan sesama pemusik. Apalagi jurusan yang ia pilih bukanlah seni musik.
Oke, balik ke cerita.
Perlahan ia bangkit dari tempat tidurnya, melawan gaya gravitasi yang selalu ingin menariknya kembali. Diambilnya jaket hoodie hitam yang tergantung di almari pakaiannya. Dengan cepat ia segera berjalan keluar dari kamar-menuju ke dapur.
"Keperluan apa Ma?" Tanya Mafu.
Sang ibu berbalik menghadapnya. Ia mengambil secarik kertas yang tersimpan di saku celananya dan menyerahkannya pada Mafu.
"Biasa, keperluan memasak. Untuk kembaliannya boleh kau pakai beli camilan atau yang lain," jelas sang ibu lalu kembali dengan aktivitasnya.
Mafu mengendikkan bahu kemudian segera pergi ke minimarket terdekat.
Skip~
Setelah membeli beberapa keperluan ibunya, ia pun bergegas pulang. Namun, ketika sampai di perumahan miliknya, ia melihat seekor kucing yang mungkin masih berumur 2-3 tahun tepat di depan sebuah rumah tak berpenghuni.
Ditatapnya kucing itu lama. Kucing itu sadar akan kehadirannya, ia berjalan mendekatinya dan mengeong seolah-olah ingin mengajak bicara pemuda yang berdiri di depannya.
Mafu menggeleng pelan kemudian mengeluarkan sekaleng ikan sarden dari kantung plastik belanjanya. Dibukalah kaleng itu dan memberikannya pada kucing tersebut.
"Makanlah."
Seakan tahu apa yang Mafu katakan, kucing itu perlahan mulai mendekati kaleng sarden itu. Ia mengendusnya sebentar lalu memakannya dengan lahap. Mafu yang melihatnya hanya menarik kedua ujung bibirnya ke atas, membentuk sebuah kurva.
Tangannya reflek mengelus bulu sang kucing, "Makan yang banyak ya. Aku tahu kau kelaparan. Maaf, aku tak dapat membawamu ke rumah, ibuku alergi terhadap bulu kucing," jelasnya pada kucing tersebut dengan tatapan sendu.
"Jangan khawatir, aku akan membawakanmu makanan setiap hari," ujarnya lagi.
"Meooww~" kucing itu mengeong seolah-olah setuju dengan perkataan Mafu hingga membuat Mafu sendiri terkekeh geli.
"Ya sudah ya. Aku pulang dulu, ibu pasti mencariku."
Ia langkahkan kakinya meninggalkan kucing kecil yang sedang menyantap makanannya. Kucing itu mengeong lagi seperti mengucapkan kata sampai jumpa.
•••
"Mafu, kau ada kelas nanti?" Tanya pemuda surai biru laut, Soraru.
"Um, tidak," jawab Mafu tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca.
"Ada waktu? Aku dan Shake-"
"Tidak."
Belum menyelesaikan perkataannya, sang pemilik surai perak itu langsung menolaknya. "Aku ada perlu," jawab Mafu.
Diambilnya ransel cokelat tua miliknya. Ia berbalik sebentar menatap teman seperjurusannya, menunduk singkat dan pergi meninggalkan kelas.
"Ah, sudah 1 tahun lamanya dan aku belum bisa akrab dengannya," gumam Soraru tersenyum masam.
Mafu mengayuh sepeda gunungnya melewati ramainya kota Tokyo. Ia berhenti sejenak sambil memandangi sebuah toko peliharaan. Sekilas senyum di bibirnya mulai tampak walau hanya senyuman tipis. Dituntunlah sepedanya ke tempat parkir toko peliharaan itu.
Srak srak
Suara gesekan dari kantung plastik yang ia bawa. Ia mempercepat kayuhan sepedanya menuju tempat kucing kecil itu berada.
Tak lama kemudian, sampailah dia di tempat yang ia kunjungi kemarin. Terlihat seekor kucing yang senantiasa menunggu dirinya di sana. Seulas senyum ia berikan padanya. Ia langkahkan kakinya mendekati hewan manis tersebut, mengelus kepalanya, dan memberi dia makan.
Hanya sebuah tindakan kecil namun dapat membuat hatinya menghangat. Ia terkekeh pelan akibat kelakuan manis yang diberikan si kucing.
"Hahaha, jangan jilati jariku."
Si kucing hanya mengeong dan menghentikan aktivitasnya.
"Aku akan kembali, besok." Janjinya.
Setiap hari, setiap sore, Mafu meluangkan waktunya hanya untuk memberi makan kucing manis itu bahkan sekali-kali bermain dengannya. Hingga tiba saatnya ia harus benar-benar fokus pada kuliahnya. Tak ada waktu. Tak sempat. Ya, kalian pikir setelah menempuh SMA dan melanjutkan pendidikannya ke universitas akan semudah itu? Ia harus melakukan praktikum, menyusun makalah, terkadang ia harus membuat bahan presentasi tentang materi yang ia bawa, menulis laporan, dan masih banyak lagi.
Musim gugur telah berganti, kristal-kristal putih sudah menghiasi jalanan bahkan sudah menutupi beberapa tumbuhan dan atap. Kini pemuda itu teringat kembali akan kucing kecil yang ia rawat. Dengan langkah cepat ia menuju tempat si kucing. Ia eratkan syal miliknya dan terus melangkah. Namun, nasib baik sedang tidak memihaknya.
Dirinya sama sekali tak menemukan hewan tersebut. Ia tolehkan kepalanya ke sekitar tempat itu. Nihil. Tidak ada satu pun kucing di sana. Hanya terdapat benda putih yang menutupi tempat tersebut.
Menyesal. Ia menyesal tidak pernah menjenguknya. Apakah dia sudah tiada? Entahlah, ia tidak ingin berpikir seperti itu.
"Are?"
Mafu tersentak. Ia menoleh ke seseorang yang berdiri di belakangnya.
Seorang gadis bersurai (h/c) (h/l) sedang berdiri tepat di belakangnya. Raut wajahnya mengisyaratkan kebingungan. Iris (e/c) menatap Mafu dari atas sampai ke bawah.
"Kenapa?" Tanya Mafu sedikit risih.
"Seharusnya saya yang bertanya, sedang apa anda di depan gerbang rumah saya?" Tanya sang gadis sembari mengernyitkan dahi.
"Tidak ada," jawab Mafu.
"Ouh begitu, seorang stalker yang berpura-pura karena terciduk sang pemilik rumah," sarkas sang gadis.
Mafu tertawa kaku, "Bukan begitu, Nona. Saya hanya mencari hewan peliharaan saya," ujarnya membenarkan perkataan sang gadis.
Gadis itu mengangguk paham dan berjalan melewatinya, "Seharusnya Anda tidak melupakannya. Kau tahu, dia selalu menunggu anda di tempat ini," gumam gadis itu namun dapat terdengar sampai telinga Mafu.
Mafu membelalakkan matanya dan spontan menatap gadis itu.
'Apa yang barusan ia katakan?'
"Permisi," ujar sang gadis.
Gadis itu memasuki gerbang rumahnya. Baru saja ia melangkah masuk dan sudah disambut seekor kucing yang langsung menarik perhatian pemuda surai perak itu.
"Loh, itu kan?"
Tanpa sadar seekor kucing telah mempertemukan mereka berdua. Entah bagaimana caranya, takdir itu sungguh misterius.
"Hei! Jangan memperhatikan kami terus, dasar penguntit!"
Mafu seketika tersadar. Dirinya langsung tergugup dan gelagapan.
"Etto... Aduh...."
Gadis itu menghela napas dan tersenyum lembut, "Kau mau bertemu dengannya kan?" Gadis itu mengangkat kucing kecil yang sedaritadi berada di gendongannya.
Wajah Mafu bersemu merah dan segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Kalau tidak mau ya sudah. Yuk, kita masuk saja, Rova. Pemilikmu malu-malu ternyata dan lagipula udara di luar semakin dingin," gadis itu berbicara pada kucing yang ia bawa. Ia berbalik dan bersiap memasuki rumah yang tergolong besar.
"Eh tunggu!"
Gadis itu berhenti melangkah dan berbalik lagi menatap pemuda surai perak yang masih senantiasa berdiri di depan gerbang.
"Hm?"
Mafu berdehem, "Yah sebenarnya...."
"Cepatlah atau kutinggal," ancam sang gadis dengan tatapan tajam.
"I-izinkan aku bertemu dengannya," ujar Mafu menunduk malu.
Gadis itu tersenyum puas dan berjalan membukakan gerbang untuknya. "Douzo. Cepatlah masuk, di luar dingin!" Pinta sang gadis.
Mafu mengangguk, "Terima kasih!"
Abaikan tangannya :'v
.
.
Omake
Mafu dan gadis surai (h/c) itu duduk bersama di sofa berwarna (f/c). Ditemani secangkir cokelat hangat dan menyaksikan secara langsung butiran salju yang perlahan turun dari balik kaca jendela.
"Ngomong-ngomong, kau tahu darimana kalau aku sering mengunjungi kucing ini?"
Gadis itu menyeruput cokelat hangat miliknya, "Kau tahu. Sebelum membeli rumah ini, aku terus melihatmu mengunjunginya untuk sekadar memberinya makan."
'Pantas saja aku merasa selalu diperhatikan. Kukira penunggu rumah kosong ini.'
"Kalau boleh tahu, siapa namamu?"
Gadis itu tersenyum tipis, "(fullname)."
Fin
.
.
(A/N)
Makasih untuk WiwidFidya yang selalu mendukung saya selama ini😭😭
Maaf kalo ceritanya jelek😭💕💕
Maaf kalo Mafu OOC. Jujur, aku kurang paham sama karakternya
Next... Masih kurang tahu :v
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro