Suaramu masih terdengar jelas.
Meski dirimu kini telah tiada.
Bayang-bayangmu yang berjalan disampingku masih terlukis jelas di lensaku.

Senyum penampak gigi runcing itu.
Ah, aku masih saja tak bisa melupakan sensasinya yang pernah menusuk kulitku kala tubuh bersatu.

Suhu hangatmu masih disana.
Disana, sebelum semua sirna di tanah dunia.

Kepalamu yang dulu bersandar di pundak. Kala itu bersandar di pangkuan.
Ucapan selamat tinggal tak terucap jelas, senyum khas pemburam pandangku pada dunia.

Hey, sudah berapa lama setelah hari kepergianmu?
Hari dimana genggaman tangan kita tak lagi bersama.
Hari dimana peyong yakisoba kusantap seorang saja.

Kini aku berdiri,
Tanpa dirimu yang terus menghampiri.

Kini aku berdiri,
Di depan panggung, bersiap dengan alat musik untuk konser kecil hari ini.

Bayangmu terus menghalang.

Senyummu..

Suaramu..

Sentuh dan hangatmu...

Ah, apa ini yang namanya gagal melupakan seseorang?
Yang dulunya saling mencintai.
Menghadapi hari seraya bermimpi masa depan apa yang menanti.

Tirai panggung terangkat perlahan.
Menunjukkan keberadaanku pada audiens yang tengah menunggu band kecil giliran kedua hari ini.

Pemain bass menepuk pundakku.
Memecah lamunan nostalgia tentangmu.
Menyuruhku fokus untuk konser hari ini.

Hela nafas keluar dari bibir,
menguap di udara.

Kala hati yang kini sendiri, siap menghadapi hari. Senar gitar kupetik.

Meski melodi terdengar begitu riang.
Meski lampu panggung tampak begitu terang.
Meski teriakan audiens tak luput dari kata senang.

Meski begitu...

Meski begitu..

Aku mengharapkan sosokmu tersenyum diantara mereka.

Menatapku bangga.
Memelukku setelah konser usai.
Mengusap kepalaku lembut dan berkata bahwa aku sudah melakukan semua sebaik mungkin.

Tapi dimana dirimu?
Realita melawan kembali, memecah ilusi yang kuciptakan sendiri.

Secarik lagu untukmu.
Lurus kearahmu.
Yang kini tak lagi disampingku.

🎸🎸The end🎸🎸

Chifuyu pict edited poorly with adobe photohop.
Thanks for reading my first dribble :)

🚙₌₃ Menuju kematian Bajigur