(REVISI) 14 //. Problem Completion
Maafkan saya (T.T) yang gak sadar bahwa ternyata part ini kepotong, sebisa mungkin saya akan merevisi.... dasar watty kurang aseeeem.....
Jadi saya menerbitkan versi revisinya
Semoga menikmati ya :D
-------------------------------------
Fajar benar-benar marah dengan tindakan Salma, setelah pernikahan secara paksa itu yang sudah membuatnya kehilangan Iza. Kini untuk kedua kalinya dia akan kembali kehilangan kekasih hatinya.
Fajar mengambil apa saja yang ada didekatnya dan membuangnya kesembarang tempat, membuat pecahan kaca berserakan dimana-mana bahkan cermin pun tak luput dari lemparan Fajar ketika ia melihat pantulan dirinya yang berantakan. Apartemennya mengenaskan sama seperti pemiliknya.
Dia marah pada keputusannya
Dia kecewa pada dirinya.
Dia sakit hati pada apa yang dirasakannya.
Dan
Dia membiarkan orang yang dicintainya terluka.
"Apa lagi yang mau kamu omongin Bang?" Tanya Fajar begitu melihat Raffi yang duduk di sandaran sofa. Sedangkan dia sendiri duduk berselonjor di lantai.
"Kenapa kamu ngelakuin hal ini?"
"Kalo yang Abang maksud adalah Iza, karena aku cinta dia Bang. Dia hidupku, dia nafasku, dia segalanya untukku... " suranya tercekat, tersumpal dengan sebuah bulir bening yang menggenang di pelupuk matanya. "Aku hanya ingin hidup bersamanya, tanpa harta dan kekuasaan yang ku miliki sekalipun Iza akan tetap disampingku.
Dua tahun menggenalnya, dan tiga tahun berpacaran denganya. Selama hidupku hanyalah Iza yang benar-benar membuatku bahagia, dia wanita pertama yang menyentuh hatiku, wanita pertama yang memberikanku arti hidup sebenarnya."
Raffi hanya memandang sepupunya, tanpa tahu Fajar benar-benar terluka dengan keadaan masing-masing. Jujur saja dia tidak begitu mengetahui hubungan Fajar dangan Iza, yang Raffi tak bisa lihat adalah cinta Fajar sama besarnya seperti lima tahun yang lalu.
"Aku masih mencintainya Bang," ucap lirih Fajar menahan isak tangisnya.
.
.
.
.
Raffi mengetuk sebuh pintu putih, tanpa ijin apapun dia membuka pintu tersebut. Pemandangan punggung seorang wanita yang mengahadap jendela, melihat ke luar jendela.
Tanpa bicara Raffi meletak bunga di atas nakas sebelah brangkar rumah sakit, Raffi memilih diam dan mengambil tempat duduk di samping Salma.
"Apa aku egois?" Tanya Salma namun tak ada jawaban yang terucap dari Raffi. "Ke-egoisanku menghancurkan hidup orang yang ku cintai."
Raffi melihat bulir bening terjatuh dari pelupuk mata Salma, memilih berpura-pura tak melihatnya. "Egois itu pasti ada, tergantung bagaimana kita menempatkan sisi ke-egoisan kita."
"Aku mencintainya." Lirih Salma yang sudah terisak, memilih menyandarkan kepalanya di bahu Raffi.
Tak ada obrolan, hanya suara isak tangis Salma yang menggema ke seluruh ruangan. Sedangkan Raffi sendiri hanya diam menatap keluar jendela, langit biru yang sedikit mendung.
Aku ingin egois, bisakah aku egois untuk hal ini? Membiarkan dirimu menangis karena dia yang tak memcintaimu atau bersamaku yang tak kamu cintai?
^^^^
Fajar melihat pantulan dirinya di cermin, sembari menyimpulkan dasi di lehernya. Raut datar seperti biasanya namun matanya menyiratkan kekosongan, hari ini dia bertekad akan mengakhiri semuanya.
Tak ada senyum yang tercetak di bibirnya hanya garis lurus yang tak berlengkung, mengambil jasnya dan memakainya. Setelah mengancingkannya kembali Fajar melihat pantulan dirinya di cermin yang setinggi dirinya, memperlihatkan sosok tegap Fajar dengan penampilan yang sempurna.
Sekali lagi Fajar menampakan tatapan sendunya, ini pertama kalinya dia akan menemui Iza setelah semua statusnya terkuak kepermukaan.
Tidak bisakah dia egois untuk sekali saja, sekali saja untuk bisa bahagia di sisi wanita yang dia cintai, sekali saja dia ingin menghabiskan waktu bersama Iza. Bukan ini yang ia inginkan, hanya ingin Iza kembali dalam kehidupannya itu sudah cukup.
Kembali menghela napasnya, Fajar mencoba untuk memantapkan hatinya untuk menemui Iza untuk membicarakan segalanya. Jika dia boleh memilih, ia tidak ingin melukai Iza. Dan dia sadar bahwa perbuatannya kali ini sudah pasti melukai Iza kembali.
Fajar melangkahkan kakinya memasuki sebuah kafe De Boliva, kafe langanan mereka selama mereka pacaran. Fajar mengedarkan pandangannya, matanya menemukan seseorang yang selama ini ia rindukan. Seseorang yang masih menduduki singgasana hatinya, berkuasa penuh atas hati dan pikirannya, bahkan raganya pun tak memyangkal akan keberadaan tulang rusuknya itu.
"Hai, Za." Sapa Fajar yang langsung duduk didepan Iza tanpa permisi.
Ira hanya menatap sendu kearah Fajar, hatinya masih saja mendamba keberadaan pria di depannya. Namun logikanya menolak.
"Mas, aku tau kita gak pernah ada kata sepakat untuk mengakhiri hubungan kita tiga tahun yang lalu. Kurasa ini lah akhir dari semuanya."
"Bisa kan kamu dengerin aku menjelaskan semuanya?"
Ira menangkap binar keputus asaan terpancar dari kedua bola mata Fajar, "aku menikahinya karena orang tua Salma mengancam akan mem-pailit-kan Hotel milik keluargaku."
"Maksudmu?"
"Aku terpaksa menikahi Salma, jika ingin menyelamatkan keluargaku." Ira membulatkan matanya, tak percaya.
"Saat itu aku ingin sekali egois dengan pergi bersamamu, mempunyai kehidupan bahagia bersama. Aku gak peduli sama uang dan jabatan. Hanya kamu yang aku inginkan Za."
Ira tak bisa menyembunyikannya lagi, air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya. Ia begitu merasa bersalah telah berburuk sangka pada Fajar.
"Maafkan aku...."
"Aku lah yang harus meminta maaf padamu Za, kalo saja aku jelasin semuanya dari awal. Mungkin kisah kita gak akan seperti ini."
"Kamu mau kan kasih aku kesempatan kedua lagi Za, kali ini aku akan menceraikan Salma." Ira tersentak dengan pengakuan Fajar.
"Cerai..." Ira menggeleng-gelengkan kepalanya, " jangan gila kamu Mas."
"Aku gak gila Za, sudah cukup aku tersiksa dengan keadaan ini. Yang aku cintai itu kamu, yang aku pengeni itu kamu buka dia."
"Tapi dia istrimu Mas, kalian sudah menikah selama tiga tahun."
"Dan, selama itu lah aku gak pernah menyentuhnya."
"Apa?"
"Iya. Aku bahkan memilih tinggal di apartemen daripada serumah dengannya. Jika aku bertemu dengannya hanyabrasa marah dan frustasi yang akan menyambutnya"
"Tapi aku gak mau balikan lagi sama kamu Mas."
Fajar terperangah dengan jawaban Ira, " kenapa Za?"
Ira menghela napas setelah kembali menyeka air matanya. "Kamu pria beristri Mas, dan aku wanita lajang. Apa kata orang jika aku dan kamu memiliki hubungan lebih?" Jeda sejenak, menunggu jawaban Fajar yang masih memandang sendu kearah Ira. "Wanita perebut suami orang. Dan aku, aku gak mau disebut seperti itu mas."
"Tapi kamu wanita yang aku cintai Za!" Tegas Fajar
"Sekalipun kita saling mencintai, tapi predikat sebagai wanita perebut suami orang akan selalu melekat di diriku Mas. Jadi kumohon. Mulai sekarang hubungan kita selesai, dan aku harap kamu gak mumcul kembali dikehidupanku. Sudah cukup Mas.
Kamu punya istri, belajarlah untuk mencintai istrimu. Sekalipun kamu gak mencintainya tapi dia mencintaimu dengan tulus. Binar matanya menjelaskan segalanya Mas. Jadi ayo kita akhiri semua ini."
Setelah mengatakan hal itu Ira beranjak pergi dari tempat dia duduk, meninggalkan Fajar dengan raut wajah sedihnya dengan tatapan tak tahu artinya.
Maaf, jika dengan melukaimu adalah jalan menuju kebahagiaanmu maka aku rela ikut tersakiti juga. Karena aku tahu bahwa ada orang lain yang lebih mencintaimu sebanyak aku juga mencintaimu.
Sekali lagi Ira mengehela napasnya, aneh rasanya. Tak ada lagi sesak di dalam rongga dadanya hanya ada kelegaan yang luar biasa ketika ia mengatakan untuk mengakhiri segalanya.
Ira melemparkan senyum simpulnya ketika ia melihat Ray yang ikutan tertular senyuman dari Ira. Ray sendiri lebih memilih duduk diatas kap mobilnya, sembari menunggu urusan Ira selesai.
"Udah selesai?" Tanya Ray menghampiri Ira yang di balas dengan anggukan mantap penuh senyuman.
Ray meraih tangan kanan Ira dan mengenggamnya, menautkan jari-jari besarnya di sela-sela jemari mungil Ira. "Ayo, kita pergi."
Ira merasakan gelenyar aneh saat jemari mereka saling bertautan, bahkan Ray tak segan-segan menarik Ira agar lebih mendekat lagi.
Ira seperti terhipnotis dengan wangi tubuh Ray yang wang wanginya seperti musk dan kayu-kayuan dengan sedikit sentuhan dari wangi aqua. Ia tengah membayangkan bagaimana rasanya menenggelamkan dirinya di dada bidang Ray dalam kungkungan kedua lengan kokohnya. Ingin rasanya dia menghirup aroma Ray dengan rakus saat itu juga, untungnya saja dia bisa menahan diri bujukan setan yang tiba-tiba muncul di benaknya.
Kini. Dia yang merasakan aliran darahnya menuju kepalanya dan wajahnya memanas, sekali lagi dia merasakan hal ini jika berdekatan dangan Ray
******************
Maaf kan authornya ya....
Klo bisa demo besar2an boleh deh...
Jangan lupa dukungan komen dan vote ya...
Terima kasih
-dean akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro