Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Terungkap

Monik yang paling sering menengok pada gerbang kantor, sesekali melirik langit yang mulai gelap. Rapat tim marketing mengambil waktu lebih banyak. Tidak hanya pulang telat, Shaselfa mulai merasa lapar. Gerakannya mengambil ponsel terhenti ketika bersirobok pandang dengan Bu Erika. Detik berikutnya, Bu Erika melengos dan berlalu begitu saja.

"Kenapa sih kalian belum baikan?"

Satu alis Shaselfa terangkat demi mendengar ucapan Monik. Baikan, katanya? "Bahkan sampai sekarang, aku belum bisa mikirin gimana agar proposal produk aku goal, biar bos kita itu makin senewen. Kamu jangan pernah ngarep aku yang akan datang minta maaf. Dia udah seenaknya selama ini."

Temannya ini berdecak. "Belum ada seminggu kalian enggak saling omong, berasa kayak satu milenium, tahu. Pokoknya, aku enggak mau ya jadi sasaran empuk si Erika itu."

Mobil hitam yang dikenali Shaselfa terlihat memasuki gerbang. Dia menaikkan telunjuk. "Jemputan aku udah datang."

"Eh, jangan pergi dulu." Tangan Shaselfa dicekal Monik. "Diajak kenalan dulu dong."

"Lain kali, ya." Decakan Monik terlontar, tetapi Shaselfa mengabaikannya. Dia melambai pada Monik dan bergerak menuju mobil yang segera ditepikan ketika dia mendekat. "Rapatnya molor banget tadi, maaf sampai lupa ngabarin kamu."

Ketika jam pulang seperti biasanya, Rekza menelepon sudah di perjalanan menuju kantornya. Shaselfa mengatakan ada rapat dadakan hingga tertunda pulang. Cowok itu memaklumi, mengatakan akan tetap menjemput lagi nanti.

"Za, sekalian cari makanan, ya." Raut bertanya tampak jelas di sepasang mata cokelat itu. Beberapa camilan yang tadi dilahapnya saat rapat semestinya masih bisa mengganjal perut sampai beberapa waktu ke depan. Kenyataannya, Shaselfa sudah lapar. "Biar aku enggak repot masak lagi kalau udah sampai di rumah."

"Loh, Mama ke mana?"

"Bareng Papa ke Jakarta. Nginap beberapa hari di sana."

Restoran favorit langganan Shaselfa dipadati pengunjung. Buyar keinginannya menikmati salad buah. Ada opsi yang Rekza tawarkan, dia menolak. Dia tetap memesan dan akan melahapnya saja ketika di rumah. Tidak hanya makanan berat, salad buah, Shaselfa juga mengambil beberapa keik. Rekza beberapa kali mengamati tanpa mengeluarkan komentar.

"Tapi kamu ditemani Naomi, kan?"

Begitu di mobil, Rekza membuka percakapan yang membuat Shaselfa urung menjulurkan sesendok salad pada Rekza. "Kenapa tiba-tiba bahas Teteh? Lagi kangen?"

Rekza tidak menjawab, justru mengarahkan tangan Shaselfa agar bisa menyantap salad yang ada di sendok. "Makan salad ini kok aku malah keingat Kesempatan Kedua, udah lama kita enggak ke sana."

"Ngalihin topik segala."

"Aku hanya memastikan kamu enggak sendirian aja di rumah, Shaselfa." Rekza membuka mulut. "Lagi dong."

Maka sepanjang perjalanan, mereka tidak sadar menghabiskan dua kotak itu salad buah, diiringi percakapan tentang alasan keberangkatan orang tuanya harus menginap di Jakarta. Rekza balas menceritakan aktivitasnya di kantor yang membosankan. Begitu iseng menyebutkan cewek yang pernah mereka temui di pesta Pak Takhi, Rekza justru tersenyum misterius.

"Aku enggak ketemu dia kemarin dan hari ini. Besok aku akan menunggunya di lobi lalu menyampaikan salammu."

"Eh, awas aja kalau kamu beneran nyamperin dia."

Tiba di rumah, Shaselfa bersorak dalam hati ketika Rekza menerima tawarannya untuk masuk ke rumah. Keik dihidangkannya di atas meja, kemudian pamit ke kamar. Rekza mengatakan akan menunggu sambil mencari film di Netflix.

Meski niatnya membersihkan diri, Shaselfa tidak akan membiarkan cowok itu menunggu lama. Dia mengambil kardigan hijau yang dipadukan dengan jin. Terakhir, dia hanya mengoleskan sedikit bedak tabur lalu melepas handuk yang membelit rambutnya. Sementara itu dia berharap, Naomi akan datang beberapa jam lagi hingga dia dan Rekza memiliki waktu lebih banyak.

"Udah ketemu film yang bagus, Za?" judul yang tertera pada layar tersebut melarikan pandangannya pada Rekza. "Aku enggak suka genre kayak gini."

Rekza menaikkan ponsel. "Komedi. Rambutmu enggak kamu keringkan dulu?"

"Bentar lagi kering kok ini." Tangan cowok itu lekas ditariknya hingga mereka duduk bersebelahan. Shaselfa mengulurkan keik kemudian memangkunya.

Untuk satu jam lebih ke depannya, ruang hening itu diisi oleh tawa keduanya. Keik di pangkuannya sampai tidak tersentuh. Terakhir, ketika film selesai, Rekza membereskan ruang tengah sementara Shaselfa beranjak ke dapur agar bisa memanaskan makanan. Dia sempat mengintip isi lemari pendingin, lengkap semuanya.

"Masih bisa menunggu? Aku buatkan menu tambahan."

"Boleh deh." Kini, Rekza yang mengambil alih pekerjaan. Momen ketika memasak tentu saja tidak akan dilepaskan Shaselfa begitu saja, dia mengambil ponsel. Berniat merekam dan mengunggahnya di story Instagram.

Namun, Rekza yang menyadarinya menunjukkan wajah cemberut. Cowok itu menolak, keberatan jika Shaselfa memostingnya.

"Cuman tampak bagian belakang aja, kok, Za."

"Shaselfa, minta apa aja deh, kecuali yang ini. Please?"

Tatapan memelas itu akhirnya menyurutkan niat Shaselfa. Dia meletakkan ponsel. Menyimpan saja apa yang dilihatnya di dalam kepala. Saat ponsel mendering, Shaselfa mengamati Rekza mengambil di saku kemeja. Benda pipih tersebut justru diserahkan padanya, chat dari Gendhis, Shaselfa saja yang membalasnya.

"Kesannya enggak sopan nih."

"Kamu udah dapat izin aku. Gendhis ngirim chat biasanya curhat, makanan kita bakal lama kalau aku mesti meladeninya."

Duduk di stool, Shaselfa mulai membacakan isi chat tersebut. "Gendhis baru aja adopsi kucing. Oma sempat ngomel karena udah banyak kucing di rumah kalian." Hanya terlihat anggukan Rekza, tetapi Shaselfa yakin, cowok itu pasti menyertainya dengan senyum. "Dia bingung mau namaian kucing itu apa." Semakin membaca chat dari Gendhis, Shaselfa mengernyit. "Za, masa kucingnya dikasih nama May. Kebagusan enggak, sih?"

Lalu, bunyi spatula yang tadi terus beradu dengan wajah, tidak lagi terdengar. Dia melengak dan mendapati Rekza mulai menggerakkan lagi tangannya. Ketika berbalik, wajah Shaselfa keruh. Masih duduk di pijakannya, dia menyuarakan isi chat Gendhis. "Gendhis sengaja ngasih nama May, karena bukan dia aja yang belum move on. Kamu juga."

Dalam sekian detik, pelan tubuh tegap di depannya berbalik. Tidak

Lalu, "Ini mantan kamu yang mana, sih, Za?"

***

Mengamati caption pada gelasnya, Shaselfa tersenyum kecut. Belakangan, dia kerap menggalau dan semua itu karena seseorang yang kini enggan ditemuinya. Masih hari ketiga, semestinya Shaselfa masih bertahan untuk tidak rutin mengecek ponsel demi melihat apakah tunangan menyebalkannya itu mengirimimkan chat atau tidak.

Berhasil menyelesaikan dua draft konten jauh lebih cepat dari jadwal yang seharusnya. Tidak sampai di situ, ada dua ide yang akan segera harus dieksekusinya sebelum rapat bulanan. Shaselfa bangga menjadi lebih produktif semingguan ini.

Ketika menyesap minum, Miya tampak dalam pandangannya. Kafe berangsur sepi, itu berarti Miya bisa beristirahat sembari menemaninya mengobrol. "Lagi galau, ya?" tembak cewek itu. Ekspresi datar itu sama sekali tidak menyusutkan kecantikan Miya.

"Enggak galau. Cuman butuh teman yang bisa diajak ngobrol aja." Bertelekan siku, Shaselfa mengerling pada beberapa sosok di balik bar. "Kamu masih jomlo atau udah tertarik dengan salah satu dari sekian cowok yang deketin kamu?"

"Masih jomlo dan baik-baik aja. Malah jauh lebih baik dari keadaanmu sekarang. Mau ngomong lagi berantem sama cowokmu kok susah amat."

"Aku yang lagi gondok banget sama dia." Dia menggenggam sendok begitu erat. "Rekza masih aja inget sama mantannya."

"Oh ya?" tidak ada yang berubah dari ekspresi Miya, kecuali satu alisnya yang terangkat. "Dia belum belum move on, tapi justru bersedia menerimamu sebagai tunangannya, itu pasti sulit."

"Aku enggak mau dijadiin pelarian."

"Kamu enggak pengin dijadiin pelarian, tapi di saat yang sama, juga memanfaatkan Rekza." Shaselfa mengerjap dan terlongong-longong. "Kenapa? Aku salah ngomong?"

Meski Shaselfa tidak menyukai apa yang dikatakan Miya, dia tidak bisa mengelak. Salah satu alasan menerima perjodohan itu agar Shaselfa bisa membalas Naomi. Hanya saja, Shaselfa agak kesal saat Rekza tak lantas tunduk pada pesonanya. "Aku enggak sepenuhnya memanfaatkan Rekza, kok."

"Selfa, kamu mulai suka ya sama Rekza?"

Delikannya begitu saja terarah pada Miya. Kalau sampai terjadi, Shaselfa berada dalam bencana. Dia bersumpah tidak akan membiarkan hatinya jatuh sebelum Rekza takluk padanya. Lihat saja sekarang, belum apa-apa, perasaannya terlampau mudah dikacaukan cowok itu.

"Kalau Rekza enggak seperti apa yang kamu inginkan, gampang aja, sih. Batalkan pertunangan kalian."

"Dan bikin semuanya berantakan karena menyakiti Papa? Enggak!" Papa selalu memberikannya yang terbaik, Shaselfa pernah berjanji akan memberikan hal yang sama pada Papa. Dia tidak akan mengambil keputusan gegagah dengan tiba-tiba memutuskan ikatan yang telah mereka sepakati. "Sebenarnya, aku juga bingung, Miy. Semestinya bukan aku yang lagi galau sekarang."

"Ada beberapa hal yang mungkin enggak akan kamu tanyain ke Rekza karena gengsi, tapi, Sel, kamu punya kendali dalam hubungan kalian, kan?"

Hingga di rumah dan berkutat pada pekerjaannya, ucapan Miya terus berputar di kepalanya. Mungkin, dia sudah salah langkah selama ini, terus menunjukkan rasa posesif hingga cowok itu berpikir kehadirannya begitu berarti. Bukannya mengikat Rekza, dia justru membiarkan dirinya terpikat lebih dulu. Bodoh, Shaselfa! Kamu beneran bego.

"Pekerjaanmu lagi ruwet-ruwetnya, ya?"

Suara Mama menyentak lamunannya. Shaselfa melengak, mendapati Mama yang memegang mangku berisi potongan mangga segar yang diletakkan tak jauh dari laptopnya. "Kirain Mama udah di kamar, biasanya langsung tepar kalau dari perjalanan jauh."

"Mama capek, tapi belum mau tidur."

Berusaha kembali fokus, Shaselfa melanjutkan aktivitas, dengan sesekali meraup potongan buah. Shaselfa bisa saja meluangkan sejenak waktunya untuk bersantai, dia masih memiliki beberapa fail video yang sudah beres dan menunggu waktu saja untuk diunggah. Hanya saja, dia harus tetap membiarkan dirinya sibuk.

"Beberapa hari yang lalu, kamu undang Rekza ke sini, ya?"

Pegangannya pada tetikus mengendur. Shaselfa memberikan senyum pada Mama sebagai jawaban. Naomi pasti mengadu.

Desahan Mama terdengar. Untuk sementara, dia akan tertahan mendengar apa pun wejangan dari Mama. "Mama percaya sama Rekza. Meski begitu, Mama tetap enggak setuju kalian hanya berdua saat enggak ada orang lain di sini."

"Rekza nemenin aku, Ma. Dia pulang sewaktu Teteh akhirnya datang. Lagian, apa yang Mama khawatirin enggak terjadi, kok."

"Mama memang berharap enggak terjadi apa-apa di antara kalian sebelum Naomi muncul."

"Astaga, Ma." Dia sungguh tidak mengerti dengan segala ketakutan berlebihan itu. "Untung aja waktu itu aku ngajakin Rekza ke sini, coba kalau ke rumahnya, Mama bakal parno dan nuduh aku macam-macam."

"Berapa kali kamu mau Mama mengulang kesepakatan kita, Selfa?" kini tubuh Mama bergerak gelisah. "Cukup Mama yang pernah bertindak bodoh sampai malapetaka itu menimpa kita."

Sampai juga topik membosankan itu di telinganya. Dia muak, terus-terusan harus diingatkan pada kejadian usang itu. Fokusnya berubah, dia menutup laptop, dan menghadap pada perempuan yang melahirkannya. Ada kaca di sepasang mata itu, tetapi Shaselfa mengabaikannya. "Aku terlahir tanpa ayah, menyaksikan Mama dicemooh sana-sini, aku yang masih kecil pun tak luput dari gangguan itu. Sakit karena dibully itu masih terasa hingga aku dewasa, Ma. Jadi tanpa diingatkan pun, aku bisa menjaga diri, dan enggak mau mengulang kesalahan Mama."

"Mama percaya, tapi..."

"Tapi ragu untuk sepenuhnya percaya padaku." Dia bangkit seraya mengambil laptop. "Kalau itu terus mengganggu, kenapa aku enggak sekalian dinikahin aja. Beres, kan, semuanya?"

Ucapannya tidak langsung mendapatkan respons, Shaselfa berlalu. Selang beberapa saat, tubuhnya berhenti mendengar Mama. "Jadi kamu akan setuju saja saat Mama meminta Papa mulai membicarakannya tentang kelanjutan hubunganmu bersama Rekza?"

***

Pinrang, 29 November 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro