Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13 - Kencan

Tolong di baca dulu sebelumnya :)

Selamat sore readers sayaaang :*

Aku baru sampe rumah sakit nih ders, mau menginap karena kebetulan besok aku ada operasi.

Sengaja update dulu sekarang supaya aku gak punya hutang dan punya jarak lumayan lama untuk update nanti hahahaha

Operasi apa? operasi untuk mengambil gumpalan kebaperan yang nyangkut di badan aku hahahaha atau mungkin itu cilok yang lupa aku telen, atau mungkin juga itu upil yang nyangkut disana *joget

Minta do'anya ya, sayang-sayangku.. semoga operasi aku lancar, pemulihan lukanya cepat, dan bisa langsung update lagi untuk membahagiakan kalian semua *peluk satu satu

Sebel ya, orang mah di badan ada bekas tapak cinta, masa aku tapak operasi *nguquq

Ya sudah, segitu aja sih. pemberitahuan aja.. update nya lebih lama kan masa pemulihan *peluk Muda

Silakan disantap ..

-

-

-

-

Tante Mar, selamat! Alena gak jomblo lagi..

"PAPAAAAA!!!!" Maryam berteriak begitu suaminya masuk ke dalam rumah menggunakan baju koko karena baru saja pulang dari mesjid.

"Kenapa mama? Heboh banget."

"Itu papaaaa! Alenaaaa! Ya ampun, si cantik anak mama udah gak jomblo lagi." Suaminya tersenyum, "Mama seneng? Biasanya mama sedih, soalnya pasti makin kesepian." Sahut suaminya. Maryam mengerucutkan bibirnya, "Itu kan dulu, sekarang mama seneng pa. nah, sekarang kebukti juga kan air mata si manis anak mama terbayar sudah dengan berjuta kebahagiaan. Pokoknya mama gak mau tahu, besok pagi mama mau ke Bali. Ayo dong, pa.. sekalian, ya? kita ke Bali?"

Suaminya menggeleng, "Papa banyak pekerjaan, besok hari penting."

"Yah, papa gak asik! Ya udah, mama sendiri aja. tapi boleh ya, mama ke Bali?" Maryam mengedipkan matanya dengan genit, sementara suaminya hanya menggelengkan kepalanya.

"Iya, boleh."

Dan jeritan kerempongan ala ibu-ibu terdengar menggema di seluruh penjuru rumahnya. Dasar, nenek lincah.

*****

Alena masih menggenggam tangan Muda dengan begitu erat, senyuman di bibirnya tidak bisa di tahan-tahan lagi olehnya. Sekarang ya masa bodoh saja, toh mereka juga sudah berpacaran.

Berpacaran, ya?

Ampun, kenapa Alena seperti ABG begini sih?

"Aa.. kenapa mau jadi pacar Lena ?" Tanyanya dengan suara manja. Muda menahan senyum, "Sepertinya saya sudah menjawabnya tadi." Sahutnya.

"Tadi? Tadi emang Aa jawab apa? ih, Aa kan cuman bilang kalau Aa gak asik, sementara Lena asik, makannya Aa membutuhkan Lena yang asik untuk membuat Aa asik. Aduh, A.. A Muda kan kaku, kok bisa manis gitu sih kalau ngomong? Aa belajar gombal dari siapa? Dari Icha ya?"

Muda tertawa, ia memiringkan tubuhnya untuk menghadap Alena.

"Ih, Aa ketawaaa.. Cieee.. pasti bahagia, ya? Pacaran sama Lena?"

Muda tertawa lagi, seraya menganggukkan kepalanya.

"Ih, kok pipi Lena malah panas ya. Lena malu." Kekehnya.

Muda kembali tertawa, "Sudah, kita kembali ke dalam. Sudah maghrib, shalat dulu."

Alena menggeleng, "Lena lagi gak shalat. Diem disini aja, boleh?" Pintanya.

Muda menganggukkan kepalanya, "Kalau begitu, saya ke dalem duluan. Kamu jangan lama-lama di luar."

Genggaman tangan mereka terlepas, Alena merasakan kekosongan yang luar biasa dalam hatinya. tetapi sentuhan ringan dan penuh kelembutan di kepalanya membuat Alena lagi-lagi menahan senyumnya.

"Dah.. Aa.." Gumamnya seraya terkikik.

Muda tersenyum lagi seraya menggelengkan kepalanya. pria itu menatapnya sebentar, kemudian masuk ke dalam hotel dan meninggalkan Alena di tepi pantai.

Sesaat setelah Muda benar-benar menghilang dari pandangannya, Alena menutup mulutnya dengan kedua tangannya, kemudian menjerit senang dengan keras seraya meloncat-loncat disana.

Ia terlalu senang saat ini!

Wow! luar biasa sekali hari ini.

"Alena, What's wrong?"

Suara seorang pria menginterupsinya, Alena buru-buru menghentikan tingkahnya kemudian menoleh pada pria bermata biru yang ada di hadapannya.

"Eh, Chris.. Hmm.. nothing. Aku hanya terlalu bahagia." Kekehnya.

Pria itu tertawa, "Kau sedang jatuh cinta!"

Oh, ya! benar sekali.

Alena mengangguk dengan malu dan tersipu. "Ya, aku sedang jatuh cinta. Pada pria kaku, pria kulkas, menyebalkan, dan mencengangkan."

Kemudian tiba-tiba saja Alena tertawa, mengingat setiap perlakuan Muda padanya.

Aduh, jika saja semua orang melihatnya seperti ini, pasti mereka mengatakan Alena gila.

Ya, gila. Karena Muda.

Awww..

Kenapa menggelikan sekali sih!!!

******

Selepas Maghrib bahkan sampai tengah malam, Muda tidak menemui Alena lagi. ia menahan dirinya untuk tetap berada di kamarnya (kebetulan kunci nya sudah ia dapatkan kembali sehingga ia bisa menikmati kamarnya lagi) dan mengerjakan pekerjaannya yang menumpuk.

Muda menahan kantuknya, demi hari esok yang cerah.

Sial, kenapa malah kata-kata itu yang tersangkut di otaknya? dia mulai tidak beres.

Maksudnya, demi hari esok yang akan ia habiskan bersama Alena.

Muda sudah memperhitungkan, kalau dia bisa menyelesaikan semuanya dengan cepat, baik, dan teliti. Maka dalam satu bulan ia sudah bisa kembali ke Bandung, dan melamar Alena secara resmi disana.

Biarkan saja, selama satu bulan ini hubungannya sebatas berpacaran. Muda hanya harus berjuang meyakinkan Alena bahwa sebuah pernikahan bukanlah hal yang bisa membuatnya ketakutan.

Yah, lupakan sejenak masalah itu. kembali pada pekerjaan yang harus ia selesaikan malam ini agar besok siang dirinya bisa terbebas dan membawa Alena jalan-jalan. Bersama.

Astaga, mereka mau berkencan, ya?

Muda menggelengkan kepalanya.

Ingatlah umur, bung! Kenapa pikiranmu seperti pikiran anak remaja sih?

Tapi bagaimana lagi, ya. Alena yang membuatnya seperti ini.

Gadis itu tidak tahu saja, apa reaksi yang Muda dapatkan ketika Alena menggenggam tangannya, berjalan bersama dengannya, dan menyandarkan kepalanya di bahu Muda.

Rasanya seperti ia sedang mengecek ruang panel listrik utama, tersetrum luar biasa.

Dan setruman itu, entah mengapa terasa sangat indah!

Arrgg.. berhentilah memikirkan hal itu! kau bisa mencemari rancanganmu dengan jutaan gambar hati nantinya Iskandar Muda!!!

Baiklah..

Muda mencoba menghilangkan semua pikirannya, dan fokus pada pekerjaannya.

Ponselnya sudah ia matikan, dengan memberitahukan Alena sebelumnya. Dan tentu saja keberadaan ponselnya juga sudah jauh dari jangkauannya, sehinga menghilangkan niatnya untuk menghubungi Alena dan berbicara sepanjang malam lewat sambungan telpon.

Dengan bodohnya, Muda meletakkan ponselnya di lemari yang berada di dalam dapur kecil kamarnya.

******

"Ekhm.. sudah cukup dong honey, kok senyam senyumnya gak bisa berhenti sih?" Riri menatap geli pada Alena yang sejak tadi terus menerus tersenyum penuh bahagia.

"Abisnya Ri.. gimana ya, sudah sejak lama gak deket sama cowok.. yah maksudnya gak se dekat ini, dan sekarang.. tiba-tiba gue udah pacaran aja." Gumam Alena. Riri tertawa, "Geli sih, liatnya. Tapi gue seneng juga lo begini Lena sayang."

Alena mengangguk-anggukkan kepalanya.

Kemudian perkataan Muda di pantai tadi kembali terngiang di telinga nya. Ia menatap Riri kemudian bertanya, "Lo tahu arti te amo apa?" Tanyanya.

Riri mengangguk yakin,"I love you."

"Hah, kok lo malah bilang I Love You sama gue?" Tanyanya polos.

Dasar, anak mama yang satu ini! Riri memukul lengannya, "Lenaaa.. kan lo tanya, apa arti te amo. Ya gue bilang I love you, arti te amo itu ya itu.. I love you. Aku cinta kamu."

Aku..

Cinta..

Kamu..

"APAAA? Riri.. seriously?"

Riri menganggukkan kepalanya dengan yakin, "Anak SMP aja tahu Len, apa itu te amo. Lo gak tahu memangnya?"

Alena menggeleng, dia tidak bisa berkata-kata.

"Emangnya kenapa sih? tiba-tiba nanya itu?"

"A Muda Ri.. tadi di pantai, A Muda bilang 'Alena, kamu tahu artinya te amo?' gitu."

Mata riri terbelalak sempurna, "Terus? Lo jawab apa?"

"Ya, gue jawab aja gue gak bisa bahasa spanyol, kata mami kan gue belajarnya bahasa inggris aja. makannya gue gak tahu."

Oh. My. God!!!

"Lenaaa... astaga, lo cantik-cantik, pinter juga bikin laki dongkol sendiri ya? pasti malu banget tadi si Aa elo itu." Dahut Riri. Kemudian, ia tertawa dengan kencang. Menertawakan kepolosan Alena yang benar-benar keterlaluan.

*****

Semakin dalam kamu mempelajari arsitektur, semangatmu dalam mengejar pujaan hatimu akan semakin meninggi, karena arsitektur adalah sebuah gelombang yang bernama cinta.

Muda ingat sebuah kata-kata yang di dengarnya sewaktu kuliah dulu. Sayang, ia belum sempat mewujudkannya, mengejar pujaan hati? hey! Muda sama sekali tidak mempunyai waktu untuk hal itu. tidak. Hari-harinya lebih banyak ia habiskan dengan setumpuk pekerjaannya, dan hari liburnya pun sibuk ia habiskan dengan dirinya sendiri. sekedar untuk berolahraga, atau mungkin tidur sepanjang hari. yah, pilihan kedua akan membuat kepalanya pening tentu saja.

Tetapi ada yang berbeda dengan pagi ini. ia bangun lebih bersemangat, tersenyum cerah walaupun tidurnya hanya beberapa jam saja. membayangkan senyuman Alena, tingkah manjanya padanya, dan suara riang menyenangkannya yang akan menghibur Muda, membuatnya menjadi lebih bersemangat dari biasanya.

Jam baru menunjukkan pukul sembilan, itu berarti waktunya untuk mengajak Alena pergi sudah tiba. Muda memutar tubuhnya di depan kaca, memastikan bahwa penampilannya sudah cukup lumayan dan tidak terlalu mencolok.

Tolong, ini kencan pertama mereka kan? dan Muda sudah empat kali berganti baju sejak pagi tadi, dari sekian banyak baju yang dibawanya, akhirnya ia malah memilih memakai sweater hitam dan celana pendek. Ya, sepertinya pakaian ini cukup wajar, daripada sebelumnya, kan? Muda ingat tadi ketika pertama kali mengenakan pakaian, ia memilih kemeja nya yang berwarna putih. Hey, memang dia mau di sangka pelayan hotel? Atau mungkin, apa ia mau di sangka melamar Alena?

HAHAHAHA apa-apaan sih! kenapa pikirannya tertuju pada hal itu terus?!

Baiklah, cukup. Cukup untuk pikirannya.

Membuka pintu kamarnya, Muda mengetuk pintu kamar Alena seraya menunggu dengan debaran jantungnya yang tak kalah kencang dari ketukannya.

Beberapa saat kemudian, pintu terbuka dan Alena memiringkan kepalanya seraya tersenyum, "Halooo.. kekasih.."Sapanya seraya terkikik. Muda mendengus, tertawa mendengar sapaan Alena pagi ini.

"Sudah siap?" Tanyanya. Alena masih memiringkan kepalanya, kini ia tengah berpikir.."Siap belum yaa? Coba tebak, menurut Aa.. aku udah siap belum?"

Muda mengerutkan keningnya.

"Ayo doong.. tebak."

"Sepertinya sudah."

"Selamat! Jawaban anda benar! Anda berhak mendapatkan satu kecupan dari Alena Maharani."

Chup!

Tiba-tiba saja Alena mencium pipinya seraya terkikik. Gadis itu keluar dari kamarnya, memunggunginya karena tengah mengunci pintunya sementara Muda, ia masih terpaku di tempat akibat ciuman Alena di pipinya.

Bibirnya tertarik secara perlahan-lahan, membuat sebuah senyuman tersungging disana.

Ada-ada saja! kenapa Alena menciumnya sih? dan.. kenapa juga, ia merasa gila seperti ini?

"Ayo.. A Muda nungguin apalagi?"

Oh? Alena sudah selesai mengunci pintunya? Hahaha lalu kenapa jantungnya belum selesai berdebar dengah dahsyat sih?

"Aa..."

"Ekhm. Iya. Ayo." Muda menggaruk tengkuknya, memundurkan langkahnya untuk mempersilakan Alena berjalan lebih dulu, tetapi gadis itu malah tersenyum kemudian dengan tiba-tiba meraih tangannya dan berjalan bersamanya seraya bergandengan.

Damn...

Dalam hatinya tengah terjadi kericuhan seluruh organ-organ dengan dahsyat dan serempak!

Muda merasa begitu senang, bahagia, dan.. oh, tolong.. kenapa ia benar-benar seperti anak remaja begini sih? Ingat umur, Muda! Ingat umurmu yang sudah tidak Muda lagi!

"Kita mau kemana A hari ini?" Alena bertanya kepadanya ketika mereka keluar dari lift.

"Saya mau ajak kamu naik Odyssey Submarine, sudah pernah naik itu sebelumnya?"

Alena menghentikan langkahnya, ia menatap Muda tak percaya, "Odyssey? Kapal Selam Odyssey? Aa ngajak Lena naik itu?"

Muda menganggukkan kepalanya.

"Whooaaaa.. A Muda kereeeen! Yeah! Akhirnya Lena bisa naik itu!"

"Memang kamu belum pernah naik itu?"

Alena menggeleng seraya mengerucutkan bibirnya.

"Kata mami?" Tanya Muda. Alena mengangguk, "Iya. Kata mami kan itu kapal selam, kalau ada hiu yang menerjang kapal selamnya nanti Lena kenapa-napa."

Dan respon yang Muda berikan pada Alena adalah tawa geli nya yang membuat Alena malah menatapnya penuh tanya.

"Memangnya pemerintah menyediakan wisata di tengah laut penuh hiu? Itu kan membahayakan."

Alena terlihat berpikir.

"Benar juga sih A. ih! Pasti mami bohongin Lena deh, masa iya kapal selam di makan hiu. Emang bisa?"

Muda menggelengkan kepalanya, "Nah.. memang bisa?"

Alena menggeleng, kemudian terkekeh. "Kok Lena oneng banget ya, A? eh, Aa gak apa-apa gitu kalau punya pacar oneng kayak Lena?"

Kali ini Muda tertawa. Ia menarik tangan Alena yang berada dalam genggamannya untuk melanjutkan langkah mereka, "Kamu juga tidak apa-apa, punya pacar sekaku saya?"

"Kaku? Kaku apanya? kaku ototnya? Sini.. Lena pijitin nanti."

Muda menggeleng, "Kaku. Saya kan pendiam, orang yang kaku, mungkin membosankan."

Alena berpikir sejenak, "Iya.. sih, Aa nyebelin. Tapi, kalau untuk membosankan. Nggak tuh, Aa malah Asik dengan caranya sendiri. ya, kan Aa pendiem.. jadi mengundang rasa penasaran Lena buat bikin Aa banyak bicara."

Muda menggaruk tengkuknya, bingung harus berkata apa. ingat! Dia bukanlah Icha yang mempunyai kamus Ichanisasi sendiri di dalam kepalanya. Muda hanya memiliki perbendaharaan kata yang sedikit.

"Kamu sudah pipis? Atau buang air besar?"

Nah, loh. apa-apaan pria ini?

Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa malah menanyakan hal semacam ini?

"Ih, kok Aa nanya begitu?"

"Saya memastikan. Di kapal selam nya kan tidak ada toilet." Jelasnya.

Oh, begitu. Alena kembali terkikik. Ia pikir memang Muda tidak memiliki bahan pembicaraan lain untuknya, makannya bertanya hal yang menggelikan seperti itu.

****

Odyssey Submarine Bali, saat ini adalah satu-satunya kapal selam yang beroperasi di Indonesia. Di dunia, kapal selam ini hanya beroperasi di dua tempat, satu berada di Bali, satu lagi berada di Hawai.

Alena tak henti-hentinya tersenyum saat mereka sudah sampai, dan kini ia tengah ditimbang berat badan untuk persyaratan sebelum masuk ke dalam kapal.

"Setahu Lena, kalau mau naik kapal selam ini harus booking dulu. Aa kapan booking?"

"Sebelum saya pulang ke Bandung."

"Cieee.. udah niat ajak Lena kencan, ya?" Alena terkikik, sementara Muda malah memalingkan wajahnya karena malu.

Alena mengerucutkan bibirnya, dasar. Kalau menggoda pria pendiam semacam Muda ya seperti ini, berakhir dengan dia yang terus-terusan menggoda hingga kelelahan sementara yang di goda malah biasa saja.

Menyebalkan, bukan? Tapi, kenapa Alena malah senang sekali ya?

"Hmm.. Aa, tau nggak siapa yang merancang kapal ini?" Alena berjalan di samping Muda. Kali ini ia tidak menggandeng tangan Muda, tetapi tiba-tiba saja pria itu yang menarik tangannya dan menggenggamnya.

Aww.. selalu mengejutkan Iskandar Muda ini!

"Kapal ini buatan Victoria Machinery Depot Co. Ltd yang berbobot 72,6 ton menggunakan tenaga battery dan dapat menyelam mencapai kedalaman laut hingga 35 meter." Jelasnya. Alena terperangah, "Wow! Aa kok tahu?"

"Bukan hanya itu, saya juga tahu spesifikasi kapal selam ini. panjang 17 meter, lebar 4 meter serta tinggi 5,5 meter. Memiliki kemampuan daya angkut 3.500 kg . kapasitasnya hanya 36 orang, itulah kenapa kita harus di timbang dulu."

Baiklah, tunggu sebentar.

Kenapa Alena merasa bahwa dia sedang berjalan-jalan dengan pembuat kapal ini sih?

"Aa, jangan bilang Aa salah satu arsitek yang bikin kapal ini?"

Muda menggeleng, "Bukan. Saya gak bisa bikin kapal selam. Saya hanya melakukan riset."

"Untuk apa? Aa mau jadi guide buat kapal selam ini?"

Muda menggeleng lagi.

"Terus?"

"Saya hanya memastikan, kapal selam ini aman untuk kita berdua, khusunya untuk kamu."

Alena tersipu, "Kan.. cowok kayak Aa, irit bicara. Sekalinya bicara kok gini ya, efeknya?"

Muda tertawa, "Sudah.. kita duduk. Kamu mau duduk sebelah mana?"

Dan Alena berlari-lari seperti anak kecil, menatapi tempat duduk yang berjejer di depannya kemudian menentukan pilihannya tepat di hadapan kaca bulat besar yang berada di badan kapal. Muda mengikutinya, dan duduk di sampingnya.

Suasana dalam kapal selam sangat terang, sehingga anak-anak pasti suka berada disini. Dan tentu saja, Muda juga suka berada disini. Selain melihat keindahan terumbu karang dan berbagai jenis ikan-ikan kecil, Muda juga bisa melihat senyuman bahagia milik Alena dan menikmatinya sampai ia puas. tidak, sepertinya ia tidak akan pernah puas.

"Whoaaaa... A! lihat! ikannya lucu ya?" Sekarang Alena malah berjongkok, menunjuk kaca bulat di hadapannya dan tersenyum cerah melihat ikan-ikan yang berenang dengan bebas di luar sana.

"Kamu senang?" Tanyanya. Alena mengangguk antusias.

"Makasih ya, a.. udah bawa Lena kesini. Sini coba A.. lihat ikannya bareng Lena disini."

Yah, ternyata bahagia itu sederhana. Sesederhana senyuman milik Alena yang membuatnya terpesona.

*****

"A, Aa kapan ulangtahunnya?"

"17 Agustus."

"Eh, serius?"

Muda mengangguk.

"Biasanya Aa minta kado apa?"

"Saya selalu menyukai segitiga grid, bergulung-gulung kalkir, pena 0.1-0.5, prisma color dan mistar sablon" Jawabnya. Alena tergelak, "Suka kopi apa?"

"Espresso."

Sepanjang perjalanan setelah dari kapal selam hingga kembali ke hotel, Alena terus menerus bertanya padanya sementara Muda menjawabnya dengan senang hati, yah.. sekalipun hanya satu atau dua kata saja, oh tentu saja beberapa kalimat kalau yang ditanyakan oleh Alena itu pembicaraan yang di sukainya. Apalagi, selain bidang arsitektur yang di gelutinya.

Seorang arsitek itu selalu tenggelam dalam pekerjaannya, dan orang pendiam seperti dirinya tentu saja pola hidupnya lebih menyeramkan dari arsitek biasanya. Muda nyaris tidak pernah berlibur sama sekali, apalagi menghirup udara pantai sebebas-bebasnya seperti sekarang.

"Aa bisa berenang kan? kalau Lena sama Icha yang tenggelam, Aa nolong siapa?"

Muda tersenyum, mencubit gemas pipi Alena seraya berkata, "Saya tolong kamu." Ucapnya.

Tentu saja, Icha kan bisa berenang. Muda mengajarinya habis-habisan dulu.

Alena tersipu mendengar jawaban dari Muda. Kenapa sih, ucapan pria ini selalu bisa membuatnya tersipu?

"Udaranya panas sekali, kita masuk saja. kamu juga sepertinya sudah cape." Muda mengusap-usap kepala Alena, kemudian menarik tangannya untuk berjalan bersama menuju hotel.

"Abis ini kita kemana?"

"Kamar." Ucap Muda.

Ya? Maaf? Apa katanya? Kamar?

"Kamar?"

Muda mengangguk.

"Kita? Ke kamar?" Tanya Alena lagi.

"Ya, saya yakin kamu capek, dan saya juga capek. Jadi kita istirahat saja di kamar masing-masing."

Ooooh.. jadi, itu maksudnya Muda! Aduh, kenapa Alena malah berpikir yang macam-macam sih?

"EKHEM!!!! YANG LAGI PACARAAAN... SERASA PANTAI MILIK BERDUA, YANG LAIN NUMPANG MAIN AJA DISINI."

Suara seseorang menginterupsi keduanya. Muda segera mengalihkan tatapannya mencari-cari asal suara sementara Alena yang langsung menoleh pada sebelah kirinya, membelalakkan matanya ketika melihat wanita paruh baya yang memakai topi pantai berwarna biru tengah menatapnya penuh godaan.

"Mamiiii.." Teriak Alena. Antara terkejut, malu, serta kebingungan harus berekspresi seperti apa.

Muda langsung memfokuskan pandangannya pada apa yang dilihat oleh Alena.

Oh, tidak. Ada maryam disana, tengah tersenyum penuh arti pada mereka berdua sementara keduanya malah terkunci di tempat dengan tangan yang saling bertautan.

"Aduh, kalian.. kencan kok tengah hari gini. Kan panas.." Goda Maryam lagi. Alena cepat-cepat melepaskan genggaman tangan Muda di tangannya, tetapi sulit terlepas karena Muda menggenggamnya dengan erat.

"Eh.. mami.. kok gak bilang-bilang Lena mau kesini sih?"

Maryam mendengus, "Mami kan bilang, dua minggu kamu disini, mami jemput kamu."

Ah, ya.. Alena lupa.

"Ekhm.. mesra banget ya, pasangan baru sampe ketemu orangtua aja tetep pegangan tangan, bukannya salam."

Seketika Muda melepaskan genggaman tangan Alena dan meraih tangan Maryam, "Halo tante." Sapanya.

Bodoh, ia malu sekali sekarang.

"Aduh.. mami pegel-pegel nih Len. Kasih tahu Riri gih, siapin spa buat kita." Ucap Maryam tiba-tiba. Alena mengangguk, menatap Muda sebentar untuk meminta izin kemudian pergi meninggalkan Muda dan Maryam berdua.

"Ekhm.." Maryam berdehem, menatap dengan sebal Muda yang berada di hadapannya. Sementara Muda mulai mengencangkan sabuk kewaspadaannya. Menjadi Arsitek membuatnya peka dengan keadaan sekitar, termasuk dengan keadaan mengancam yang sekarang sedang di alaminya. Ia hanya tidak peka pada cinta saja, sudah. Itu saja. selebihnya ia peka dengan yang lainnya.

Muda terdiam, menunggu Maryam mengajaknya berbicara karena Muda tidak tahu harus berbicara apa.

"Kamu.. pacaran sama Alena?"

Tepat sasaran!

Muda menggaruk tengkuknya, "Untuk usia saya, pacaran bukan sebutan yang pantas tante."

"Oh.. terus si Astrid kamu kemanain?" Tanya Maryam dengan ketus. Mengingat-ingat saat dulu dirinya menyuruh suami Renita untuk menjauhi anaknya dan membawa uang perdamaian. Bedanya, saat ini ia tidak membawa uang, tapi membawa tangannya untuk mengeruk pasir pantai di bawahnya atau mengambil ranting pohon di sekitarnya untuk ia lemparkan ke wajah Muda kalau-kalau pria itu masih membiarkan Astrid berkeliaran di sekitarnya.

Muda melipat bibirnya, terlihat ragu untuk berbicara tetapi kalau tidak bicara, ia tidak tahu kapan ia bisa menyampaikan apa yang ingin disampaikannya dengan leluasa.

"Saya sudah berpisah dengan Astrid, tante. Setelah sekian lama akhirnya saya tahu kalau Astrid bukan orang yang baik untuk saya. Orangtua saya pun tidak merestui hubungan saya dengan Astrid."

"Memangnya kalau sama Alena, orangtua kamu merestui?"

"Saya pikir gak ada alasan untuk mereka tidak merestui."

"Ya, bisa aja Astrid menghasut orangtua kamu, mengatakan hal-hal buruk tentang Alena. Siapa yang tahu?"

"Saya tidak akan membiarkannya."

"Siapa yang bisa jamin?"

"Saya."

"Kamu?"

"Ya, saya sendiri yang akan menjaminnya."

Maryam menatap Muda penuh selidik. Ada sesuatu hal yang menarik dari pria ini dan tengah coba di gali olehnya.

"Kamu.. memacari Alena untuk―"

"Tentu saja menikahi Alena."

APA?

Apa Katanya?

Maryam menahan senyumnya, kemudian berdehem untuk mempertahankan tingkah angkuhnya sebagai orangtua si gadis yang berusaha di dekati oleh kekasih si gadis.

"Saya sudah mendengar soal Alena, bahwa Alena tidak pernah bisa berkomitmen, terutama untuk pernikahan. Saya tidak akan memaksanya, biarkan saja seperti ini sampai saya bisa membuat Alena percaya akan sebuah komitmen. Tetapi sebelum itu, karena sudah terlanjur bertemu dengan tante, saya ingin meminta izin pada tante secara langsung."

Binar di mata Maryam mulai menyala-nyala dengan meriah.

"Izin untuk?"

"Menikahi Alena tentu saja. tetapi itu sepertinya dalam jangka waktu panjang, dalam jangka waktu pendeknya. Untuk sekarang, saya meminta izin untuk berhubungan dengan Alena sebagai pacarnya."

"Dan memangnya kamu yakin gak akan kebablasan? Anak saya kan sexy, cantik pula."

Wajah Muda memerah, ia sendiri juga tak yakin. Apalagi Alena yang manja, selalu menempel padanya dan kadang membuatnya ingin mencumbu Alena habis-habisan.

Astaga! Hentikan pikiran itu sekarang juga Muda!!

"Saya akan menjaga Alena tante, kalau saya bisa menjaga Alena dari lelaki diluar sana, saya juga harus menjaga Alena dari darah lelaki yang ada dalam diri saya sendiri."

Wow ! Wowww!!!

Kenapa Maryam yang berdebar-debar sih? serius? Dia akan mendapatkan calon menantu seperti ini? Wow! luar biasa!

"Kamu bukannya pendiem ya, kata si Icha? Kok kata-katanya begini amat? Wih, kalau saya tante girang, pasti udah ngebet pengen jadiin kamu brondong. Eyaahhh brondongnya tanteee." Maryam tertawa seraya menyolek bahu Muda. Membuat Muda malah menatapnya penuh kewaspadaan.

"Gak usah takut lah, sama tante mah. Ih, tante itu mertua baik tahu. apalagi kalau dapet calon mantunya sama kamu. Ya udah, sekarang mah kamu yakinin si Lena, ya? biar bisa nikah sama dia, kan kasian juga. Umur kamu berapa?"

"Tiga puluh dua tante."

"Nah, kan.. si Reno belum tiga dua udah punya anak tiga. Kamu nikah aja belum. Sok, yakinin dulu anak tante. Kalau dia mau, tinggal tancap gas deh!"

Maryam tertawa lagi, sementara Muda malah tersenyum kikuk karena tak terbiasa dengan tingkah seorang wanita paruh baya yang seperti ini.

"Mamii.. udah siap Spa nya!"Alena kembali tepat pada waktunya. Muda menghela napasnya lega. Beruntung, ia sudah mengutarakan keinginannya pada Maryam.

"Oh, udah ya? ya udah, mami Spa dulu. Eh, kamu jangan spa dulu Len.. udah, disini aja dulu ya.. gih, sana pacaran. Tuh, disana banyak yang mojok. Barangkali mau ikutan mojok? Cieee.. kok kalian so sweet sih pacaran di pantai, mami jadi inget masa lalu." Maryam kembali tertawa kemudian pergi menjauh dari keduanya. Sementara Muda hanya bisa menggelengkan kepalanya, tak menyangka dengan tingkah Maryam yang.. wow sekali.

Alena menatapnya polos, "Aa tadi ngobrol apa aja sama mami?" Tanyanya.

"Hmm? Ya, begitu saja."

"Begitu saja gimana?"

"Hanya sebatas pekerjaan saya disini."

"Ohhh.." Gumam Alena.

"Ekhm.. A.. masa pacaran pakenya masih saya sih? itu sama pacar apa sama klien? Kok pake saya?" Protes Alena. Muda tertawa, "Saya harus pake apa?"

"Yah, 'Aku' mungkin? Atau.. A Muda bisa meng 'Aa' kan diri Aa sendiri?"

Muda tertawa, "Begini saja, tidak bisa memangnya?"

Alena menggelengkan kepalanya seraya mengerucutkan bibirnya, "Gak bisa.. jangan dong A, tapi sih terserah Aa aja. Lena ikutin." Ucapnya seraya terkekeh.

Muda menatapnya kemudian menjawil hidungnya, "Kamu bikin saya gemas." Godanya.

Alena tersipu, rona merah langsung muncul di pipinya. Ia hendak memeluk Muda, tetapi suara ponsel Muda menghentikannya. Pria itu buru-buru merogoh saku nya dan mengambil ponselnya yang sudah meronta-ronta ingin di perhatikan sejak tadi.

"Ehm.. sebentar. Ada video call dari Icha." Sahutnya.

Alena mengangguk. Ia meraih tangan kanan Muda yang bebas dan memainkan jari-jari besarnya sementara tangan kiri pria itu tengah mengangkat ponselnya ke atas dan menyesuaikan cahaya yang ada di sekitar mereka.

"Apa Cha?" Sahut Muda begitu tersambung. Icha tersenyum di sebrang sana, terlihat dengan jelas sekali di layar ponselnya Muda tengah bersama Alena, gadis itu tengah memainkan tangannya.

"CIEEEEE YANG LAGI PACARAN SAMPE LUPA HUBUNGIN ADEK SENDIRI!" sindirnya.

"Apa sih."

"APA SIH. APA SIH! KASIH TAU PAPA LOOH KALAU ABANG CIUMAN SAMA SI ALENA KEMARIN!"

Wajah Muda memerah, ia menatap Alena yang kini tengah menatapnya seolah bertanya darimana Icha tahu?

Tentu saja dari laporannya pada Mushkin!

Ah, dasar bodoh!!

"Ehm.. apakabar Dylan??"

"Halah, basa basi lu bang. Bilang aja mengalihkan perhatian. Gak mempan! Buaya kok di kadalin sih. dylan seperti biasanya,menyusu dan menyusu. Heh lenoy! Pake malu-malu lagi lu. Liat ke gue napa! Kan gue cantik. Emang lo aja yang cantik? Huh, sombong."

Eh?

Alena cepat-cepat menatap layar ponsel Muda.

"Ehehehe halo Cha.."

"Halo-halo. Cieeee yang udah gak jomblo lagi." Goda Icha. Alena memalingkan wajahnya karena malu.

"Baiklah, perhatian untuk kalian berdua hai dua makhluk yang sedang di mabuk asmara.. tolong.. pantai itu punya pengaruh besar terhadap dua insan yang saling mencinta."

"Cha.. gak usah lebay." Ucap Muda datar.

"Yah.. sebagai orang yang sudah berpengalaman di bidang kemodusan seorang pria, Icha mau kasih tahu Alena aja. Noooy.. kalau abang gue bilang 'Maaf, tapi saya butuh lebih.' Lo harus buru-buru lari sejauh mungkin bahkan kalau bisa sampe Bandung larinya."

"Hus! Yaang! Kok buka-buka aib sendiri sih?" bisikan Mushkin terdengar disana. pasti Mushkin berada di samping Icha, pasti.

Dan apa yang terjadi sekarang benar-benar membuat Alena dan Muda saling menatap penuh tanya karena layar berubah gelap sementara suara debat-debat terdengar disana. hah, ini sudah tidak beres.

Muda langsung memutuskan sambungannya, dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam sakunya. Sementara Alena kebingungan mencerna kata-kata Icha barusan padanya.

"A, maksud Icha yang pengen lebih.. itu apa?" Tanyanya.

Muda tertawa, meraih kedua bahu Alena dan membimbingnya untuk menghadapnya.

"Kamu penasaran?" Tanyanya.

Alena mengangguk.

"Maksudnya, ini."

Muda mendekat, dan tanpa Alena sadari, tubuhnya sudah ditarik semakin dekat kemudian bibirnya sudah di lahap dengan lembut oleh Muda. Alena membelalakkan matanya, terkejut dengan ciuman tiba-tiba Muda tetapi cepat-cepat ia menutup kedua matanya dan membalas pagutan mesra Muda di bibirnya.

Persetan dengan suasana pantai yang mungkin ramai, persetan juga dengan orang-orang yang berlalu lalang.

Keduanya saling berpagutan mesra dan menyalurkan perasaan masing-masing lewat ciumannya.

Dan di ujung sana, Maryam menjerit-jerit dengan antusias menyaksikan apa yang sedang dilakukan oleh Muda dan Alena di tepi pantai.

"Ririiiii! Tuh kan! coba, kalau tante nurutin kamu suruh spa sekarang. gak akan dapet tontonan gratis.ebuseeet.. Riii.. kok manis begitu. aduh, Ri.. itu.. rekam dong! Rekam coba rekam! Ini lebih dahsyat, lebih manis dari di pilem pilem Ri... Aduh alaah.. anak mami bisa ciuman juga ternyata. Ahiwww... siap-siap hajatan cyiiin.. siap-siap."

TBC

HAHAHAHAHA mana coba sini yang takut sama si TBC? hahaha
Part kemarin penuh dengan kata CIEEEE hahahaha
CIEEEE YANG MERAUNG RAUNG MINTA JODOH *ngaca

Untuk si MUDAL ini . .
SENENG SENENG DULU AJA LAH YA.. BOM MAH GAMPANG TINGGAL JEDERRR !!!

Ini aku tidak tahu bagaimana hasilnya semoga saja cukup memuaskan ya.. mepet banget soalnya waktu pengerjaannya.

Ya udah, sampai bertemu nanti ya ders..

Terimakasih untuk dukungan kalian semua sayang-sayangkuh..

MUDAL naik ke peringkat 33 sekarang hahaha

Dan dahsyat banget!! part kemarin komentarnya sampe 600!!! Cieeee.. mengalahkan rekor Musicha masa. Ih gemes deh...

Nanti aku kasih kalian lagu dangdut deh untuk perayaan wkwkwkw

Naaah.. karena aku punya banyak waktu.. jadi aku bisa baca tumpukan cerita di library aku hahahahaha
giliran yaaa sekarang aku yang baca wkwkwk

Ya udin.. selamat bersore hari.

Aku undur diri..

Daaaah...

Aku sayang kaliaaaan :*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro