Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24 - A Short Journey (Bag 1)

Untuk yang nggak bisa liat link daftar isi L.O.V.E , liat di wall aku ya. di sana ada linknya. Pasti bisa deh ^^

ini nggak aku edit, jadi kalau banyak eyd dan typo ya maafin ya :*



-

-

-


Hal yang paling menyebalkan dari sebuah prosesi sebelum pernikahan adalah masa pingitan. Dimana mempelai pria dan wanita dilarang untuk bertemu beberapa hari saja.

Ya, mending kalau hanya tidak bertemu saja. Versi pingitan yang dijalani Alena sangatlah kejam karena menelpon dan mengabari Muda saja ia dilarang. Ponselnya diambil oleh ibunya tercinta dan seluruh aksesnya untuk menghubungi Muda benar-benar terhalangi.

Yang satu ini Alena baru tahu, bahwa Maryam punya caranya sendiri untuk menyiksa calon pengantin seperti dirinya. Dan jauh dari Iskandar Muda adalah cobaan terberat yang tidak ingin lagi dihadapinya.

"Len, kamu makanya jangan banyak-banyak ya? nanti gaunnya nggak muat. Kebaya yang udah di fitting juga nggak akan muat." Suara ibunya terdengar ketika Alena sedang di lulur oleh beberapa orang di kamarnya.

"Iya mami, aman kok tenang aja. Lagian Lena nggak mau makan juga, Lena maunya ketemu A Muda."

Maryam tertawa, "Tahan ya, satu hari lagi. Tahan, nanti udah dua hari mah mau pelukin dia sehari semalem juga mami nggak akan larang." Ucapnya. Alena membuang mukanya, kesal.

"Kayak mami tahan aja jauh dari papa."

"Mami nggak tahan, justru itu." sahut Maryam.

"Mas Reno sama mbak Sharen mana, mom?"

"Mereka cek Paleo sayang."

Oh, ya. Alena akan mengadakan resepsi di Paleo dua hari lagi.

Sesungguhnya, Alena tidak menginginkan sebuah pesta besar-besaran untuk pernikahannya. Akad nikah saja sudah cukup baginya, karena mengadakan resepsi pun siapa yang akan datang? Alena tidak mempunyai banyak teman dekat untuk ia undang.

Muda juga sudah menyetujui usulnya, tetapi kedua keluarga tidak setuju. Katanya kalau mereka akad nikah saja, orang lain pasti berpikir yang tidak-tidak.

Ah, ingatlah. Ketika kau hendak menikah, kau bukan hanya mempersatukan hidupmu dengan pasanganmu, tapi kau juga mempersatukan dua keluarga menjadi satu. Dua pendapat berbeda menjadi sepaham, dan sebagai seorang anak, Alena dan Muda hanya bisa menurut saja.

Lagipula Muda juga berpikir mereka harus melakukan resepsi, toh Muda sudah memesan gaun untuk Alena.

Kulkas dengan fitur pemanas terbaru itu memang selalu bisa membuatnya terkejut sampai-sampai rasanya ia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Muda sudah memesan gaun untuknya ketika Alena mengatakan bahwa ia menginginkan sebuah gaun buatan ibunya ketika ia jujur pada Muda di hari Muda melamarnya.

Memang luar biasa geraknya pria itu. cepat sekali,

Dan betapa Alena merasa beruntung karena memiliki Muda dalam hidupnya.


*****


Muda menatap dua pria yang berada di hadapannya seraya menggaruk tengkuknya. Reno menyilangkan tangannya di dadanya, sementara Mushkin menopang dagunya dengan tangan kanannya. Keduanya sama-sama menatap Muda dengan penuh perhitungan. Bak seorang ayah yang siap menyidang calon menantunya ketika hendak melamarnya.

Di sini memang Muda lah yang paling tua, tetapi Muda benar-benar menghormati kedua pria yang sudah menjadi ayah itu, karena mereka pelindung nomor satu bagi Alena. Dan sekarang mungkin kedua orang itu sedang memastikan bahwa Muda benar-benar orang yang tepat untuk mereka.

Mushkin melirik Reno, ia berbisik, "No! sampe kapan kita mau so' judes begini? Kakak ipar gue itu man! Lo ngomong kek duluan."

Reno menahan senyumnya, "Ya elah Mus! Lo duluan aja, pan elo yang punya ide begini. Gue tinggalin Sharen demi ini Mus." Bisik Reno.

"Anjir Ham! Gue mana berani sama dia. Lu tau sendiri gue baru bisa akur sekarang."

"Bego! Ngapain lo ngusulin gue hal ini kalau gitu?"

"Ya elo kan kakaknya si Lena, onta!"

"Anjir, lo kan mantan pacarnya Mus."

"Tapi kan lo duluan Ham yang kenal duluan sama si Lena."

"Lo lupa, lo yang bikin dia mau ngomong. Baru setelah itu gue juga deket sama Lena."

Ah, matilah mereka berdua. So' so' an menjadi seorang pria sejati yang berdiri di depan Alena untuk memastikan bahwa pria di hadapannya layak atau tidak, tetapi malah mereka yang ketakutan setengah mati.

Muda merasa tak nyaman melihat Reno dan Mushkin terus menerus berbisik-bisik, seperti tidak ada waktu untuk berbisik-bisik saja mereka ini.

"Ekhm!" ia berdehem, otomatis membuat kedua ayah itu menghentikan kegiatan pribadi mereka.

"Jadi kalian mau apa ketemu saya?" tanya Muda to the point.

Mendengar suara Muda, Mushkin menyenggol lengan Reno, sementara Reno malah menyenggol kaki Mushkin.

Ah, terus saja begitu sampai Adam Levine duet dengan Riska Aduhai nyanyi lagu gadis atau janda!


******


"Lenooooy!" panggilan kencang yang tidak merdu dari Icha membuat Alena berlari dari dalam kamarnya dan langsung meraih Dylan yang sudah meronta-ronta ingin digendong olehnya.

"Dyyyyy!!!" seru Alena seraya menciumi pipinya. Icha membenahi letak kaos Dylan yang tersingkap karena tangan Alena.

"Noy, gue nggak suka lo panggil bibit unggul gue Dy! Kayak nama dia Didi aja. panggil Dylan, oke? Dylan! Namanya kan Dylan! Aduh, anak gue secakep Dylan o'brian nggak ya ntar pas udah gedenya?"

Alena tidak menghiraukan ucapan Icha karena ia sibuk menciumi pipi Dylan yang semakin hari semakin besar saja.

"Aah, Dylan ... dulu Al nggak selucu kamu waktu kecil, kok kamu lucu banget sih sayaaang."

Mendengar suaminya di sebut-sebut, Icha menggerak-gerakkan bibirnya dengan kencang, "Ya, itu kan perpaduan sama gue keleus! Coba kalau lo sama si Mustopa sayang yang punya anak Noy, pasti nggak cakep."

"Kok gitu Cha?"

"Iya lah, lo udah cantik, lah si Mustopa cakep. Muka kalian berdua terlalu sempurna, ntar malah tubrukan, anaknya udah pasti jelek banget karena kesempurnaan ayah ibunya."

Well ... teori dari manakah itu?

Alena tidak mau sibuk-sibuk memikirkannya karena menurut Mushkin, Icha itu selalu mempunyai teori yang ia buat sendiri, melenceng tapi maksa untuk tidak melenceng. Ya, mirip-mirip dengan ibunya lah.

"Eh, btw Cha! Ngapain lo kesini?" tanya Alena.

Icha tersenyum dengan lebar, "Bridal Shower kecil-kecilan dan sederhana! Girls! Tahu kan? pesta lajaaaang! Abisin hari lo sebelum besok dipinang! Gue bakal nginep di sini, sama Sharen. buat nemenin lo dan berbagi cerita, juga ilmu untuk lo Alenoynya abang gue yang menggemaskan."

Mendengar gagasan Icha, entah mengapa Alena merasa bahwa ia adalah perawan paling malang yang ada di dunia ini.

Mana ada, Bridal Shower bersama dua ibu-ibu dengan anak-anak mereka dan tanpa ada acara yang meriah.


******


"Sebagai kakak Lena, saya Cuma mau berpesan. Kalau abang menyakiti Lena, saya nggak akan segan-segan untuk menghancurkan abang, meskipun abang lebih tua dari saya. Karena selain kakak dari seorang wanita yang akan segera menikah, saya juga ayah dari seorang anak yang suatu saat akan menikah. Saya Cuma ingin memastikan aja, kalau bang Muda itu pria yang benar-benar pantas untuk bersanding bersama Alena. Sudah cukup seluruh penderitaan yang di alaminya, saya tidak pernah meminta hal macam-macam selain kebaikan dan kebahagiaan untuknya. Dan tolong, bela lah selalu Alena, jangan pernah biarkan dia sendiri. kita nggak tahu, apa yang akan terjadi ketika Alena terpuruk sendiri. jangan sampai itu terjadi, bang."

Akhirnya Reno berhasil mengucapkannya, meskipun ia yakin bahwa ucapannya terlalu berbelit-belit padahal intinya hanya itu-itu saja. muda tidak menyela ucapannya sama sekali. pria itu mendengarkan dengan baik, kemudian tersenyum seraya menganggukkan kepalanya, seolah ia berjanji dengan sepenuh hatinya pada Reno.

Giliran Mushkin sekarang. pria itu masih sibuk mengatur kata dalam kepalanya. ia sudah siap mengucapkannya, tetapi ingatan masa lalu tiba-tiba saja menghantuinya. Ketika dulu Muda memusuhinya, dan tidak merestui pernikahannya dengan Icha, rasanya menyakitkan sekali.

Apa sekarang Mushkin melakukan hal yang sama juga, ya? memusuhi Muda, mengatakan dengan begitu tajam dan penuh intimidasi bahwa ia belum merestui hubungan mereka berdua.

HAHAHAHA! YA! dan Muda langsung memisahkan Icha darinya. Oh, tidak! Meskipun Icha bertambah bulat setiap harinya, tetapi Mushkin begitu mencintainya karena berkat Icha lah Mushkin tak pernah bisa mencintai wanita lain lagi selain seorang wanita barbar yang sudah melahirkan anak mereka ke dunia ini.

Akhirnya, Mushkin menelan ludahnya. Cara terbaik adalah berdamai dengan masa lalu dan memaafkan segala kesalahan pria di hadapannya. Yaelah, kalau ada Icha di sini pasti wanita itu mengatakan bahwa Mushkin terlalu baper karena Muda. Padahal kan hubungan mereka baik-baik saja.

Tersenyum, Mushkin berkata, "Ketika kita mencintai seseorang, kita akan melakukan apapun untuk membuatnya tetap merasa terlindungi, nyaman, dan bahagia bersama kita. Dan saya percaya kalau bang Muda akan melakukan hal itu, karena abang mencintai Alena."

Mendengar Mushkin mengatakan hal itu, Reno benar-benar terperangah, dalam hatinya ia merutuki dirinya sekaligus bersorak meriah untuk Mushkin. kenapa tidak begitu saja, sih?

Lihat si Mushkin. ucapannya tidak terlalu singkat, lumayan padat, tapi sangat jelas. Dan menyentak langsung pada ulu hati.

Luar biasa!


*****


"Putra, sayaang. Tidak rebutan ya, kasihan Hasya."

Lagi-lagi Alena mendesah, alih-alih mengobrol menyenangkan bertiga bersama Icha dan Sharen, ia malah merasa pusing karena tangisan Dylan, teriakan Hasya yang mainannya direbut oleh Putra, dan suara melengking Haru yang tengah bernyanyi bersama dengan Maryam di sana.

Demi Tuhan!

Besok adalah hari pernikahannya, dan Alena tidak mendapatkan ketenangan sama sekali? Ah, pertemukanlah ia dengan Muda! Sungguh! Alena sudah ingin mengadu ini itu pada Muda.

Ya Tuhan, Iskandar Muda ..

Alena benar-benar merindukannya.

Sedang apa pria itu sekarang? apakah sedang merindukannya juga?

Ah, kalau memikirkan Muda, Alena selalu resah!

Tahu, ketika kau jauh dari seseorang. Hal yang paling kau takutkan bukanlah jarak antara kau dengannya, tetapi perasaan bahwa mungkin saja di sana ia tak merindukanmu seperti kau merindukannya.

Ih, tapi tidak mungkin! Kalau Alena merindukan Iskandar Muda, itu berarti Iskandar Muda lebih merindukannya!

"Len, ambilin minum sebentar." Ayahnya bersuara, satu-satunya orang yang tetap tenang sejak tadi. Hanya tersenyum melihat tingkah Maryam bersama cucunya.

Alena bangkit dari sofa dan mengambilkan air minum untuk ayahnya, "Ini, pa."

Setelah itu Alena berjalan masuk ke dalam kamarnya dan menenggelamkan kepalanya di atas bantal. Teringat ketika ia berjauhan pertama kali dengan Muda, saat ia kembali dari Bali, pria itu sudah ada di depan pintu kamarnya. sekarang tidak mungkin begitu.

Muda tidak mungkin muncul begitu saja, karena sama seperti dirinya, Muda dilarang untuk bertemu dengannya.

Ah, come on! Be patient Lena! waktu untulk bertemu dengan calon suamimu hanya 12 jam lagi. tunggu saja, tidur, dan waktu akan berlalu dengan cepat! Percayalah.

Ya, baiklah. Alena sepertinya harus mencoba untuk menutup matanya dan tertidur.

Hingga sampai jam sepuluh malam, Alena tidak bisa menutup matanya sama sekali. tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Sharen juga Icha muncul di sana.

"Loh, anak kalian mana?" tanya Alena, sedikit kesal.

Icha terkikik, "Dylan tidur. Aman, kalau dia tidur mah."

"Si kembar juga tidur, Len. Kalau Haru lagi cerita sama bapaknya, lagi ceritain Jino. Ya, aku harap sih Reno nggak stress dengernya."

Alena tertawa, "Tadi kan si Jino main sama Haru di sini. Mami yang jemput kan."

Sharen menganggukkan kepalanya.

Icha berjalan mendekat padanya dan duduk di sampingnya, "Nggak bisa tidur ya Noy?" tanyanya.

Alena mengangguk, "Kalian begitu juga?" tanyanya.

Sharen dan Icha mengangguk dengan beriringan.

"Rasanya pengencepet-cepet besok, nggak tenang kalau nggak liat muka si cinta." Ucap Sharen. Icha tertawa, "Kalau gue mah dulu masih biasa aja, orang belum cinta."

"Oh? Maksudnya Cha?"

Nah, loh. Icha keceplosan.

"Ya, maksudnya belum cinta mati gitu lah Noy, tapi tetep deg-degan kok."

Alena menganggukkan kepalanya, "Oh, gitu. Eh, Cha kok nggak temenin A Muda di rumah?" tanyanya.

Icha mendumel kesal, "Si abang nggak pernah mau gue temenin, kan gue berisik. Dia bisa mati nungging kalau gue temenin." Sahutnya.

Alena dan Sharen tertawa.

"Eh tapi Cha, abang lo emang kalau tidur nggak pernah denger orang yang lagi ngomong ya?"

Icha mengangguk dengan antusias, "Abang gue kalau tidur kek mayat Noy. Sampe bingung juga bedain dia mayat apa bukan."

"Astagfirullah Cha, jahat amat." Timpal Sharen.

"Emang kenapa Noy?" tanya Icha.

Alena tersenyum malu, "Itu, dulu waktu kita putus. Waktu aku masuk rumah sakit, A Muda bilang cinta sama aku, aku emang udah tidur, tapi kebangun karena suara dia. Lah nggak lama aku samperin dia, aku nangis kenceng semaleman, dia tidur aja terus. Kirain pura-pura tidur."

Mendengar hal itu, Icha tertawa dengan sangat lebar. "Anjir Nooy! Harusnya lo kumpulin air mata lo yang semaleman itu terus lo semburin ke muka abang gue biar dia bisa bangun!" ucap Icha dengan geli.

Sharen tertawa, sementara Alena malah mengerucutkan bibirnya.

Lalu waktu pun mulai terasa sangat cepat, karena ketiganya mulai berbagi ceritanya dengan pasangan mereka masing-masing.

Alena mendengarkan Sharen dan Icha dengan cermat ketika dua ibu itu mengatakan masalah yang mereka hadapi dan cara menyelesaikannya.

Belajar bukan dari pengalaman sendiri saja, tapi dari pengalaman orang lain juga bisa bukan?

Termasuk pengalaman kedua orangtuanya.

Alena mengucap do'a dalam hatinya, untuk kedua orangtuanya yang tak ada bersamanya, dan untuk kebahagiaan yang akan ia jalani bersama Muda nantinya.


******


Muda tidak pernah menyangka, bahwa hari yang tak pernah terpikir akan terjadi dalam hidupnya kini terwujud juga. Ia membenahi jas nya dengan tangan yang gemetar karena gugup yang luar biasa.

Icha sudah memakaikannya dasi tadi pagi, tepat ketika adiknya sampai di rumah orangtuanya. Sementara ibunya sedang menangis habis-habisan di pelukan menantunya bersama neneknya saking bahagianya.

"Mud? Udah siap?" Ayahnya masuk ke dalam kamarnya, menatap Muda dari bawah sampai atas untuk memastikan bahwa anak sulungnya sudah berpenampilan dengan baik.

Muda mengangguk, "Aneh pa, udah setua ini Muda gugup luar biasa." Sahutnya.

Haris tertawa. Ia duduk di kursi yang berada di kamar Muda, "Duduk Mud." Perintahnya. Muda duduk di atas ranjang dan menatap ayahnya.

"Waktu Icha nikah, papa sampe nangis-nangis. kalau sekarang papa nggak mau nangis ah, udah kenyang duluan liat nin kamu sama mama kamu nangis."

Muda tertawa pelan.

"Dengar. Sebagai seorang ayah, juga seorang laki-laki. papa Cuma mau berbagi pengalaman aja sama kamu, setelah ini kamu akan memimpin sebuah keluarga dan itu nggak mudah."

Muda menganggukkan kepalanya.

"Tidak mudah, nak. Hidup berpuluh-puluh tahun bersama orang yang sama. sebesar apapun rasa cinta kalian, rasa ingin mencoba itu pasti ada. Karena godaan pun selalu ada di depan mata. Papa tidak menutup mata, tidak berbohong juga kalau papa kadang merasa bosan hidup bersama mama kamu dan ingin mencoba hidup atau sekedar bermain-main dengan wanita lain. Tapi ini bukanlah masalah sebesar apa godaan di depanmu, tapi ini adalah sebuah masalah ... seberapa besar keteguhan hatimu untuk tetap menjaga kepercayaan yang sudahTuhan berikan padamu. Ingat, ketika kamu menyakiti istrimu, maka kamu menyakiti seluruh wanita di dunia ini, termasuk ibumu. Jangan bangga, karena kamu punya istri cantik, tapi banggalah karena kamu bisa membuatnya semakin cantik setiap harinya karena ia bahagia bersamamu. Dan juga, kamu tinggal di rumah ini kan nanti?"

Muda menganggukkan kepalanya. ya, rumah untuknya dan Alena belum rampung proses perancangannya karena Muda ingin merancangnya bersama dengan Alena. Dan ibunya juga belum mengizinkan Muda untuk meninggalkan rumah karena di rumahnya pun tidak ada siapa-siapa dan ibunya tidak mau kesepian tanpa Muda.

Hingga pada akhirnya Muda menyetujuinya, dengan kesepakatan bergantian dengan rumah Alena. Karena Maryam pun sendiri di sana.

"Mungkin tiga bulanan, atau lima bulan Muda tinggal disini." Sahutnya. Haris menganggukkan kepalanya, "Ya. papa Cuma mau titip pesen. Sebaik apapun mertua, dan sepatuh apapun menantu, akan selalu ada saat dimana mereka berselisih dan menyebabkan kekacauan besar dalam sebuah rumah tangga, itu resiko yang terjadi kalau mereka hidup dibawah atap yang sama. ingat, untuk menyelesaikan setiap masalah dengan bijak. Jangan memihak satu diantara mereka dan jangan menghakimi satu diantara mereka pula. Berdiri di tengah, hentikan semua perselisihan dengan cara yang tidak akan menyakiti keduanya. Jangan terlalu mendengarkan ucapan ibumu soal keluh kesahnya terhadap menantunya dan jangan terlalu mengambil hati juga ucapan istrimu ketika ia mengeluhkan hal yang sama. mengelak seperti apapun, kita pasti akan menghadapi hal itu Mud."

Tidak ada lagi yang bisa Muda lakukan selain menganggukkan kepalanya.

"Iya, pa. Muda akan ingat ini baik-baik."

"Good! Kalau begitu, kita pergi sekarang."


******


"Lenaaaa ... mami harus gimana? Kamu cantik bangeet!" Maryam menatap Alena dengan haru, berkaca-kaca melihat anaknya begitu cantik dengan kebaya putih yang dikenakannya untuk akad nikah.

Renita memeluk ibunya, menatap Alena dengan tatapan yang sama, "Maaf ya, aku nggak nemenin kamu Len. Si mas sibuk, jadi baru bisa dateng hari ini. bolak balik deh jadinya. Padahal kemarin udah kesini, ya." ucapnya.

Alena menganggukkan kepalanya, "Iya mbak nggak apa-apa! Ah, aku kangen mbak Renita sebenernya. Bosen, ketemu si Reno mulu."

Mendengar keluhan Alena, Reno mendesis, "Dih! Bohong tau, si Lena mah modus aja biar dapet kado gede mbak!"

"Ih, Reno! Mbak Renita itu nggak usah dipinta, dia inisiatif. Emang kamu, mobilnya dipinjem sebentar aja snewen seharian.

Semua orang tertawa, termasuk Sharen yang tengah membenahi rambut Haru di pojok ruangan.

"Ya udah, kalau gitu mami mau keluar dulu ya Len? Reno, Sharen. temenin Lena ya. Renita, hayu kita keluar sebentar." Ucap Maryam. Renita menganggukkan kepalanya, merangkul Maryam untuk keluar dari ruangan.

Begitu pintu tertutup, tangisan ibunya mulai terdengar. Maryam terisak di pelukannya.

"Ya ampun, Ren ... mama nggak kuat liat Alena. Nggak tega kalau harus nangis di depan dia." Ucapnya.

Renita mengeratkan pelukannya pada ibunya, "Udah ya, ma. Lena pasti sedih kalau liat mama nangis. make up nya mahal ma."

"Masalahnya mama juga sedih liat dia nangis. seminggu kemarin, Lena nggak berhenti nangis tiap malemnya. Mama suka nengokin kamar dia, lagi-lagi dia nangis. pasti dia kangen Dewi sama Rico. Dia mau nikah tapi orangtuanya―"

Mengingat tangisan Alena, Maryam benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya.

"Udah ma, udah ya? kan sekarang Lena punya mama."

"Iya, dia punya mama. Makanya mama selalu berusaha selalu ada buat dia, tapi pasti nggak sama Ren. Dalem hatinya pasti dia pengen Dewi sama Rico ada di sini. Ya ampun, kenapa nasib dia begini banget Ren? Lena kan anaknya baik, dia mana pernah lawan mama. Dia kelewat nurut sebagai anak, ngedidik dia nggak susah, tapi itu yang bikin mama sedih. Mungkin dia berusaha tahu diri, dan mama nggak suka sama hal itu. mama kadang pengen Lena lawan atau bentak mama sekali aja. tapi dia nggak gitu Ren."

"Mama udah jadi ibu yang baik ma, buat dia."

"Iyaa, tapi―tapi mama―Ren ... salah nggak kalau mama berat banget lepasin Alena? Mama bukannya nggak pengen dia bahagia, tapi mama takut kalau dia―"

"Aduh, malah nangis di sini." Suara suaminya membuat Maryam melepaskan pelukannya dari Renita dan menatap suaminya dengan sendu.

"Papa ..." Rengeknya. Persis seperti anak kecil. Suaminya memeluknya, tetapi Renita menatap ibunya dengan geli. Dasar! Sudah tua, tetap saja menggelikan.

Sementara di balik pintu, Sharen tak henti-hentinya tersenyum melihat Alena yang kini terlihat begitu cantik dan mempesona. Tidak ada satu hal pun yang bisa mengalahkan sebuah kecantikan yang bersumber dari kebahagiaan di dunia ini.

Dan Sharen melihatnya sekarang, Alena begitu cantik karena senyuman di wajahnya, dan Alena begitu cantik karena kebahagiaannya.

"By! Icha sama yang lain udah sampe katanya." Sharen menatap pesan yang baru masuk dalam ponselnya yang berasal dari Icha.

"Eh, tapi nggak apa-apa katanya nanti. Icha mau ketemu Alena dulu." Sahut Sharen. Reno mengangguk, "Oke."

Ia menatap Alena dengan penuh senyuman, "Mau di peluk nggak Len?"

"Nggak mauuu! Nanti aku nangis!" ledek Alena. Reno tertawa, "Kayaknya indah ya, kalau aku yang jadi wali kamu." Ucap Reno lagi.

Alena tersenyum tipis, "Latihan buat jadi walinya Haru nanti ya?" candanya.

Reno mengangkat bahunya, "Mau nggak mau." Timpalnya.

"Eh By! Hayu tunggu di luar, Icha mau masuk dulu katanya." Sharen tiba-tiba saja merangkul tangannya. Mau tidak mau Reno mengikutinya dan mereka keluar dari ruangan meninggalkan Alena seorang diri.

Icha muncul di sana tepat ketika Reno dan Sharen menghilang dari pandangannya.

"Eh, Cha!" Alena tersenyum, melambaikan tangannya pada Icha tetapi yang terjadi adalah ia terdiam membeku ketika tiba-tiba saja Icha memeluknya dengan erat.

Alena mengerutkan keningnya, "Cha?" tanyanya.

Icha melepaskan pelukannya, menatap Alena dengan air mata yang mengalir dari matanya.

"Noy! Sebelumnya, gue mau berterimakasih sama lo. Karena lo udah mau terima abang gue, udah mau sayang sama abang gue, dan nemenin abang gue yang terlalu larut dalam kerjaan saking nggak maunya di anggap kesepian." Icha menangis seraya tersenyum.

"Setelah itu, gue juga mau minta maaf sama lo."

Alena mengerutkan keningnya, "Minta maaf karena?"

"Karena gue udah ngambil seseorang yang paling berarti buat lo."

Astaga, mata Alena mulai memerah.

"Maafin gue Noy, karena gue udah renggut kebahagiaan lo. Gue ambil satu-satunya orang yang paling lo butuhin." Sesal Icha. Alena menggelengkan kepalanya, "Nggak cha! Lo nggak ngelakuin hal itu kok. Emang udah harusnya kayak gini, udah takdirnya harus begini. Kalau lo nggak sama Al, gue juga nggak akan sama A Muda, Cha. Justru yang harus minta maaf itu gue, karena gue sempet hancurin hubungan lo sa―"

Ucapan Alena terhenti ketika Icha meremas tangannya dengan erat. Wanita itu menatap Alena, "Gue maafin lo. Apapun kesalahan lo, gue maafin lo, noy. Dulu, gue udah ambil kebahagiaan lo. Dan sekarang, saatnya lo yang bahagia. Gue sama Mushkin udah bahagia, dan sekarang keinginan gue cuman satu. Lo sama abang gue bahagia, itu aja." ucap Icha dengan tulus.

Alena menangis, kemudian tersenyum dan memeluk Icha dengan erat.

Untuk pertama kalinya mereka benar-benar berdamai dengan semua yang telah terjadi dalam hidup mereka.


*****


Muda sudah mengucapkan seluruh kalimat-kalimat do'a yang mungkin bisa menenangkannya dari semua kegugupannya, tetapi tetap saja jantungnya berdebar-debar tak karuan. Ia terlalu gugup, bahkan lebih gugup dari seorang narapidana yang hendak di sidang oleh hakim untuk dijatuhi hukuman yang setimpal atas perbuatannya.

Orangtua dan calon mertua juga semua orang sudah berkumpul di sekitarnya. Tinggal Alena saja yang belum. Kursi di sampingnya masih kosong, dan itu semua membuat Muda semakin gelisah luar biasa.

Semua orang berbincang-bincang dan tiba-tiba saja berhenti tepat ketika Alena berjalan ke arah mereka. Mushkin yang berbisik padanya, ketika Alena berjalan ke arah mereka.

Muda tidak mau menoleh, tidak. Ia belum siap untuk jatuh dalam silau keindahan yang akan Alena berikan padanya ketika ia menatap Alena. Pria itu menelan ludahnya, kemudian wangi parfum Alena menguar di indra penciumannya dan sedetik kemudian, Muda merasakan kehadiran gadis itu di sampingnya.

Kepalanya tidak bisa di ajak kompromi, malah menoleh dengan otomatis sehingga kini ia menatap Alena yang luar biasa cantik tengah tersenyum dengan malu seraya menundukkan kepalanya.

Ya, Tuhan. Satu minggu tidak melihat Alena, dan ketika melihatnya, Alena begitu mempesona seperti ini? Muda benar-benar merasa bahwa ia adalah lelaki paling beruntung di abad ini.

"Jadi bagaimana ini the? Mau diliatin dulu si neng nya apa mau ijab dulu nih A?"

Suara penghulu serta suara godaan dari semua orang yang berada di sana membuat Muda tersadar dan salah tingkah karena perilakunya sendiri.

Aduh, menggelikan sekali kaaaan. Malu di hari pernikahanmu. Tepat sebelum ijab qabul di laksanakan!

Muda berdehem, ia mencoba tak mengacuhkan Alena yang menjadi perhatiannya dan mendengarkan penghulu berbicara, mengenai pernikahan dan hal-hal lain yang entah mengapa tidak bisa Muda cerna saking gugupnya ia saat ini.

Kemudian tiba saatnya ketika tangan penghulu terulur di hadapannya, Muda menggenggamnya dengan erat, penuh keteguhan dalam hatinya, dan kepercayaan pada dirinya sendiri.

"Saya terima nikahnya Alena Maharani binti Rico Suprapto dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Alena belum pernah merasakan perasaan asing seperti ini. perasaan ketika ia merasa bahwa seseorang tengah mengulurkan tangannya untuk menariknya dalam kubangan duka penuh nestapa yang selama ini menodai seluruh kehidupannya.

Suara lantang Muda yang mengucapkan sebuah janji untuk menanggung seluruh bagian dalam diri Alena akan menjadi suara yang selalu Alena ingat dalam kepalanya. akan menjadi suara paling indah yang pernah ia dengar dalam hidupnya.

Semua orang berkata 'sah', membuat keduanya tersenyum dengan bahagia.

Kini Alena mampu untuk mengangkat kepalanya, bertatapan dengan Muda, kemudian saling melemparkan senyuman pada masing-masing.

"Hai, suami." Sapanya setelah menghentikan senyumannya.

Muda tersenyum pula, "Halo, istriku." Sahutnya.

Semua orang bersorak. Untuk pertama kalinya mereka melihat kemesraan Alena dan Muda yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Maryam yang sejak tadi menangis kini mulai tersenyum, sama hal nya dengan Tiwi.

Sementara Sharen, ia tengah sibuk memeluk Reno dan mengusap punggungnya karena suaminya itu sedang berubah menjadi seorang pria cengeng karena melepaskan adiknya pada lelaki lain.

Icha memeluk Mushkin, "Yaang. Mereka nikah juga. Akhirnya, sekarang yang bahagia bukan kita aja. tapi mereka juga." Ucapnya pada Mushkin. pria itu terkekeh, ia ingin menertawakan Icha yang tiba-tiba saja menjadi jinak dan tak brteriak-teriak. Tapi kalau di ingatkan, nanti malah Icha lebih gila. Ya sudah, diam saja.

"Boleh di cium atuh, udah halal sekarang mah."

Suara penghulu kembali membuat semua orang menaruh perhatiannya untuk pasangan pengantin yang tengah berbahagia di sana.

Alena tersenyum malu, sementara Muda merasa kikuk juga. Banyak orang di sini.

Baiklah Muda! cium, atau tidak kau cium sampai pesta selesai!

Dengan perlahan, Muda meraih kepala Alena, dan mengecupnya dengan perlahan kemudian berbisik, "I Love You."

Membuat pipi Alena memanas, dan kembang api menyala dalam hatinya.

Well, sekarang ia benar-benar merasakan perasaan bahagia yang luar biasa.



TBC


HAHAHAHAHA APA BANGET KAN PANJANG TAPI SCENE MUDALNYA KAGA ADA. SEBENERNYA INI MASIH ADA SAMBUNGANNYA.

Tapi masih panjang banget jadinya aku bagi dua aja ders, dan ini nggak aku edit lagi karena mata aku udah ngantuk sementara aku udah janji sama kalian jadi ya nanti aja di editnya ya.

Kalau aku lanjutin jatohnya malah maksa nanti feelnya aneh wkwk

Jadi aku cut sampe sini dulu deh. Nanti kalau cepet, besok juga jadi. Kalau cepet wkwkwk K A L A U yaaa catat wkwkwk

Ngantuk banget nih ders cape. Jadi aku nggak banyak ngomong.

Selamat membaca aja ya.

Aku sayang kalian :*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro