Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Warten

Setiap malam, nenek akan menceritakan kisah tentang "Pertemuan Langit dan Laut"-persahabatan antara Burung Laut dengan Putri Duyung-sebelum aku lelap menuju alam mimpi. Dongeng pengantar tidur itu bagaikan cerita wajib yang harus disampaikan oleh beliau. Suaranya ketika bercerita membuat telingaku tak pernah bosan untuk menyimak.

"Ijinkan kami bernyanyi petualang yang paling berani," ucapnya memulai cerita.
Punggungnya bersandar pada kepala kasur dengan dilapisi bantal. Tangan keriput nenek mengelus rambutku lembut. Sementara, diriku berbaring nyaman dengan selimut yang memeluk tubuh hingga dada. Mata perlahan menutup, merasakan hangatnya telapak tangan beliau. Telingaku masih setia menyimak walaupun aku sudah hafal dengan baik akhir dari ceritanya.

Dikisahkan, seekor burung laut bernama Fleur menaiki angin dan embun, menyeberangi laut dan darat. Sayapnya mengepak kuat menuju Selatan. Ia berpamitan dengan putri duyung-Alisa-sahabat terbaiknya. Berjanji akan kembali dan membagi kisah pengembaraan di tahun yang akan mendatang.

Nyanyian pilu mengiringi kepergiannya. Dada Fleur menyempit, tak tega meninggalkan sang sahabat dalam penantian. Namun, tekad kuat meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Bentangan samudra dan daratan ada di depan mata. Di tengah penjelajahan, mata Fleur tajam mengamati keindahan yang belum pernah dilihat. Beberapa burung berkicau bercerita cerita dunia, telinganya mendengarkan dengan baik. Pancaran kebahagian mengilat di balik tatapan itu.

Menembus badai dan menyerap terik matahari, Fleur terus mengepakkan sayap tanpa kenal lelah. Sesekali ia akan berhenti di pelabuhan yang nampak. Memakan ikan hasil capitan paruhnya, atau bertengger pada penyangga layar kapal pelaut untuk sekadar mengisi ulang tenaga.

"Kita berhenti dahulu di labuhan terdekat. Sepertinya badai akan datang!" perintah seseorang di bawah sana.

Fleur memperhatikan. Mungkinkah, dia adalah kapten di kapal ini? Perawakannya berbeda dari kapten pelaut yang ia temui beberapa waktu lalu. Para awaknya pun terlihat bersih dan rapi-kebanyakan awak kapal berwajah sangar dan bau amis menguar dari tubuh mereka. Mata tajamnya menelusuri kegiatan di geladak utama kapal, apa mereka benar-benar pelaut? Dilihat dari arahnya, mereka menuju Utara. Beberapa awak menaikkan layar-layar ketika mendekati labuhan. Seiring dengan melajunya kapal, burung laut itu membentangkan sayap, ia berharap badainya tidak seganas minggu lalu.

***

Suara nyanyian mengalun lembut. Burung-burung camar memakan kudapannya dengan lahap. Laut yang begitu tenang, diiringi deburan ombak pada batu karang. Suara mengalun terdengar seperti harapan. Doa-doa kebaikan terselip pada setiap lirik. Sejenak, ia menghentikan lantunannya. Angin laut berhembus membuat laut bergejolak. Segerombolan burung membubarkan diri meninggalkan menu makan siang mereka.

"Badai menuju Selatan," ucapnya pilu.

Matanya menatap langit, mengeratkan kedua telapak tangan di depan dada. Rasa khawatir kembali menyelimuti.

"Dia akan baik-baik saja." Seekor burung pelikan datang menghampiri.

Ia menghela nafas. Bagaimana kabar sahabatnya? Apa ada sesuatu yang menghalangi perjalanan Fleur? Apakah dia tetap dalam keadaan sehat? Pertanyaan itu selalu berputar di kepala Alisa.

"Aku percaya padanya. Tapi, hatiku tak pernah berhenti risau." Tatapannya mengembun, satu tetes air mata jatuh menimpa laut dengan hujan turut mengiringi.

Petir menyambar saling bersahutan, hujan deras dibawa angin kencang, ombak-ombak mulai meninggi. Sayap Fleur mengepak menembus badai. Awan cumulonimbus tepat beberapa meter di belakangnya. Ia tidak boleh menyerah sekarang. Tak ada tempat untuk singgah. Tidak ada jalan lain, ia harus tetap melanjutkan penerbangan. Sayapnya mulai terasa berat karena dingin yang menyergap.

Rasa kantuk mulai menghampiri. Celaka, hypothermia menyerangnya. Ia melawan dengan tetap mengepakkan sayap. Di ujung samudra ini adalah daratan Selatan. Dia memberi cahaya untuk mermaid di laut. Jika ia kalah sekarang, tidak akan ada cerita untuk Alisa. Sahabatnya sudah menunggu, janji untuk kembali harus ditepati.

Sorot matanya meredup. "Maafkan aku," ujarnya lirih.

Perlahan kepakan itu melemah, kesadarannya mulai menghilang. Pusaran angin membawa tubuhnya terbang tinggi, tepelanting di udara hingga membentur batu karang cukup keras. Ombak mendebur membawanya terombang-ambing di lautan. Bagai bangkai segar ditinggal pemangsa, badan mungil itu terapung dibawa gelombang air.

Alisa mengusap air mata di pipinya. "Aku harus pergi. Akan kujemput ia pulang," tegasnya kemudian.

"Jangan sembarangan. Jika manusia melihatmu kau akan berakhir," larang Quick si burung pelikan.

Benar. Manusia adalah makhluk yang harus dihindari. Tapi, bisa saja Alisa berenang dalam lautan tanpa muncul ke permukaan. Namun, itu bukan solusi, sudah banyak alat yang diciptakan untuk menyelam. Ada kemungkinan ia bertemu manusia di dalam lautan.

"Cepatlah kembali, aku menunggu." Angin meniup membawa pesan pada sang Pengembara.

***

Badai kemarin Sangat kencang. Bahkan kapal yang diam di tepi labuhan pun ikut dirusaknya. Para awak kapal memasang tampang masam melihat kondisi kapal. Menambah pekerjaan saja.

"Kusarankan untuk melanjutkan perjalanan esok pagi. Kerusakan kapal karena badai kemarin cukup parah." Dua orang terlihat berdiri di geladak bagian depan. Memperhatikan para awak yang berlalu-lalang.

Ia hanya mengangguk setuju. Angin menerpa wajah tampannya. Terdengar suara nyanyian pilu. Memastikan tidak ada yang salah dengan telinganya, ia kembali memejamkan mata, meresapi tiap hembusan angin. Masih beberapa kilometer lagi menuju Utara. Namun, sudah jelas suara itu berasal dari arah sana. Apa mungkin angin yang membawa lantunan tersebut? Suara itu terdengar seperti lagu kesedihan.

"Apa kau mendengarnya?" tanyanya kemudian.

"Mendengar apa?" Lawan bicara memandang dengan wajah bingung.
"Ada yang bernyanyi," Ucapnya. "Kau yakin tidak mendengarnya?" tanyanya kembali.

"Ah, mungkin itu suara mermaid," jawabnya asal.

Hening melingkupi. Pendengarannya masih terfokus pada suara lembut yang dibawa hembusan angin. Sulit dipercaya tapi suaranya benar-benar indah.

"Bukankah mereka hanya mitos?" Muncul kembali pertanyaan di kepalanya.

Pagi ini, langit menampakkan keindahan begitu menakjubkan. Biru cerah dihiasi awan putih dibeberapa titik membuat siapapun tak akan bosan memandang ke atas sana. Semua terlihat seperti baru, badai benar-benar menyapu bersih penghalang di sekitarnya. Segerombolan burung camar menyantap sarapan ikan segar pagi ini. Tak mau ketinggalan, beberapa burung pelikan mengisi paruh mereka hingga menggelembung. Jangan membenci badai, lihatlah beberapa keberkahan yang mereka tingalkan.

Desiran ombak menambah kenikmatan pagi ini. Angin segar turut melengkapi. Anak-anak berlarian di tepi pantai. Para orang tua mengawasi sambil memperbaiki perahu yang bocor.

"Lihat, seekor burung!" seru salah satu dari tiga anak yang sedang berlari.

Serontak mereka mendekati objek. Burung itu terlihat tidak baik: bulunya rusak dan rontok. Sepertinya mati tersapu badai kemarin. Satu anak mengetuk-ketuk menggunakan ranting yang ia dapat entah dari mana.

"Hentikan Frank! Lihat, badannya sedikit bergerak," tunjuknya menyadari sesuatu.

"Ayo, bawa burungnya pada kak Maria," ajaknya kemudian.

Anak-anak itu pergi menuju suatu tempat, meninggalkan pantai setelah berpamitan pada orang tua mereka.

***

Musim berganti, penantian tak pernah berhenti. Alisa masih berharap bahwa Fleur akan kembali. Musim semi akan berakhir, dia berjanji akan pulang pada musim panas. Namun, dua musim terlewati sahabatnya tak kunjung kembali. Tidak mungkin Fleur lupa jalan pulang. Kekhawatiran semakin menyelimuti. Sudah pasti terjadi sesuatu padanya. Ia bertanya pada burung-burung yang bermigrasi setiap tahun. Di antara mereka tak ada yang bertemu dengan Fleur dalam perjalanan ataupun tempat persinggahan.

"Quick mungkinkah ia-"

"Jangan berperasangka aneh-aneh. Tunggu saja, aku yakin ia akan kembali. Hanya saja sedikit terlambat," tampiknya memotong perkataan Alisa.

Lagi Alisa menyanyikan lagu harapan yang penuh dengan kesedihan. Para burung di atas karang dan lumba-lumba yang muncul di permukaan, mendengarkan dengan tenang. Suaranya kembali dibawa angin menuju Selatan, berharap yang dinanti segera pulang.
Lautan terlihat begitu lenggang: langit cerah, angin pun bertiup cukup wajar.

Kapal pelaut nampak mendekati daratan Utara. Seiring berjalannya waktu, pulau itu banyak dikunjungi orang-orang asing. Ada yang bilang seseorang pernah melihat putri duyung. Adapula yang berpendapat cerita itu hanya mengada-ada saja. Namun, di samping cerita simpang-siur, daratan Utara menyimpan sejuta pesona yang memanjakan mata. Siapapun akan langsung jatuh cinta pada tempat ini.

"Dengar, suara itu mengalun kembali," ucapnya berlari keluar menuju geladak utama.

"Sepertinya kau benar-benar dihipnotis, ini kali ketiga berlayar menuju Utara. Tak pernah kita mendapatkan hasil apapun, kecuali pemandangan yang berubah-ubah," pungkas kawannya.

"Jack, apa putri duyung itu benar-benar ada?" Ia menghadap sahabat setianya.

"Tergantung, kau percaya atau tidak dengan keberadaan mereka," jawabnya santai.

Angin meniup halus helaian rambut mereka. "Dengarkan aku Hans, kau akan menikah. Hentikan segala rasa penasaranmu saat ini juga. Ada yang menunggumu di rumah." Nasehat Jack sebelum meninggalkannya sendiri.

Hans menutup mata, merasakan angin yang terus menerpa wajahnya. Ia tak pernah menampik, bahwa dirinya hanyalah laki-laki pengecut yang berlari dari kenyataan. Dia membenci orang-orang yang selalu mengatur kehidupan peribadinya.

"Sialan," gumamnya. Perlahan mata coklat itu menampakkan diri.

Burung-burung terbang menghiasi langit. Alisa masih setia menunggu kedatangan sahabatnya. Matahari semakin terik menyengat kulit. Nyanyiannya tak pernah berhenti. Dimanakah gerangan sahabatnya berada?

"Alisa kau harus kembali, kulihat satu kapal menuju kemari," seru burung camar menghampirinya.

Ia menghela nafas. "Beritahu aku jika Fleur kembali," pintanya sebelum masuk ke dalam air.

Mata Hans membulat terkejut. Ia tak salah lihat, itu putri duyung yang dicarinya selama ini. Jarak pandang cukup jauh mengundang sedikit keraguan di benaknya.

***

Malam datang bersama dinginnya tiupan angin. Terang rembulan menyampaikan kehampaan. Burung yang kesepian dan rindu akan laut lepas. Teringat janji yang yang belum ditepati hingga kini. Musim panas ketiga telah datang. Namun, ia masih tak tahu kapan akan pulang. Mawar menggambarkan rasa rindunya, mekar sempurna diterangi gemerlap bintang.

"Tunggulah, aku akan pulang," pintanya menatap bulan dan bintang.

Sang Putri kembali menyanyikan lagu tentang persahabatannya. Di bawah cahaya bulan dan gemerlap bintang. Ia masih berharap sahabatnya akan kembali. Angin malam menusuk hingga ke tulang. Menghujam rindu yang perkepanjangan,
Waktu semakin larut, alam mulai menyepi. Ombak menjadi alunan pengantar tidur. Mata yang siap terpejam kembali terbuka. Suara lembut itu kembali mengusik indera pendengarannya. Nyanyian yang sama, lirik penuh kesedihan diiringi harapan.

Langkah kakinya cepat mengikuti sumber suara. Memijaki batu karang, mengacuhkan dinginnya ombak yang menghantam. Suaranya semakin dekat. Di balik karang besar, ia menemukan apa yang dicari selama ini. Matanya bersinar takjub.

"Manusia!" seru seekor lumba-lumba.

Alisa terlonjak, menghentikan nyanyiannya. Segera mungkin memasuki air. Seseorang ikut menceburkan diri. Jangan sampai kehilangan lagi. Ia terus berenang menelusuri dalamnya lautan. Namun, keterbatasan oksigen dalam paru-paru menghambatnya ditambah dingin air laut membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Ia akan mati, aku harus menolongnya," tutur Alisa.

Ia berenang mendekati seseorang yang berusaha menggapai permukaan, kemudian dipangkunya menuju daratan. Dirinya masih tak percaya, dalam rengkuhan kini adalah manusia, makhluk yang selalu ia hindari selama ini.

***

Hari kembali berganti. Kicauan burung menyapa, terbang hilir-mudik menghiasi indahnya bentangan mega di atas hamparan samudra. Satu ekor burung berdiri di dalam sangkar. Menatap pilu pada luasnya lautan.

"Laut yang biru wahai teman, tak tahu kapan bisa bertemu lagi denganmu," ungkapnya penuh kesedihan.

Mawar yang mekar semalam mulai layu seiring teriknya sinar mentari. Ia harus pulang sebelum kelopak bunga berjatuhan. Dia mencoba kembali mengepak-kepak sayap. Rasanya lebih baik dari sebelumnya. Keyakinan memenuhi hatinya. Dia siap untuk pulang.

"Kau terlihat semakin baik. Sepertinya akan ada yang meninggalkanku sebentar lagi," ujarnya mengeluarkan burung dari dalam sangkar.

Ia memangku burung tersebut. Membawanya ke tepi pantai dengan setangkai mawar dalam genggaman. Burung dalam pangkuannya menatap hamparan laut dengan bahagia. Gadis itu menurunkan burungnya di atas pasir.

"Pulanglah, sampaikan salamku pada sahabatmu," pintanya dengan memberikan setangkai mawar.

Burung itu mencapit tangkainya, mulai mengepakkan sayap meninggalkan daratan Selatan. Ia menatap kepergian sang Burung. Matanya menyendu, mengingat seseorang yang masih dinanti.

"Apa ia akan pulang?" Suaranya tenggelam oleh deburan ombak.

Janjinya sebentar lagi akan terpenuhi. Kepalanya sudah sesak dengan cerita perjalanannya untuk Alisa. Kepakan sayapnya semakin menguat, membawanya terbang semakin cepat. Matanya kembali memperhatikan sekitar. Sudah lama sekali, ia merindukan suasana damai ini. Kapal berlayar menuju arah yang berlawanan dengannya. Teringat sesuatu, Fleur seperti pernah melihat kapal itu. Sudahlah, ayo cepat kembali. Sahabatmu sedang menanti.

"Hans lihat! Burung itu membawa... mawar?" tunjuknya tak yakin.

Yang diajak bicara tak menanggapi. Masih segar dalam ingatannya tentang kejadian yang lalu. Tidak percaya bahwa ia masih hidup. Rasa penasaran membunuh akal sehatnya hingga nekad terjun ke dalam lautan. Dia tak akan lupa bagaimana mermaid itu menyelamatkannya. Walau tak banyak bicara, pertemuan singkat itu begitu berharga.

"Alisa," gumamnya tanpa sadar.
Jack menangkap sesuatu. Sahabatnya terlihat aneh semenjak ia temukan pagi buta di tepi pantai.

"Jack, sudah kuputuskan. Pernikahan itu, aku tidak akan lari," katanya melenggang memasuki kabin.

Manusia mampu berubah hanya dalam satu malam. Kata-kata itu benar adanya, Jack mentap punggung sahabatnya penuh tanya. Ia berpikir, mungkin Hans terbentur batu karang cukup keras.

Lantunan lembut kembali mengiri hempasan ombak. Terduduk di atas karang, ia masih menanti. Matanya memejam, memanjatkan doa seiring dengan harapan yang tak pernah terlewati. Dia merasakan sesuatu terjatuh di atas siripnya. Menatap lekat bunga mawar dalam pangkuan. Air matanya metes mengenai bunga yang hampir mati.

"Lama sekali, apa perjalanannya begitu jauh?" tanyanya penuh haru.

Sahabatnya telah kembali. Penghuni laut dan daratan bersorak bahagia, menyambut kepulangan seekor burung yang nampak beranjak dewasa. Alisa tersenyum simpul, mendekap sahabatnya dalam pelukan hangat. Fleur tidak pernah melupakan janjinya.

Waktu berlalu begitu cepat. Namun, lautan selalu menerima langit bagaimanapun keadaannya. Kuhirup sejuknya udara pagi hari. Angin meniup lembut helaian rambutku. Hamparan samudra dan birunya langit menjadi pemandangan segar setiap paginya. Musim panas akan segera berakhir, cerita baru sudah menanti. Menghembuskan nafas, kuregangkan punggung yang terasa pegal. Seekor burung hinggap di atas pembatas geladak.

Aku tersenyum simpul. "Selamat pagi Fleur, cuaca cukup bagus untuk jalan-jalan?"

***

SELESAI

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro