5 //. Let's War Begin
Tok... tok... tok...
Suara ketukan dipintu apartemennya membuat Ira melongok kearah pintu dari tempat duduknya dimeja pantry kecilnya, mempertajam pendengarannya ketika suara ketukan itu kembali terdengar.
Ingin sekali Ira mengabaikan ketukan pintu tersebut dan memilih melanjutkan sarapannya, namun lagi-lagi ketukan pintu semakin terdengar.
Ira melirik jam tangan mungilnya yang masih menunjukan pukul enam pagi, mungkin kah Irma yang ingin numpang sarapan pagi seperri biasanya.
Tok... tok... tok..
Aish, Irma kebiasaan deh.
Ira mengerutu dalam hati, benar-benar deh si Irma. Kalo gak gangguin tengah malam. Ya pagi-pagi kek gini. "Iya, sebentar!" Teriak Ira sembari mengigit roti panggangnya, dengan tangan yang sibuk menguncir rambut keritingnya.
Tergopoh-gopoh Ira membuka pintunya, "apa sih Ir? Ini masih pagi .... " Ira tecenung melihat sosok berpakaian resmi, dengan dandanan klimis layaknya eksekutif muda kebanyakan.
Ira hanya bisa terpaku, roti panggang yang masih mengantung diantara giginya. Bercampur dengan wajah melongo disertai tatapan tak percaya, Ira hanya mengerjapkan matanya beberapa kali. Kaget.
Ira menyelesaikan ikatan rambutnya dan mengambil roti panggangnya yang masih mengangtung di mulutnya.
"Mas Fajar," guman lirih Ira tak percaya.
"Bolehkah aku masuk?" Ira mengangguk singkat.
Ira membukakan pintunya, dan mempersilakan Fajar masuk. "Mau sarapan?" Tanya Ira ketika Fajar duduk di sofa depan televisi.
"Boleh."
Fajar memindai matanya untuk melihat keadaan apartemen Ira yang cenderunh minimalis, pantry sebelah kirinya disertai dengan dapur mungilnya. Sedangkan dia sendiri tengah duduk di sofa single yang langsung mengahadap televisi 42' inch, hanya ada beberapa foto Ira yang terpampang di beberapa pigura yang duduk manis atas meja televisi atau pun dindingnya.
Sekilas Ira melihat Fajar yang tengah menengadahkan kepalanya, menatap fotonya yang ada di piguranya. Saat Ira menuangkan kopi ke cangkir, suara ketukan pintu kembali terdengar.
Bersamaan Ira dan Fajar menoleh ke asal suara, yakni pintu apartemen. Sepintas Fajar menoleh ke arah Ira yang juga menoleh ke arah Fajar, Ira hanya mengendikkan bahunya kemudian meletakkan teko kopi.
Ira mendesah begitu tau siapa yang berdiri tepat didepan pintunya, tanpa di persilakan sang tuan rumah Ray langsung melesak kedalam apartemen mungil milik Ira.
"Pagi sayang," seru Ray yang tau-tau udah nyipok kening Ira.
Ira yang tak bisa mengelak dari serangan Ray -yang selalu- saja bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan, dasar bocah tengik.
"Lho ada tamu yank," celutuk Ray cuek ketika melihat Fajar yang masih berdiri, melemparkan tatapan tidak sukanya atas kehadirannya.
Fajar sungguh tidak menyukai bocah ini, pagi-pagi sudah menganggu saja acara PDKTnya. Di tambah dengan Ray yang main cium aja, semakin menambah kadar kebencian Fajar.
Semalam dia berharap, pagi ini adalah pagi tercerah dalam hidupnya setelah dua tahun di selimuti oleh awan hitam pekat. Dia sudah merencanakan akan menjemput Ira dan mengantarkannya ke tempat kerjanya, kalau dia beruntunh mungkin bisa mengajak sarapan pagi bersama.
Senyuman yang tercetak jelas diwajahnya sirna sudah, ketika melihat bocah tengil yang ngaku sebagai kekasih Ira.
Dasar sial!!!
Di sinilah mereka berada, duduk manis di meja pantry milik Ira. Mendapatkam tamu tak terduga, apalagi di jam-jam yang sepagi ini membuat Ira mau tak mau membuatkan sarapan lagi.
Sirna sudah sarapan ala kadarnya sepertinbayangan Ira pagi ini, setiap pagi dia hanya melahap tiga potong roti panggang dengan keju slice.
Dasar tamu resek.
Terpaksa Ira membuat sandwich isi telor ceplok dan beef ham, ira menyodorkan piring secara bersamaan yang berisi sandiwich kilat yang dibuat Ira. Begitupun dua cangkir kopi.
"Aku gak suka kopi, aku minum susu aja." Celutuk Ray yang meraih gelas susu milik Ira yang tinggal separuh.
Tak peduli dengan tatapan tak suka dari Fajar dan pelototan dari Ira, Ray tetap menyesap susu putih milik Ira hingga separuh lalu mulai melahap roti isinya.
"Ehm, ini enak banget yank. Makasih ya." Ujar Ray setelah menelan satu gigitan roti isinya, sembari mengacak rambut Ira yang langsung dia tepisnya.
"Sudah makan saja, jangan banyak bicara." Tukas Ira, melihat Fajar yang masih menyesap kopinya.
"Seharusnya kamu gak kesini, bocah," seloroh Fajar yang meletakan cangkir kopinya.
Ray yang masih mengunyah makanan hanya menoleh sebentar lalu mengendikan bahunya, berusaha menelan potongan roti isinya. "Emangnya kenapa? Aku datang menjemput kekasihku, seharusnya kamu yang gak disini sepagi ini." Jawab Ray santai, yang kembali mengigit rotinya.
Telak.
Fajar tersedak makanannya, ucapan santai bocah ini langsung menusuk otaknya. Kembali dia disadarkan siapa dia bagi Ira.
Ira meraih beberapa lembar tisu dan memberikannya pada Fajar, sedangkan Ray dengan cueknya masih menikmati sarapannya.
"Sialan kamu! Aku udah ngenal Iza dari tujuh tahun yang lalu, dan saat ini kami mau rujuk. Dan kamu kunyuk! Menganggu saja."
"Lalu apa bedanya kamu sama saya tuan?" Tukas Ray yang sekarang berhadapan dengan Fajar. "Saya kesini untuk jemput kekasih saya, salah?"
"Saya yang datang duluan, jadi saya yang akan mengantar Iza."
"Tapi saya kekasihnya, saya juga berhak."
"Saya"
"Aku"
"Saya"
"Aku"
Ira yang merasa jengah dengan cekcok mulut antar lelaki hanya diam menahan geraman, baginya ini adalah pagi terburuk yang terjadi dalam kurun dua puluh delapan tahun di hidupnya.
"Yaa....bisa gak sih kalian berhenti cekcok, berasa liat suami istri lagi berantem tau gak?" Celutuk Ira menghentikan adu mulut diantara mereka.
"Lalu kenapa kalian berdua ada disini?"
"Tentu saja menjemputmu, dan mengantarkanmu ke tempat kerja." Sahut Fajar.
"Dan kamu?" Menatap tajam kearah Ray.
"Hanya ingin bilang selamat pagi dan semangat bekerja." Jawaban Ray sukses membuat Fajar melongo.
"Dasar aneh"
"Bukannya kamu mau mengantar Ira ke kantor, sok atuh. Sana berangkat." Ujar Ray melirik jam tangannya. "Ini udah setengah tujuh kan?" Sambung Ray kembali menyantap sarapannya.
Fajar spechless dengan tingkah absurd bocah tengil di depannya ini, bukannya tadi Ira adalah kekasihnya. Kenapa malah di bolehin jalan berdua dengan pria lain, fix dia gila.
Fajar mendengus sebal ketika bocah tengil ini juga ikutan turun mengantar Ira yang akan berangkat kerja.
Sekali lagi cekcok mulut tak terhindarkan, kali ini siapa yang lebih berhak mengantarkan Ira. Bukannya tadi sudah diputuskan bahwa Fajar yang mengantar Ira, kenapa jadi cekcok lagi sih.
Ira yang merasakan kepalany pening, hanya bisa mengurut kepalnya dengan sebal.
"STOP!!!"
Fajar dan Ray menoleh ke arah Ira bersamaan, " bisakah kalian berhenti cekcok, kalian ini seperti sepasang kekasih yang tengah bertengkar." Ucap Ira yang mengambil helmnya, menaiki sepeda maticnya. Meninggalkan dua insan sesama jenis ini yang melongo kaget melihat Ira sudah melesat dengan maticnya.
"Gara-gara kamu, Ira pergi kan?"
"Ye, kenapa saya yang disalahin?"
"Kamu pokoknya."
"Memangnya saya ikhlas kekasih saya diantar pria lain?"
"Kami, dasar bocah tengil, bocah sial, bocah kurang ajar." Umapatan Fajar menggema ke seluruh basement.
Fajar yang terlanjur dongkol lebih memilih menaiki mobilnya dan melesat pergi, meninggalkan Ray.
Awas saja kau bocah, aku tidak akan tingal diam
Ok, aku tunggu.
Dasar bocah tengil.
Yes I'm
***********
Ngebut nih bikin part ini, sumfeh deh....
Part yang paling absurd dari yang lainnya....
Maapkeun saya bila kurang berkenan.
Ojok lali...komen kambek vote
I lophe you guys....
Kecup muaaaniiiiis dari mas Fajar
Mmmuach.....
-dean akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro