Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5 - This is Gonna Take Me Down


Alena memundurkan langkahnya, ia menengok ke arah Muda untuk memastikan apa yang baru saja di katakan oleh pria pendiam itu.

"Iya, saya sebenarnya punya projek luar daerah. Makanya saya tanya, kalau saya ajak kamu pergi dari Bandung, kamu mau? kamu kan gak bisa pisah sama istri kamu."

Yah.. rupanya Muda sedang menelpon.

Apa-apaan!

Alena mengerucutkan bibirnya. Ia kira Muda berbicara seperti itu padanya.

Yah, sedih sekali.

APAH? Sedih? HAHAHA ALENA KENAPA SIH!

Sudah lah! Lebih baik pergi saja dari sini! Ia mau memanggil Icha kan? ya sudah, panggil saja. tidak usah banyak ini-itu!

Menghentakkan kakinya, Alena benar-benar pergi ke kamar Icha.

Sementara Muda yang sedang memegangi ponselnya menengok sebentar, syukurlah Alena sudah pergi dari sini.

Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam jas yang ia kenakan.

Oh, Tuhan! Muda merutuki dirinya berkali-kali. Bagaimana bisa tiba-tiba saja dia mengatakan hal seperti itu pada Alena?!

Hey, ini Alena. Wanita yang baru beberapa kali di temuinya, berani-beraninya Muda mengatakan hal yang tidak-tidak! Memangnya ia mau di damprat Alena kalau mengatakannya?

Tapi masa sih, Alena bukan orang yang akan mendampratnya hanya karena hal seperti itu. Muda sangat yakin mengenai hal itu.

Hah, untung saja.. meskipun dadanya bergemuruh tetapi untung saja otaknya berpikir dengan baik. Kalau saja ia tidak berpura-pura menelpon, mungkin Alena akan menganggapnya sudah gila.

Dan untung saja ponselnya tidak berdering! Ya ampun, terlalu banyak 'untung saja' untuk situasi yang di alaminya sekarang.

Lain kali Muda harus banyak menahan untuk tidak berbicara pada Alena.

Mengajak pergi dari Bandung? Untuk apa? kawin lari? Dasar sinting!

****

"Heh Alenong, lo kenapa? Mukanya di tekuk begitu?"

Alena mendengus, "Gak apa-apa. itu abang lo udah dateng tuh. Gue pulang ya, mami minta di anter ke arisannya. Gak apa-apa kan? udah ada abang lo ini."

Icha menganggukkan kepalanya, "Iya.. gak apa-apa. ya udah sono pulang."

Alena mengangguk lagi, ia mendekat pada Dylan dan mencium pipi keponakannya dengan sayang, "Dah Dylan.. besok aunty main lagi ya handsome."

Setelah itu ia berjalan keluar kamar Icha, sampai di ruang tamu Muda menatapnya datar.

"Mau kemana?" Tanya Muda. Alena masih kesal padanya! Sebenarnya kesal pada diri sendiri sih yang sudah ke ge-eran dengan ucapan Muda. Arg! Kenapa dia jadi baperan seperti ini sih?

"Mau pulang a, duluan ya."

Muda hanya menganggukkan kepalanya.

Hah? Sudah? Itu saja? tidak akan bilang hati-hati di jalan, gitu?

Dasar manusia kulkas!


*****


"CIEEE ABANG BOLOS KERJA!!!" Icha menyerahkan Dylan ke pangkuan Muda seraya berteriak dengan keras sampai Muda menjauh darinya. Tetapi ajaibnya Dylan malah tidak terganggu sama sekali dalam tidurnya. Hebat sekali keponakannya ini.

"Apaan sih kamu Cha.." Desis Muda. Ia membenahi posisi Dylan agar nyaman berada di pangkuannya.

"Abang yang apaan, kenapa sih bang? Lagi ada masalah ya?"

Muda tersenyum miris.

"Tuh kan.. abang kalau lagi pusing pasti begini, diemnya lebih serem dari biasanya. Aura mukanya juga gelap, sini coba Icha terawang."

Icha mengangkat tangannya ke hadapan wajah Muda dan menggoyang-goyangkannya, seolah-olah memang ia tengah menerawang nasib Muda. Tsk! Dasar adik menyebalkan.

"Abang lagi gak mau bercanda Cha." Ucapnya.

Baik, Icha berhenti.

"Abang mah setiap hari juga gak mau bercanda perasaan. Duh bang, perasaanku tak sebercanda itu."

Apa sih?

Muda menggelengkan kepalanya.

"Ya udah sih bang bilang aja, si Alenong juga udah pergi, abang tinggal cerita aja. kalau kesini gak cerita ya percuma, minta makan juga gak ada disini mah. Icha belum bisa masak."

Muda menggaruk kepalanya. matanya menerawang ke arah lain.

"Abang berantem sama Astrid."

"WHAT?"

Wajah Icha berbinar. Kembang api, mana kembang api! Icha harus menemukannya dan menyalakannya sekarang jugaa!!

"Ekhm.." melihat wajah Muda yang masih diam, Icha mencoba untuk mengendalikan dirinya.

"Kok bisa?"

"Kemarin Alena kasih video tentang Astrid yang lagi marah-marahin pegawai toko. Bahasanya kasar sekali, abang gak suka."

'Rasain lo barbie santet! Abang gue kalau udah gak suka, gak bisa di tawar-tawar lagi!!'

"Nih ya abang, sebenernya waktu abang pertama bawa dia ke rumah, Icha gak suka. Abang tau gak apa yang dia lakuin sama Icha?"

Muda menggelengkan kepalanya, bingung.

"Dia kan mantan si Mushkin abang, dan abang tau.. di depan Icha dia ceritain hubungan dia sama Mushkin dulu, padahal kan udah jelas dia di kenalin sebagai pacar abang, kok nyeritain kisahnya sama suami Icha, sok abang kesel gak kalau kayak gitu."

"Kok kamu gak bilang?"

"Abang pasti gak percaya lah! Dia mah pinter ngomporin. Emangnya Ferrari Icha yang kata abang pemborosan, itu darimana? Si Mushkin sayang mah pelit, gak akan mau beli mobil-mobil mahal begitu. itu semua hasil dari komporan dia."

"Maksud kamu?"

"Dia bilang katanya Mushkin selalu kasih apa yang pacarnya mau dulu, jangankan tas, mobil aja di kasih pasti. Makannya Icha sampai minta mobil sama si Mus, dia suruh sabar juga Icha maksa-maksa, soalnya Icha takut kalau Mushkin gak kasih mobilnya, Icha sampe mau nangis, dan akhirnya ya kita ke Showroom hari itu juga."

Muda memejamkan matanya kuat.

Pantas saja.

Begitu melihat Icha memakai mobil mewah hasil rengekannya Muda meragukannya. Sejak dulu Icha tak menyukai barang-barang mewah, ayah mereka juga tidak mendidik mereka seperti itu. Ternyata Astrid sudah meracuni pikirannya. Astaga, apa yang sudah ia lakukan selama ini pada keluarganya.

"Kalau abang mau tahu, mama sama papa juga gak restuin abang. Cuma mereka nunggu abang sadar aja."

Kenyataan lain membuatnya terdiam mematung.

Ternyata Muda memang mengambil keputusan yang salah untuk membawa Astrid menemui orangtuanya.


*****


"MAMIIII!!!" Alena memeluk Maryam dengan erat. Wanita paruh baya itu tengah memasak di dapurnya. Aroma dari rempah-rempah tercium begitu menggoda oleh Alena. Hah, ia jadi lapar.

"Kamu, main gabrug-gabrug aja! kan mami kaget."

"Ih, mami.. kan Lena kasih kejutan peluk mami." Alena mengeratkan pelukannya.

"Dasar kamu! Eh iya itu tadi ada undangan buat kamu sayang."

Alena melepaskan pelukannya, ia bersandar di dinding yang tak jauh dari Maryam.

"Undangan apa? Lena gak ngerasa punya temen di sini yang bakalan undang Lena."

Maryam mematikan kompornya, ia mengelap tangannya kemudian menuntun Alena untuk duduk di ruang tamu bersamanya.

"Nih.. undangan reuni SMA kamu sayang."

Wajah Alena berubah malas. Sejak dulu ia tidak pernah mau kalau harus bertemu dengan semua teman SMA nya. Bukan apa-apa, tetapi ada satu orang yang paling menyebalkan diantara mereka.

Tentu saja Astrid orangnya!

Sampai sekarang Astrid selalu menjadi musuh bebuyutan Alena.

Sialnya justru Alena malah tertarik pada kekasih Astrid, mau tidak mau ia harus berurusan dengan wanita iblis itu. dasar menyebalkan!

"Kok muka kamu begitu sih? Gak seneng ya? padahal kan Len di sana siapa tahu kamu dapet jodoh, kan lumayan tuh. Kita belanja yuk! Beli baju buat ke pesta nya, aduh apa kita pesen ke designer aja gitu ya? kan suka ada best dress tuh di acara reunian. Hahaha berasa Oscar ya Len?"

Alena melempar surat undangannya, "Lena gak mau pergi." Ucapnya. beranjak dari sofa kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Maryam memungut surat undangan yang Alena lemparkan dengan wajah yang merengut sedih.

Sejak dulu memang Alena tidak pernah mau bertemu dengan teman-teman SMA nya. Bukannya Maryam tidak tahu apa yang terjadi, Maryam tahu dengan jelas bahwa Astrid selalu mengatai Alena yang bermacam-macam, mengompori semua teman-temannya dan membuat Alena beberapa kali tidak mau sekolah, bahkan sampai nekat pergi ke gunung hingga membuatnya hampir mati. Beruntung Mushkin menyelamatkannya waktu itu.

Dan siapa sangka Maryam bertemu Astrid di villa nya sendiri? keinginannya adalah memarahi wanita itu habis-habisan, tetapi Maryam menahan dirinya karena menghargai kakak Icha yang menjadi kekasihnya.

Maka kalau Alena tak mau menghadiri undangan itu, ya sudah.. mungkin ini lebih baik.


****


"Mama.. Muda mau bicara."

Tiwi menatap putra sulungnya penuh selidik. Apa yang di lakukannya pada jam kerja seperti ini? Muda tidak bekerja?

"Kamu gak kerja?"

Muda menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?"

Menatap ibunya, Muda menghela napasnya. Tangannya memijat tengkuknya seraya berpikir dengan keras. Semua ucapan Icha terrekam dengan jelas di benaknya.

Kedua orangtua nya tak pernah merestui hubungannya dengan Astrid.

Mereka hanya menghargai pilihan Muda.

Astaga.. mana yang lebih baik, tidak merestui.. atau hanya menghargai? Sama-sama buruknya!

"Muda.."

Tiwi meraih tangan anaknya, ia menatap Muda penuh kelembutan.

"Mama kok gak bilang, kalau mama tidak merestui hubungan Muda sama Astrid?"

Genggaman tangan Tiwi terlepas. Ia menyandarkan tubuhnya dengan santai di sofa.

"Kamu kok nanya begitu?"

"Muda gak tahu, Muda bingung. Tapi Muda tadi mutusin Astrid, dan Muda baru tahu kalau Astrid ternyata jahatin Icha, Muda juga baru tahu mama dan papa tidak merestui Muda." Sesalnya. Tangannya menjambak kasar rambutnya sendiri. astaga, kenapa ia malah terlambat mengetahui semuanya?

"Jadi kamu udah sadar, pilihan kamu salah?"

Muda mengangguk penuh penyesalan.

"Kalau sejak awal mama sama papa tidak merestui, Muda juga tidak akan melanjutkannya."

Tiwi duduk mendekati anaknya dan memeluknya, "Maaf ya.. semua ini pasti gara-gara mama yang selalu suruh kamu bawa cewek ke rumah. Kamu capek kan denger mama ngomong? Makannya kamu malah asal cari cewek yang entah dari mana dia datengnya."

Muda terdiam.

"Kamu gak salah kok, dalam hidup memang setidaknya sekali kita akan bertemu orang yang salah. Siapa tahu setelah ini kamu mendapatkan orang lain yang benar untuk hidup kamu."

Wajah Alena tiba-tiba saja menghantuinya, Muda tidak mengerti, kenapa Alena malah muncul di saat seperti ini?

Bangkit dari duduknya, Muda tersenyum tipis pada ibunya.

"Muda mau tidur, jangan gangguin Muda."

Ucapnya final. Tiwi menghembuskan napasnya keras. Seperti biasa, mengurung diri di kamar dalam situasi seperti ini adalah andalan Muda.

Baiklah, biarkan saja putranya seperti ini untuk hari ini saja.

Tiwi tahu, semua ini sulit untuknya.


******


Astrid berteriak menahan amarah yang sudah berkumpul di ubun-ubun kepalanya. sudah beberapa jam Muda pergi dan tidak mengangkat telpon darinya juga tidak membalas pesannya. Apa-apaan pria itu!

Ini semua pasti gara-gara Alena!

Dulu Alena menghancurkan hubungannya dengan Mushkin, sekarang Alena mencoba menghancurkan hubungannya dengan Muda? Iya kan? dasar gadis tidak tahu diri! Lihat saja nanti apa yang Astrid lakukan padanya!

Seringainya muncul begitu tangannya meraih undangan reuni SMA nya.

Well, selamat datang dalam kehancuranmu Alena Maharani, batinnya berbisik jahat.


******


Dua hari tidak masuk kerja, dua hari pula Muda menolak seluruh panggilan Astrid yang masuk ke dalam ponselnya.

Ini sungguh sangat-sangat menyebalkan! Ia seperti pecundang yang lari dari masalah saja. tapi bagaimana lagi, Muda sangat malas untuk bertemu Astrid, dan kantornya tentu saja merupakan tempat dimana ia akan bertemu dengan Astrid. Arg.. bisa ia menghilang sekarang juga?!

Muda berjalan masuk ke dalam ruangannya, sekertarisnya menyampaikan beberapa hal penting yang di lewatkannya ketika absen dua hari di kantor. Banyak juga pekerjaannya hari ini. Muda mendesah, tiba-tiba saja ia mulai lelah dengan rutinitasnya, dan butuh hiburan. Suara yang menyenangkan mungkin? Muda sepertinya sudah gila. Tetapi satu-satunya yang ingin ia lakukan saat ini adalah mendengarkan suara manja yang menyenangkan milik Alena.

Oh Tuhan.. kepalanya mulai tidak beres!

"Mas!!!"

Astrid masuk dan berdiri di hadapannya, wanita itu memasang wajah memelas padanya. Muda memutar kursinya, ia tidak mau melihat Astrid.

"Mas! Liat aku dong, aku mau ngomong! Gimana sih kamu."

"Bicara saja."

"Mas, mana mungkin aku bicara sementara lawan bicara aku malah memunggungi aku?"

"Tidak masalah."

Astrid mengepalkan tangannya.

"Aku gak mau kita putus! Kamu gak bisa berbuat seenaknya seperti ini sama aku mas. Kita gak boleh putus, pokonya kita gak bisa putus! Aku gak akan menerima keputusan kamu yang satu ini."

Muda jengah. Ia membalikkan tubuhnya dan menatap Astrid dengan tatapannya yang setajam hunusan pedang.

"Orangtua saya tidak merestui kamu sebagai calon menantunya. Kamu mau saya melawan orangtua saya!"

Astrid gemetar, Muda meninggikan nada suaranya dan menekankan setiap perkataannya.

"Mas.. kamu kok.."

"Keluar."

"MAS!"

"KELUAR sebelum saya suruh kamu KELUAR DARI KANTOR INI!!!"

Muda benar-benar tidak bisa mengendalikan amarahnya, ia sudah meledak-ledak sekarang. masa bodoh dengan Astrid yang ketakutan. masa bodoh dengan semua orang yang mengintip di depan pintunya.

"Sialan.." Astrid tertawa miris, "Jadi lagi-lagi si Bitchy itu ya.." Gumamnya.

Muda ingin berteriak lagi, ia tidak suka Astrid memanggil Alena dengan sebutan itu!

"Terserah mas aja, pokoknya aku gak mau putus. Titik."

"Dan saya bisa lempar kamu keluar dari kantor saya sekarang juga." Ancam Muda. Serangan rasa sakit muncul dalam hatinya, air mata Astrid keluar dengan deras, "Mas.. aku mohon.." Pintanya.

Muda tak bergeming.

Oh, sialan sekali Alena yang telah membuatnya seperti ini!!

Astrid mengusap air matanya, ia menatap Muda dengan tatapan penuh keprihatinan.

"Aku belum menerima keputusan mas, tapi aku kasih mas waktu buat mikirin semuanya."

Muda diam, tak menanggapinya.

"Yah, kayaknya mas Muda juga muak sama aku ya? gak apa-apa kok..tapi mas, sebelum kita berpisah, aku harap mas mau mengabulkan satu permintaan aku."

"Apa?"

"Temani aku ke pesta reuni SMA aku.. dan tolong jangan tolak permintaan aku, aku udah janji sama semua temen-temen aku bahwa mas bakalan aku bawa, dan aku mohon.. jangan buat aku seperti seorang pembual di hadapan teman-temanku sendiri."

Muda membuang nafasnya dengan kasar, sepertinya dia tidak punya pilihan lain lagi. baiklah, setidaknya untuk terakhir kali. Setelah ini ia berharap Astrid akan menaghilang dari hidupnya.


****


"Mami! Mana surat undangan tadi?" Menuju makan malam, Alena keluar dari kamarnya dan menengadahkan tangannya pada Maryam.

"Udah mami buang, kan kamu gak mau dateng katanya. Tadi sampe di lempar juga suratnya kan?"

Alena mengerucutkan bibirnya, "Ihh mami! Kan tadi Lena masih kesel, sedangkan sekarang Lena udah mikir baik-baik. Lagipula ngapain juga gak hadir, dih.. kayak punya dosa aja! harusnya Lena hadir dong mami! Lena mau pinjem Audi nya mas Reno ah, sama mau beli gaun besok. Mau buktiin sama semuanya kalau Lena bisa dapetin apa yang Lena mau dengan tangan Lena sendiri. emang si Astrid itu tuh! Dia minta mulu sama cowok, kan kasian A Muda, masa di porotin Astrid. Mending juga sama Lena."

Maryam berhenti dari kegiatannya, "What? AA?" Tanyanya.

Ups, sepertinya Alena keceplosan.

"Aa? Apaan aa mom?"

"Itu, kamu barusan panggil kakak si Icha Aa kan?"

"Hah, nggak kok."

"Ih, mami udah tua juga belum budek Len, mami denger kok kamu panggil Aa."

Alena mengerjapkan matanya. Aduh, bisa berabe urusan kalau Maryam tahu.

"Ekhm.. Alena panggil abang mom, mami aja kali terobsesi sama panggilan 'aa' , nanti deh Lena bilang ke papa biar papa ijinin mami panggil dia 'Aa' hahaha, eh btw mom, papa belum pulang?"

Maryam mengerucutkan bibirya, "Papa kamu lagi sibuk." Dumelnya. Kemudian bibirnya terus menerus bicara tanpa henti karena kesal pada suaminya. Alena aman sekarang, ia terhindar dari pertanyaan Maryam untuknya.


*****


Muda mengancingkan kemeja nya dengan malas. Sekarang saatnya sudah tiba, pesta reuni SMA Astrid dan ia harus menemani wanita itu untuk yang terakhirnya. Baiklah, setidaknya setelah ini Astrid akan menerima keputusannya untuk berpisah.

Setelah memastikan kembali penampilannya di cermin, Muda keluar dari kamarnya. kedua orangtua nya tengah menonton TV bersama di ruang tamu, Muda menghampiri mereka, "Ma, pa.. Muda berangkat dulu."

"Loh, tumben? Mau kemana?" Tanya Haris.

"Ada pesta temen pa,"

"Oh, ya udah hati-hati ya."

Muda menganggukkan kepalanya, "Assalamualaikum." Salamnya. Kemudian melangkah keluar dari rumahnya.

Sebelum masuk ke dalam mobil, Muda mengetikkan pesan pada Astrid bahwa ia akan menjemputnya sekarang. siapa sangka Astrid malah menelponnya dengan antusias dan tak memperbolehkan Muda untuk menutup telponnya sampai mereka bertemu.

Terserah saja, Muda tidak ingin berdebat. Ia me-loadspeaker ponselnya dan meletakannya di atas jok kosong yang berada di sampingnya begitu mobilnya melaju.

Masa bodoh dengan apa yang Astrid bicarakan, Muda benar-benar tidak mempedulikannya.

"Mas, udah sampe mana kok lama sih?"

Lima belas menit setelah perjalanan dari rumahnya, Astrid bertanya untuk yang ketiga kalinya.

"Sudah di depan." Sahut Muda.

Telponnya terputus, dan beberapa saat kemudian Astrid membuka pintu mobilnya dengan riang.

"Hai mas!" Tubuhnya condong ke arah Muda, hendak menciumnya tetapi Muda segera menghindarinya.

Astrid menghela napasnya, ia memasang senyumnya, "Kita jalan sekarang mas," Ucapnya.

Dan perjalanan mereka benar-benar menjadi perjalanan paling membosankan dalam sejarah. Tidak ada satu pun yang berbicara, bahkan radio pun sunyi, tidak berbunyi karena Muda mematikannya.


*****


"Mamii.. Lena udah cantik belum?" Alena terus menerus menggoyang-goyangkan badannya di hadapan cermin sementara Maryam memperhatikannya di belakang.

"Kalau mami bilang kamu gak cantik, berarti mami hina diri sendiri." Maryam tertawa, "Udah cantik banget! kamu yang paling cantik. Aduh Len, semoga aja kamu dapet jodoh ya disana? tadi waktu mami bantu sisirin rambut kamu, mami kasih do'a soalnya."

Alena membalikkan tubuhnya, "Do'a?"

"Iya sayaang.. eh, kamu inget air minum yang mami kasih pas kamu selesai mandi?"

Alena mengangguk.

"Itu sebenernya air do'a.. enteng jodoh."

APAA??!

Astaga, jangan bilang Alena di jadikan eksperimen oleh ibunya sendiri?

"Mami maaaaaahh!! Kenapa begitu sih kan Lena gak mau nikah mamiiii."

"Hiiih, kamu suka bandel. Bukan gak mau, belum mau. udah ah, udah siap juga kan. pergi sekarang aja ya Len? Nih, kunci Audi nya Reno."

Alena tersenyum bahagia,"Yeeeah! Untung aja mobilnya di simpen disini, mami baik deh. Dah mami, Alena berangkat dulu. Assalamualaikum!" Alena mencium pipi ibunya kemudian berlari menuju garasi untuk mengagumi mobil kebanggaan kakaknya, Reno.

Hahaha! Akhirnya Alena bisa merasakan mobil ini. setelah sekian lama ia penasaran.


*****


Setengah jam kemudian Alena sampai di Posters hotel yang berada di jalan Phh. Mustopa. Suasana begitu ramai ketika Alena keluar dari mobilnya. Rambut coklatnya yang terurai menari-nari karena hembusan angin malam yang bertiup lebih kencang dari biasanya.

"Heyy! Siapa ini? Alena? Wihh! Makin cantik aja!" Satu pria yang baru saja turun dari motornya menghampiri Alena.

Kening Alena mengernyit, ia masih mengingat-ingat siapa pria yang menyapanya ini.

"Ini gue woooy! Si botak Imam! Yang lo gemes pengen liat gue gondrong karena katanya pengen jambakin gue." Laki-laki itu tertawa, dari caranya tertawa Alena rupanya langsung mengingat siapa dia.

"Wow! Iya, Imaam.. aaah, apa kabar? Ih kamu kok sekarang jadi ganteng begini sih?"

"Nah kan, inget juga lo sama gue Lena cantik."

Alena tersipu, mereka berdua berjalan masuk ke dalam hotel tetapi langkah Alena terhenti ketika mendapati satu Pajero putih yang terparkir di antara banyaknya mobil yang berada di parkiran. Sebenarnya di Bandung banyak sekali yang memakai mobil itu, hanya saja.. sepertinya Alena mengenalinya. Karena satu-satunya mobil Pajero putih yang ber plat nomor 'D 494 IM' adalah milik Muda.karena D494 menurut Icha adalah Muda dan Gannisya, itu syarat yang di berikan Icha kalau kakaknya mau membeli mobil baru, sementara IM.. tentu saja Iskandar Muda.

Jantung Alena berdebar dengan kencang, jadi Muda ada disini ya? dan jangan katakan kalau ia disini bersama Astrid!


*****


Muda berdecak dengan kesal, Astrid menggiringnya kesana kemari untuk di perkenalkan pada semua temannya. Muda sudah menolak, tetapi Astrid lagi-lagi memelas padanya dan mengatakan bahwa ini untuk terakhir kalinya.

Persetan dengan wantu terakhir kali! Muda tidak peduli sama sekali, lagipula ia juga tidak berharap untuk menciptakan sebuah kenangan indah pada saat-saat terakhirnya bersama Astrid. Pembicaraannya dengan Icha dan ibunya sudah cukup membuatnya sangat-sangat mantap dengan keputusan yang di ambilnya.

"Wah, jadi ini calon lo? Gilaa.. ganteng banget!" satu teman wanita Astrid menatapnya dengan berbinar. Maaf, tapi Muda tidak suka ketika ada wanita yang menatapnya seperti itu. bisa ia cokel matanya?

"Mas,kenalin diri kamu dong." Astrid berbisik padanya. Dengan malas Muda menatap wanita di hadapannya seraya memperkenalkan dirinya, "Iskandar Muda." Ucapnya.

Dan.. suara jeritan penuh kegenitan menodai pendengaran Muda.

What the hell..

Mereka berteriak hanya karena mendengar nama Muda?

"Eh, mas.. aku mau nyamperin yang lain dulu. Kamu boleh nunggu disini, nanti aku balik lagi."

Muda mendengus, kenapa tidak dari tadi saja sih Astrid pergi?

Berjalan mencari tempat duduk, Muda duduk dengan malas seraya memijat pelipisnya pelan. Suasana di sini terlalu ramai, tidak terlihat seperti pesta Reuni, malah seperti pesta pernikahan anak pejabat. Yang membuat acara ini sungguh berlebihan sekali. tsk!

Matanya menjelajah pada seluruh penjuru hotel dan berhenti pada satu wanita berambut coklat panjang yang sedang tersenyum pada teman-temannya.

Muda beringsut membenahi posisi duduknya. Ia tidak salah lihat kan? itu Alena?

Dewi Fortuna meninggalkannya hari ini, Muda kedapatan memperhatikan Alena dan Alena malah tersenyum senang padanya. Gadis itu melambaikan tangannya dengan senang, ia berjalan mendekat kepadanya.

Jantung Muda berdetak dengan kencang melihat setiap langkah yang di ambil oleh Alena ketika berjalan mendekatinya. Astaga, apa-apaan! Dia kenapa sih?!

"A Mudaaa.." Alena berteriak senang.

"Halo." Sapa Muda, datar.

"Ngapain A Muda disini?"

Muda mengangkat bahunya.

"Oh, pasti nemenin Astrid ya?" Alena tersenyum tipis. Ia tahu, pasti Muda memang menemani Astrid.

Satu pertanyaan muncul di dalam kepalanya Muda, "Kamu alumni sekolah ini juga?"

Alena mengangguk.

"Mengenal Astrid?"

Alena tertawa, "Panjang a ceritanya.. nanti kapan-kapan deh aku ceritain, sama mami juga ceritainnya, biar a Muda percaya."

Muda mengernyitkan keningnya. Ada apa memangnya?

Kalau Alena dan Astrid saling mengenal, kenapa di pertemuan pertama mereka justru bertingkah seperti orang asing?

Ya sudahlah.. memangnya ini urusannya? Bukan kan?!

Muda memperhatikan Alena dengan seksama, rambutnya yang terurai serta gaun putihnya yang pas di tubuhnya sungguh-sungguh menjadi sebuah perpaduan yang sempurna. Alena cantik sekali, wajah manisnya semakin menggemaskan untuk di lihat.

Aduh, Muda sepertinya harus banyak meminum air.

"A, kenapa kok geleng-geleng kepala?"

Oh, TUHAAAN..

"Saya pegel." Jawabnya datar. Alena tertawa, "Ih.. makannya di mobil pake bantal dong a, jadi gak pegel. Kata mami kita harus curi-curi waktu buat merilekskan badan kita, ya kayak pake bantal di mobil. Kalau bisa sih sekalian tidur, kan kalau macet lumayan tidur sebentar. Eh tapi kan a Muda nyetir ya? aduh, kok aku oneng begini sih." Alena memukul kepalanya. sementara Muda malah fokus dengan kata-kata Alena yang terakhir.

"Oneng?"

"Iya.. oneng.. Oon.. itu bahasa aku sama temen-temen dulu, hehehe."

Kekehannya membuat Muda menahan senyumnya. Dasar menggemaskan, aura cantik Alena benar-benar berbinar dengan indah. Mereka saling menahan senyum masing-masing.

"TUH! LIAT KAN KALIAN!"

Sebuah teriakan membuat keduanya menoleh. Astrid berada disana, dengan beberapa kerumunan wanita yang menatap Alena penuh kebencian.

Alena membelalakkan matanya. Oh, tidak..

Sementara Muda menatap mereka satu per satu.

"Liat! Dasar wanita gatel! Gue baru tinggalin calon suami gue sebentar dan dia udah rayu-rayu calon gue? dasar bitchy! Sekalinya bitchy ya selamanya bitchy."

Muda menatap Astrid geram, "Astrid!"

"Mas! Diem dulu, jangan potong semua ucapan aku sebelum aku menjelaskannya."

Alena mematung di tempatnya, ia menatapi seluruh penjuru hotel yang kini justru malah menatapnya dan Astrid bergantian.

"Si Alena ini, tukang rayu laki-laki. dia murahan! Tukang ancurin hubungan orang!"

Alena mengepalkan tangannya. Ia ingin melawan, tapi ia sedang mengumpulkan pengendalian dirinya yang mulai tercecer sedikit demi sedikit.

"Mas tau kan, aku selalu cerita kalau setiap wanita yang dekat sama Mushkin si adik ipar kamu, itu bakalan di pisahin sama satu wanita?"

Muda mengingat itu.

"Haaa.. dan selamat mas, mas udah bertemu sama wanita itu disini! Dia! Alena maharani! Tukang hancurin hubungan orang. Pantes aja hidupnya gak bahagia, kerjaan dia menghancurkan kebahagiaan orang lain sih."

"Astrid, disini banyak orang." Muda memperingatkan. Berbagai pikiran berkumpul menjadi satu dalam benaknya tetapi Muda menahan semuanya, ia tidak ingin Astrid mempermalukan Alena disini.

"Ekhm.." Alena berdehem, ia menahan napasnya kemudian tersenyum.

"Yah, semua orang juga punya masa lalu Astrid. Termasuk gue, dan elo. Tapi kita bisa memperbaikinya kan? dan gue udah jauh lebih baik dari sebelumnya. Senggaknya apa yang gue pakai dari atas sampai bawah bahkan mobil mewah gue, semua hasil kerja keras gue. bukan hasil rengekan penuh kemuakan pada pacar gue."

Astrid mengepalkan tangannya.

"Dasar penggoda pacar orang! Lo sengaja kan godain mas Muda? Buat balas dendam sama gue?"

Alena tertawa, matanya menatap nyalang Astrid, "Gue gak pernah merasa menggoda-goda pacar orang. Mungkin lo nya aja yang gak berguna jadi pacar, bisanya minta uang dan nguras harta pacar lo sendiri."

Wajah Astrid merah padam, seluruh amarah menguasainya, "Memangnya lo bukan penguras harta? Heh jalang! Lo lupa harta siapa yang lo nikmatin? Jangan so' kaya deh lo! Lo nikmatin harta dari orang yang sama sekali bukan orangtua lo!!"

Mata Alena semakin membulat.

"Dasar yatim piatu sialan!!! Gak punya orang tua aja lo belaga!!!"

"ASTRID!!!!"

Sudah cukup.

Air mata Alena berkumpul dan sudah bersiap-siap untuk turun dengan deras menuruni pipinya.

Astrid boleh menghinanya, boleh mengatainya jalang atau hal terburuk apapun. Alena akan menerimanya.

Tetapi kalau Astrid membawa statusnya yang yatim piatu, Alena tidak bisa menerimanya lagi.

Tangannya mengepal, dan tubuhnya bersandar pada meja di belakangnya.

Astrid benar-benar sudah keterlaluan.

Muda langsung menarik tangan Astrid dan menariknya untuk menjauhi kerumunan sementara Alena sedang berusaha untuk berdiri di hadapan banyak teman yang memperhatikannya.

Alena mengatur nafasnya.

Tenang.. ini bukan apa-apa..

Tenang..

Dia bisa mengatasinya..

Tenang..

Alena mengangkat kepalanya, dan tersenyum pada semua orang yang memperhatikannya.

"Yah, orang sirik kan tandanya gak mampu ya?" Sahutnya seraya terkekeh.

Alena merogoh tas nya, ia mengeluarkan satu amlop yang tebal dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Gue dateng kesini buat menjalin silaturahmi sama kalian, tapi ternyata malah di permaluin gini. Yah, nasib jadi wanita cantik yang populer ya begini." Ocehnya.

Alena menatap teman-temannya lagi, "Gue punya hotel di Bali. Sebenarnya punya kakak sepupu gue, tapi gue yang kelola. Dan dalam amplop ini ada lima puluh voucher gratis dua hari dua malam disana, gue harap kalian kebagian semua sih tapi kan kebanyakan ya, jadi gue bagi-bagi lima puluh aja. tapi kalau masih ada yang mau, boleh hubungin gue kok. Nanti gue kasih diskon deh.. dan .. yah, yang mau bikin rumah juga bisa hubungin gue. gue Arsitek. Gratis deh buat kalian."

Semua orang tersenyum dengan penuh penyesalan padanya.

"Gue pamit ya? besok gue mau ke Bali soalnya. Hotel gue lagi ada masalah. Salam buat yang belum ada disini ya? dah, maafin kalau dulu gue punya salah sama kalian."

Alena menundukkan kepalanya dan keluar dari kerumunan sementara semua orang mendadak sunyi tak mengeluarkan suara apapun.

Tangannya mencengkram erat tas nya dan ia terus menggumamkan kata-kata ajaib yang akan membuatnya bertahan setidaknya sampai mobilnya.

"Mas gak tahu siapa dia, mas benci kan sama Mushkin? dan sama cewek yang selalu merusak hubungan Mushkin sama pacarnya? Aku cuman kasih tau aja, kalau Alena orangnya. Siapa tahu mas sadar."

Langkah Alena terhenti. Ia menengok di sudut parkiran, Astrid dan Muda sedang berdebat dan Alena mendengar semuanya.

Jadi Muda benci pada Mushkin? benarkah?

"Jangan halangi aku! aku mau masuk ke dalem dan bongkar semua kedok Alena!"

"ASTRID!!"

"Aku gak takut sama teriakan kamu mas! Aku gak takut, aku udah gak takut apapun lagi."

"Kamu sudah gila."

"Siapa suruh kamu berbuat seperti ini padaku!!!"

"Itu salah kamu!"

"Bukan! Ini salah Alena! Dasar gak tau diri! Gak punya orangtua aja dia belagak."

Air mata Alena jatuh dengan deras mendengar perkataan Astrid yang lagi-lagi membawa statusnya.

"Cukup Astrid! Berhenti!"

"Aku bakal berhenti. Asal kamu pikirkan lagi keputusan kamu dan JANGAN PERNAH TINGGALIN AKU!"

"OKEEE!!!"

Sudah cukup!

Alena tidak kuat lagi. ia segera berlari ke dalam mobilnya dan menangis dengan sejadi-jadinya.

Kenapa ia baru sadar sekarang? kenapa Alena baru sadar ketika ia sudah mempunyai sebuah harapan?

Seharusnya ia menyadari semuanya sejak dini. Seharusnya Alena sadar diri dan menempatkan dirinya di tempat yang selayaknya.

Ia siapa? Dan Muda siapa?

Sejak dulu ia tidak boleh berharap, dan tidak akan pernah di beri kesempatan untuk berharap bahagia sekejap apapun.

Hidupnya selalu sendiri, kedua orangtua nya meninggalkannya sementara dia sendiri melawan kerasnya dunia ini.

Alena di takdirkan sendiri, dan selalu sendiri.

Ia salah jika berharap pada Muda yang justru belum mengetahui siapa dia sebenarnya.

Oh, sial..

Rasanya sakit sekali.

Sekarang, kemana Alena harus pergi? Mengasingkan dirinya lagi? hidup dalam kesepian dan kesendirian tanpa tepi?

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Alena benar-benar membenci kata 'sendiri' .



TBC



HAHAHAHAHAHA

KASIAN DEH ALIH-ALIH JALAN-JALAN MALAH BERDARAH-DARAH! 

yah, untuk berbahagia kita harus berdarah-darah dulu ders.. 

jangan bilang kayak sinetron, karena sinetron udah gak jaman beginian, jamannya balapan sama saling meraung satu sama lain HAHAHAHAHA 

kalau konfliknya tingkat atas, bahagia nya tingkat di udara. jangan khawatirkan apapun. don't worry be happy bebeh :* 

kemarin ada typo yaaaa.. aduh maapin, akunya kemaleman sih kemarin update nya jadi pas edit ya mungkin mereka menjadi samar jadi gak keliatan *pingsan 

INFO AJA UNTUK PART DEPAN JUGA MASIH BERGALAU RIA. HAYU SEBLOK ASTRID!!! JAMBAK RAMBUTNYA SAMPE BOTAAAK!!!

Ya sudah..

Sampai ketemu lagi..

Dah..

Aku sayang kalian :*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro