Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7 - Drive Out of The City

Iskandar Muda termenung di atas sofa ruang kerjanya. Berniat untuk memastikan bahwa Astrid sudah benar-benar pergi dari kantornya, ia malah mendapati sebuah pemandangan dari sebuah kenyataan yang membuat sebagian dari dirinya merasa puas tetapi sebagian lagi merasa bersalah.

Muda menyaksikan semuanya, dari tamparan keras Maryam sampai penghinaan yang di tujukan wanita paruh baya itu pada Astrid.

Seharusnya yang membuat Astrid seperti itu adalah Muda, seharusnya Muda turun tangan langsung dalam memberikan pembalasan yang setimpal untuk wanita super tega yang semalam baru saja menghancurkan hidup seseorang.

Alena..

Bagaimana keadaannya sekarang? dari yang ia dengar tadi sepertinya keadaan Alena jauh dari kata baik-baik saja. dan apa yang seharusnya Muda lakukan sekarang? mendatangi rumahnya? Tetapi berbagai pemikiran menyerangnya.

Apakah memang Alena yang selalu menghancurkan hubungan Mushkin dengan mantan-mantannya?

Jadi, Alena adalah mantan kekasih Mushkin?

Kalau begitu, apa wanita itu masih mencintai adik iparnya?

Kepalanya pening dengan seluruh pemikiran yang menyerangnya.

"Pak?"

Muda menolehkan kepalanya, ah.. sekertarisnya disana.

"Ya?"

"Sebentar lagi ada rapat."

Muda mengangguk. Tetapi sebuah rasa penasaran menggelitik kepalanya. dia menatap sekertarisnya dengan datar, "Kamu mantan si Mushkin kan?"

Sekertarisnya mengangguk.

"Apa dulu kamu putus gara-gara wanita bernama Alena?"

Kali ini sekertarisnya diam. ia tersenyum, "Saya putus karena kami sudah tidak cocok lagi pak. Tapi untuk wanita bernama Alena, saya pernah denger sebelumnya. Dia mantan Mushkin, ya.. dia itu seperti kekasih abadinya Mushkin. kalau pun Mushkin berpacaran dengan siapapun, pada akhirnya tetap kembali padanya."

Jadi begitu ya?

Muda tersenyum miris.

"Kamu boleh pergi." Ucapnya.

Sang sekertaris mengangguk dan segera meninggalkan ruangannya sementara Muda sendiri malah semakin merasakan sakit kepala sekarang.

Alena kekasih abadi Mushkin?

Jangan bercanda! Mushkin sudah menikah dengan adik kesayangannya, dan dari yang Muda tahu.. Alena merupakan sahabat dari adiknya.

Ah, sialan. Sebuah pemikiran jahat malah muncul di kepalanya.

Alena memang baik kan? sekalipun masa lalu nya penghancur hubungan orang lain, tetapi ia bersahabat dengan Icha karena niat baiknya kan?

Astagaa.. berhentilah berprasangka buruk pada orang!

Muda melirik jam tangannya, masih jam sembilan. Ia mempunyai beberapa menit untuk Shalat Dhuha sebelum rapatnya di mulai.

Ia membutuhkan kejernihan pikirannya untuk menjalani rapat.

******

Begitu Maryam kembali ke rumahnya, Alena sudah duduk di ruang tamu dengan kedua koper besarnya.

Maryam mengerutkan keningnya, "Kamu mau kemana sayang?" tanyanya. Yang di tanya hanya tersenyum, "Alena mau ke Bali dulu mom, ada kerjaan disana."

"Bohong. Kamu kesana mau melarikan diri kan?"

Alena terdiam, ia menatap gurat kekhawatiran dalam wajah ibunya.

"Lena bener-bener ada kerjaan kok mom,"

"Kok mendadak?"

"Lena gak tahu."

Maryam mendekati putrinya, "Kamu gak berniat untuk tinggal disana dan ninggalin mami lagi kan?"

Alena terdiam lagi.

Tinggal disana? sepertinya ide yang bagus. Karena Alena harus membiasakan hidup dalam kesendirian lagi.

Tinggal di Bandung membuatnya terlena dan lupa untuk menempatkan dimana seharusnya ia berada, sementara Bali sudah sangat dekat dengan dunia gelapnya yang sunyi dan sepi.

Alena tidak mau terus menerus berharap lebih dan lebih lagi jika terus berada di sini. Mumpung perasaannya belum terlalu dalam, ia harus menghindarinya, bahkan kalau bisa membunuh dengan kejam setiap perasaan yang muncul dalam hatinya.

"Lena.. kalau kamu mau tinggal disana lagi, mami gak akan pernah ijinin kamu."

Alena menatap Maryam, meraih kedua tangan ibunya dan menggenggamnya dengan erat.

"Alena butuh liburan mi, butuh waktu juga."

"Kalau gitu, bawa satu koper aja. jangan dua koper. Mami izinin kamu, asal gak lebih dari dua minggu."

Maryam meraih satu kopernya dan membawanya ke dalam kamar Alena.

Menghela napas panjang, Alena tidak punya pilihan lain lagi.

Ia menghampiri Maryam yang duduk di atas ranjang kamarnya dan memeluknya dengan erat, "Dua bulan ya, mom? Kasih lena waktu satu bulan. Setelah itu Lena janji kalau Lena bakal kembali."

Maryam menggeleng, "Dua minggu."

"Mom.."

"Dua minggu, atau gak sama sekali."

Alena mengerut sedih, "Oke.. satu bulan ya, mom." Ia mencium pipi Maryam dan memeluknya lagi.

"Satu bulan, dan Lena gak akan nawar-nawar lagi. sekalian mau cari pengganti Lena disana mom, kan gak cukup waktu untuk cari manajer baru dalam waktu dua minggu. Lagipula Reno ikut kok mom, katanya mau ajak jalan-jalan Haru sama si kembar dua minggu lagi, nanti mami juga ikut mereka aja, bawa Alena pulang kesini." Ucapnya lirih. Meskipun harapannya adalah orang lain yang membawanya pulang kembali kesini.

Astaga, apa yang ia pikirkan?

******

"Abaaaang.. sini peluk!" Icha merentangkan kedua tangannya ketika Muda masuk ke dalam ruangannya. Kakaknya itu baru selesai rapat, dan Muda tidak pernah menduga akan mendapat kejutan semacam ini.

"Sini. Peluk Icha abaaaaang." Icha menghentakkan kakinya, kesal karena kakaknya tak juga memeluknya. Dengan mengerutkan keningnya, akhirnya Muda memeluk erat adiknya.

"Hm.. Icha kangen sama pelukan abaaang.." Gumam adiknya. Muda tidak menyahuti.

"Abang inget gak? Waktu sebelum Icha nikah, kita bercanda abis-abisan. Disana abang bahagia banget kayaknya. Tapi akhir-akhir ini selera humor abang ilang entah kemana, dan abang malah keliatan ruwet banget. si Astrid itu bikin abang pusing kan? dasar barbie santet. Santet juga lama-lama."

Muda menjauhkan tubuh Icha dan menggetok kepalanya, "Kamu kalau ngomong suka sembarangan." Desisnya.

"Idih, suka-suka kali bang. Mulut juga kan mulut Icha."

Muda mendengus, "Terserah kamu aja."

"Cieeee nyebelin gitu mukanya. Halah, jangan kayak kulkas lah bang. Senyum dikit napa, ada cewek cantik di deket abang masa abang ruwet begitu sih?"

Muda memutar matanya, "Mana? Siapa yang cantik? Kamu?"

"Bukan. Alena."

Ekspresi wajah Muda berubah.

Kenapa Icha malah membawa-bawa Alena dalam pembicaraan mereka sih?

Apa Icha tidak tahu, semalaman Muda tidak bisa tidur karena terus menerus kepikiran Alena?

"Yaaang.. kata papa ke ruangannya dulu, kangen katanya."

Suara Mushkin tiba-tiba terdengar di antara mereka. Muda bernapas dengan lega, syukurlah adik iparnya itu datang di saat yang tepat.

"Oh, pa Iskandar? Cieee kangen anaknya. Ya udah, aku kesana dulu yaang. Kamu pegangin aja dulu Dylan ya?" Pinta Icha.

Mushkin mengangguk, toh Dylan juga tertidur dalam pelukannya.

Muda tidak tahu apa yang harus ia lakukan, pemikirannya mengenai adik iparnya belum berubah sehingga masih membuatnya sangat membencinya.

Ia berjalan menuju kursi nya dan duduk dalam diam disana.

"Bang, saya mau bicara." Tiba-tiba saja Mushkin menatapnya serius.

"Bicara saja."

"Ini soal hubungan kita."

Muda mengerutkan keningnya, kenapa dengan hubungan mereka?

"Saya tahu, abang memang gak suka sama saya. Tapi kita kan keluarga bang, kita saling membutuhkan dalam beberapa kesempatan. Saya juga Cuma mau mengklarifikasi dan mengubah pandangan abang pada saya."

"Apa memangnya?"

Dan mengalirlah semua cerita dari adik iparnya, mengenai ia yang tidak pernah berniat menjadi playboy dalam hidupnya, bahwa hubungannya saja yang kurang beruntung karena selalu berakhir dalam jangka waktu yang sangat pendek.

Muda mendengus mendengarnya, jadi secara langsung Mushkin mengatakan bahwa bukan salahnya berganti-ganti pacar, bukan salahnyajuga punya pesona mematikan di depan seluruh wanita. Begitu?

"Hidup seperti itu juga lelah bang, makannya saya memilih sendiri dalam waktu yang lama. Kalau sendirinya sebentar, mungkin sekarang saya sama Icha udah punya anak tiga." Mushkin tertawa dengan ucapannya. Sepertinya menyenangkan kalau Mushkin bertemu Icha saat gadis itu masih SMA. Bagaimana kisah mereka ya? sepertinya lebih menyenangkan.

Muda masih diam di tempatnya, tidak mengeluarkan ekspresi apapun. Seketika, tawa Mushkin berhenti.

Ia berdehem kemudian menatap Muda sungguh-sungguh.

"Sebenernya bukan itu yang mau saya bicarakan bang. Ada hal lain."

"Apa?"

"Ini soal Alena."

Dan lagi-lagi, Muda menghela napasnya.

******

"Kami memang sempat berpacaran, tapi sebentar karena Alena bersikeras ingin tinggal dan kuliah di Bali sendiri. saya juga gak tahu bang, apa alasannya. Sampai sekarang Alena tidak memberitahukan itu."

Muda memegangi stirnya kuat-kuat. Matanya mencoba untuk fokus pada jalanan yang di laluinya. Meskipun sebenarnya ia sama sekali tidak bisa memfokuskan dirinya.

"Alena itu memang yatim piatu, kedua orangtua nya meninggal sewaktu dia masih kecil sekali. dulu Alena menutup dirinya bang, jangankan untuk berbaur dengan orang lain, berbicara saja dia tidak mau."

Sungguh, Muda kira Alena benar-benar adik Reno―suami Sharen. habisnya sifat Alena seperti sifat ibunya Reno. Mereka benar-benar mirip.

Dan masalah Alena yang menutup dirinya, Muda juga mendengar dari Maryam sebelumnya. Butuh beberapa tahun bagi wanita paruh baya itu untuk membuat Alena berbicara padanya. Jadi itu alasannya? Pantas saja, Maryam semarah itu ketika Astrid menghina Alena habis-habisan.

Gadis itu sudah berjuang untuk mempertahankan dirinya. dan dari cara berbicaranya yang menyenangkan, siapa yang sangka Alena mempunyai masa lalu yang sangat-sangat gelap?

Hati Muda meringis perih, pasti tidak mudah. Hidup sendiri dan menyesuaikan diri dengan keluarga sepupunya. Alena pasti takut membebani semua orang, untuk itulah ia menutupi dirinya.

Oh Tuhan..

Apa yang sedang terjadi disini?

"Alena memang menghancurkan hubungan saya dengan semua pacar saya bang, tapi bukan tanpa alasan. Semua pacar saya itu hanya penguras harta yang mengeruk semua harta saya. Termasuk Astrid, yah.. saya baru tahu kalau ternyata Alena teman SMA Astrid. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka, tapi mengenai Astrid. Saya bersyukur dulu saya berpisah dengannya, karena ternyata ia pun pernah membuat Icha meragukan saya dan bertingkah di luar prinsipnya sendiri. dan semoga saja bang Muda juga bersyukur karena itu. "

"Dan, maaf bang.. saya gak peduli apa yang abang pikirkan mengenai saya setelah ini, tapi saya Cuma mau bilang, kalau abang tidak berniat untuk memiliki sebuah hubungan lebih lanjut dengan Alena, jauhi dia, dan jangan dekati dia. Alena bukan seperti wanita-wanita yang lain. Alena berbeda, saya tidak mau dia berakhir sendiri lagi dan menanggung seluruh beban dalam hidupnya lalu kembali pada dunianya yang tak tersentuh orang lain."

Arg!

Muda memukul stir nya kuat-kuat.

Sekarang dimana Alena? Apa kabarnya sekarang? bagaimana keadaannya?

Kepala Muda rasanya hampir meledak hanya karena memikirkan hal itu.

Dan demi tuhan! Dimana harus ia dapatkan nomor ponsel Alena!!!

*****

"BALIIII!!! I'm Comeback!!!"

Alena berteriak begitu keluar dari mobil jemputannya dan berlari dengan kaki telanjangnya di atas pasir putih Pantai Nusa Dua.

Gemuruh ombak membuat Alena memejamkan matanya dan merekam dengan baik nyanyian-nyanyian alam yang sudah lama di rindukan olehnya.

Alena dan pantai benar-benar tak bisa terpisahkan.

Alena berlari lagi, ia menjerit-jerit senang ketika air laut yang dingin menyentuh kakinya.

Rasanya seperti bertemu sebuah kebahagiaan yang sudah sejak lama kau idam-idamkan!

"Yuhuu! Welcome to the Paradise! Whoaaa.. pantai, aku kangen kamu.. besok-besok aku bisa berenang lagi deh. Whoa.. "

Ponselnya berbunyi. Alena merogoh tas nya, ada video call dari ibunya.

"Mamiiii!!!" Pekiknya bahagia. Maryam tertawa di sebrang sana, "Len, kamu kayak yang kurang liburan banget. baru sampe?"

Alena mengangguk. "Mami lagi apa? udah makan?"

"Udah sayang. Kamu jangan main di pantai dulu ya, ganti baju, makan, terus mandi air anget."

"Siap mami!!"

"Oh ya, jangan lupa juga kamu fotoin bule-bule yang ganteng ya disana."

Maryam kembali tertawa di sebrang sana, "Ih.. mami, bilangin papa lho!" Ucapnya.

"Hus ah! Gak boleh bilang-bilang si papa, nanti mami gak di kasih pelukan hangat."

Alena bergidik, "Mami maaaah.."

Maryam tertawa lagi, "Ya sudah.. kamu istirahat gih. Mami ada pengajian."

Alena menganggukkan kepalanya, dan sambungan mereka terputus. Begitu wajah Maryam menghilang di layar ponselnya, senyumnya memudar.

Haah.. semua tak sama lagi sekarang.

Bali memang menyenangkan, tapi perasaan bahagianya terasa semu.

Alena menginginkan yang lain, bukan menginginkan ini,

Dan ia tahu bahwa keinginannya tidak akan pernah bisa terwujud dalam hidupnya.

Memangnya kapan ia bisa mendapatkan apa yang ia mau? rasanya belum pernah.

Sedang apa Muda disana sekarang? mungkin.. pulang kerja bersama Astrid?

Alena ingin menertawakan dirinya sendiri.

******

Sudah berkali-kali Muda membalikkan posisi tidurnya yang belum bisa membuatnya memejamkan matanya dengan damai. Suara menyebalkan Astrid, suara menyenangkan Alena, nasihat ibunya, suara kemarahan Maryam, dan suara pengakuan adik iparnya bersatu dalam kepalanya dan membuatnya benar-benar frustasi karena tidak bisa menghilangkan mereka satu per satu.

Kalau begini caranya, ia tidak akan pernah bisa tertidur sampai pagi hari.

Dan apa yang terjadi dengan pekerjaannya yang menumpuk esok hari? Muda tentu tidak mau membiarkannya terbengkalai begitu saja.

Meraih ponselnya, Muda mengetikkan pesan pada Adiknya.

Abang minta nomor hp Alena.

Tapi, apa Icha tidak akan menghina nya habis-habisan?

Baik, Muda menghapusnya lagi dan menggantinya dengan yang lain.

Kamu punya nomor hp Alena? Abang lagi butuh.

Oh, sial. Terdengar ngebet sekali. baik, hapus lagi!

Cha! Minta nomor hp Alena

Ogh, kesannya to the point sekali.

Argg,, jadi bagaimana cara meminta nomor ponsel wanita yang baik dan yang benar?

Dan meminta pada Icha sepertinya bukan cara yang baik.

Oke, Muda.. berpikir..

Siapa orang yang paling tepat untuk kau mintai nomor Alena.

Ah! Sepertinya Muda tahu.

Sharen! ya, benar.

Seraya tersenyum, Muda mengetikkan pesan untuk Sharen.

Sharen, maaf mengganggu. Tapi adik ipar kamu bukannya Arsitek ya? temen saya lagi cari Arsitek perempuan dan kebetulan di kantor saya semua arsitek perempuan sedang banyak pekerjaan. Kalau dia bisa, boleh saya minta nomor ponselnya?

Nah, setidaknya begini lebih baik.

Muda memilih pilihan send dan menunggu dengan gugup balasan dari Sharen.

Sepuluh menit kemudian, ponselnya berbunyi. Muda tersenyum, tetapi senyumnya langsung hilang ketika membaca balasan apa yang datang ke ponselnya.

CIEEE MODUS AMAT abang minta no hp si lenoy pake alesan temen abang butuh. Kayak Icha gak tahu aja, emang abang punya temen ya? temen abang kan kertas sama pensil. Huuu.. dikira minta ke sharen bakal terhindar dari Icha? Kasian deh, Icha nya lagi rumpi di rumah Sharen. Asiiiik.. gosip baru, besok kasih tau pa Iskandar ah.

Oh ya buat nomor hpnya. Sana minta sendiri sama orangnya. Emangnya Icha mucikari yang bisa dengan gampang kasih nomor hp cewek? Yakali si Alena dagangannya Icha. HAHAHA :V

Sonoh bang minta sama orangnya. Sekalian liburan. Si Alena kan udah balik lagi ke tempat asalnya. Kasian deh..

Muda menggeram tertahan. Dasar adik menyebalkan!

Bisa tidak, Icha pura-pura tidak membaca pesannya saja. memang susah kalau berurusan dengan makhluk sejenis adiknya itu.

Dan mengenai Alena yang masih memenuhi isi kepalanya sampai detik ini, kemana perginya wanita itu?

Icha tidak berbohong?

Apa Alena benar-benar pergi?

Oh, kenapa rasanya aneh sekali ya? ia seperti tidak rela kalau Alena harus pergi.

Itu berarti Muda tidak akan bertemu lagi, ya... dengan Alena.

*****

Sudah tiga hari lamanya. Ya, sudah tiga hari Haris melihat ada yang tidak wajar dari perilaku putra sulungnya.

Muda lebih gila bekerja, dan mengambil seluruh pesanan rancang bangunan yang di tawarkan padanya. Biasanya putranya itu pemilih dalam hal mengerjakan tugasnya sendiri, Muda tidak akan mengambil satu pesanan yang akan menyulitkannya. Tetapi sepertinya Muda mengambil semua yang menyulitkan sekarang.

Banyaknya rancangan yang ia kerjakan membuatnya pulang larut malam, bahkan terjaga hingga dini hari. wajahnya benar-benar tak segar ketika bangun pagi, kantung mata yang belum terlalu kentara mewarnai kelopak matanya.

Kumis dan janggutnya mulai tumbuh sedikit demi sedikit. Bahkan sepertinya Muda lupa bercukur, atau sengaja tidak bercukur?

"Pa Iskandar.. si abang Muda itu lagi patah hati ih kata Icha juga." Suara putrinya membuat Haris menolehkan kepalanya. "Patah hati sama siapa? Astrid?"

"Idih. Ngapain juga patah hati sama si Astrid. Kayak pantes aja dia di galauin si abang. Bukan ih pa, itu loh si Alena.. yang adik iparnya Sharen."

"Oh, yang waktu itu ketemu di rumah kamu?"

Icha mengangguk yakin, "Bang Muda itu suka tau pa, sama dia."

"Masa sih?"

"Iyey, gak percaya! Kemarin-kemarin bang Muda minta nomornya sama sharen pa, dikira bakal di kasih? Enak aja!"

"Ya, siapa tahu aja dia emang butuh."

"Ya, memang butuh, butuh untuk menghangatkan hatinya.. awwwh! Aduh papaaaa.. cepet cariin kerjaan baru buat si abang napa! Gak bisa gitu pa, papa cariin kerjaan di Bali?"

Haris mengerutkan keningnya, "Kenapa harus bali? Nanti mama kamu ngamuk kalau papa kirim abang kamu ke Bali."

"Hiiii pa iskandar! Mending mama ngamuk atau si abang kayak zombie gila yang hidup segan mati tak mau?"

Haris tertawa lagi, ia teringat dengan sebuah proyek yang di tawarkan temannya padanya satu bulan yang lalu.

"Sebenernya ada sih Cha.. tapi, abang kamu gak akan setuju. Ini agak ribet soalnya."

"Memangnya dimana pa?"

"Nusa dua.. kebetulan ada pengusaha jakarta yang cari arsitek berbakat, dia lagi ada di Bali selama tiga bulan ke depan, cuman biasanya abang kamu kurang suka kerjasama sama pengusaha muda. Makannya gak papa tawarin."

Kedua bola mata Icha hampir melompat keluar, Nusa Dua? Oh Tuhan.. kebetulan yang sungguh-sungguh menyenangkan.

"Kasih sekarang juga ke si abang papa! Kasihhh.." Paksa Icha. Haris menggelengkan kepalanya, "Gak bisa. Papa juga harus pikirin nanti di sini siapa yang gantiin posisinya."

"Icha mau pa, Icha mau. atau biar si Mus― mas Al aja yang ganti. Atau siapa lah terserah, pokonya papa harus kasih proyek itu ke bang Muda sekarang juga! Kalau nggak, Icha pecat jadi bapak."

Astaga, dasar anak Durhaka! Haris tertawa dalam hatinya, "Kamu ngebet sekali ya sayang."

"Kayak papa gak ngebet aja. udah sih pa, kan papa pengen cepet-cepet punya menantu. Nah, sekarang saatnya! Come on pa! Harus gercep. Gerak cepet! Gak boleh lama-lama nanti papa keduluan sama orang."

"Ngarang kamu." Desis Haris. Ia menggelengkan kepalanya, tapi tangannya meraih ponselnya kemudian menghubungi seseorang.

******

"Tuh kan! seger banget.. aah, kelapanya muda banget. eh, aku lupa.. yang makannya juga kan a Muda.. sayang umurnya gak begitu Muda, tapi dia makan bareng daun Muda. Aduh, belibet juga ya ngomonginnya, terlalu banyak kata Muda. Iya gak, a Muda?"

Suara itu tiba-tiba terdengar di dalam pikirannya dan membuat tangannya yang tengah memegangi pensil sedikit tergelincir sehingga mencoret pada sketsa bangun yang sedang di buatnya. Astagaaa..

Muda melemparkan pensilnya kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Tangannya menjambak kasar rambutnya yang mulai tebal, sementara kaki nya menahan kaki meja sehingga membuat kursinya terdorong ke belakang.

Muda sungguh-sungguh tidak bisa berkonsentrasi!!

Adakah hal baik yang bisa membuatnya menyelesaikan tugasnya sekarang? Ya Tuhan..

Ia sangat-sangat membutuhkan konsentrasi!

Arggg!! Muda malah snewen, lama-lama ia bisa stress kalau begini terus.

"Muda?"

Suara ayahnya membuat Muda mengangkat kepalanya.

"Loh, papa?"

"Kamu kenapa?" Tanya Haris khawatir.

Muda menggeleng, "Gak apa-apa."

"Oh, ya sudah."

"Papa ada apa ke ruangan Muda?"

Haris tersenyum, "Papa ada project buat kamu. Ini bener-bener darurat, jadi kamu harus mau."

"Apa?"

"Ini kartu nama seseorang yang mau pake jasa kamu, namanya Arkenzo Ardiano Daryan. Dia pengusaha asal Jakarta, perusahaannya besar, se indonesia, bahkan sampai mancanegara. Papa pikir bagus untuk kamu."

"Muda gak tertarik."

"Loh, kenapa?"

Muda menggelengkan kepalanya. "Pekerjaan Muda banyak."

"Tapi ini bisa sambil Refreshing, lumayan.. di Nusa dua loh. kamu juga disana gak usah mikirin apa-apa. soal penginapan, Mushkin udah nanggung. Dia punya jatah di hotelnya Reno, jadi kamu tinggal kesana aja. lagian kalau gak salah yang urus hotelnya Reno itu adiknya yang perempuan itu kan? nah, setidaknya kamu punya temen disana."

Mata Muda memicing begitu mendengar ayahnya membawa-bawa Alena dalam pembicaraan ini.

Kenapa terasa janggal ya?

Tetapi..

Alena disana?

Jadi, Alena pergi ke Bali? Kembali bekerja disana? atau bagaimana?

Lalu, kalau Muda kesana.. apa yang akan ia lakukan?

"Muda pikir-pikir dulu pa." Putusnya demikian.

Suara pintu ruangannya terbuka dengan keras, Muda menoleh dan mendapati Icha yang menatapnya penuh perhitungan.

"Gak usah pikir-pikir lagi abang! Kalau suka sama si Alena ya susulin!!! Masa abang diem aja disini emang jodoh bakal dateng? Emang Alena bakal balik lagi kesini? Gak ada sejarahnya abaaang.. gak ada sejarahnya sel telur ngejar-ngejar sperma!!" Pekik Icha.

Muda menatapnya tak menyangka, "Cha.. gak usah emosi." Gumamnya.

******

Apa suara yang terdengar menyeramkan di malam hari?

Suara burung hantu? Suara deburan ombak? Suara binatang malam? Atau suara teriakan orang-orang mabuk?

Bagi Alena bukan itu. baginya suara yang terdengar menyeramkan di malam harinya yang sepi adalah suara jantungnya sendiri!

Jantungnya yang terus menerus berdebar hanya karena wajah seseorang terbayang dalam benaknya.

Menyebalkan sekali! dia disini merana karena pria yang belum tentu merana juga karenanya.

Alena merapatkan cardigan yang di pakainya, malam-malam begini angin berhembus lebih kencang dari biasanya. Langkahnya terhenti begitu ia sampai di tempat tujuannya. Sebuah Café yang menyajikan Live Music. Alena tersenyum melambaikan tangannya pada sang penyanyi yang ia kenal.

Berdiri ku disini hanya untukmu

Dan yakinkan ku untuk memilihmu

Dalam hati kecilku inginkan kamu

Berharap untuk dapat bersamamu

Eh? Apa itu? kenapa lagunya seperti itu?

Aku kan ada untuk dirimu

Dan bertahan untukmu

Hiiii? Kenapa Alena jadi salah tingkah mendengarnya?

Terlukis indah raut wajahmu dalam benakku

Berikan ku cinta terindah yang hanya untukku

Tertulis indah puisi cinta dalam hatiku

Dan aku yakin kau memanglah pilihan hatiku

ARRGGG!!

Sudah tahu ia ingin menenangkan dirinya dari wajah Muda yang mendadak memasang iklan dalam kepalanya, kenapa dia malah mendengarkan sebuah soundtrack atas keadaannya sekarang?

Alena menggelengkan kepalanya. ia tidak ingin semakin gila lagi kalau berada disini dan mendengarkan lagunya sampai habis.

Berjalan dengan cepat, Alena segera keluar dari Café dan berlari menuju hotelnya.

Kakinya tersandung, Alena mengaduh kesakitan. Ya Tuhan.. kenapa selalu seperti ini sih kalau dia berlari?

"Dasar sendal nyebelin! Bukan.. pasir nyebelin.. kenapa gak ngertiin aku sih??" Gerutunya.

Sepasang sepatu Nike berwarna biru tiba-tiba saja ada di hadapannya.

Apa-apaan! Sudah tahu ada orang yang sedang kesakitan, bukannya menolong. Kenapa malah diam seperti itu sih?

Alena mengangkat kepalanya, matanya sudah berkaca-kaca karena rasa ngilu di kakinya dan begitu penglihatannya jelas untuk melihat siapa yang ada di hadapannya, mulut Alena terbuka dengan sempurna.

Jangan katakan kalau Alena sudah gila dan sampai berhalusinasi melihat seorang arsitek berjiwa dingin dan menyebalkan ada di hadapannya!

"Haaaa.. aku pasti udah gila." Alena menggeleng-gelengkan kepalanya. ia mencoba menenangkan dirinya. aduh, ini pasti efek dari lagu yang tak sengaja di dengarnya barusan, hebat sekali. sampai mengalami halusinasi seperti ini. Alena seperti orang mabuk saja.

Begitu Alena membuka matanya, sepasang sepatu itu masih berada di hadapannya.

Menggelengkan kepala lagi, Alena mengangkat kepalanya pelan-pelan dan menatap kembali seorang pria irit bicara yang saat ini sedang mengerutkan keningnya seraya menatapnya penuh tanya.

"Kemana saja? saya cari-cari kamu kemana-mana."

APA?

APA KATANYA?

Oh, jantung.. hati.. oh, Tuhan..

Jangan katakan Muda mengatakan hal itu padanya?

"Alenaa?"

Alena mengerjapkan matanya. Tidak. Ia harus menutup mulutnya dulu. Jangan sampai terlihat bodoh di depan Muda. Wajah cantiknya bisa ternodai nanti.

Tunggu dulu..

Tapi, ia harus mengatakan apa?

Dan Alena benar-benar ingin melempar dulu jantungnya ke laut lepas karena terus menerus berdetak tak karuan tanpa izin dari dirinya!



TBC


Cieeee ada lagunya sekarang hahaha
Hahahahahaha..

Aduh gemes.

Scene MUDAL nya sedikit banget, tapi gimana lagi soalnya kan aku ceritain dulu sebelumnya. Walaupun agak gemes sih pengen cepet2 dan pada akhirnya alurnya malah cepet wkwkwkwk nasyib..

Ya udah, sampai jumpa nanti.

Aku sayang kalian :*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro