3 //. Third Impression
Mulmednya Mas Fajar Rahmat Dharmawan
********************************
Ira mengetukkan ke empat kuku jarinya diatas meja secara bergantian dan berurutan dari kelingking menuju telunjuk, kebosanan melanda dirinya. Ini sudah setengah jam menunggu kedatangan seseorang dari masa lalunya, sungguh dia merasa begitu gugup.
Mengapa dia menghubunginya setelah dua tahun berpisah darinya, dari mana pula dia mendapatkan personal contact miliknya.
Kembali dia menyeruput Latte miliknya yang sudah tersisa separuh gelas.
Pikirannya melayang kembali menuju dua tahun yang lalu, ketika hatinya dihancurkan berkeping-keping tanpa bisa dirangkai kembali. Bahkan lem super sekaligus gak akan pernah bisa merekatkan kaca yang yang sudah pecah.
Laki-laki itu, menghunuskan pedang panjang nan tajam tepat di hatinya.
"Maafkan aku Za, aku pikir hubungan kita sampai disini." Ucap lirih.
"Apa maksudmu mas?"
"Maafin aku Iz, aku benar-benar gak bisa untuk tetap menjalin hubungan lagi denganmu." Imbuh si pria.
"Salahku apa sama kamu? Tiga tahun menjalin hubungan, kamu tiba-tiba mutusin aku kayak gini." Cecar Ira yang sudah menahan tanggis di ujung pelupuk matanya.
"Kamu gak salah, aku yang salah."
"Lalu kenapa, kenapa baru sekarang?"
"Bukankah cinta gak harus memiliki Iz."
"Menurutmu, jika cinta gak harus memiliki maka cinta harus rela melepaskan?"
Pria itu hanya diam tak bergeming sedikitpun, ia tahu benar bahwa keputusannya untuk mengakhiri hubungan mereka akan membuat Ira sakit hati.
Walaupun terlihat Ira masih bisa menguasai emosinya, agar tak meluap-luap di tempat umum seperti ini. Jujur hatinya seperti teriris pisau tajam milik para koki yang sekali menggesekan mampu menggoyakkan daging.
Ira mencoba mengatur deru nafasnya yang mulai meninggi, menandakan bahwa emosi mulai mendominasi otaknya.
"Bohong kalo aku bahagia jika kamu bahagia, pada dasarnya cinta itu egois. Dan aku egois ingin memiliki cintamu beserta dirimu, cinta juga butuh diperjuangkan. Bukan merelakan."
Dan pria itu hanya menatap sendu kearah Ira, yang lra yang lebih memilih melihat keluar jendela.
"Pergilah, aku tidak akan menahanmu jika memang mas ingin pergi dariku. Sekalipun terluka, tapi aku gak bisa maksain mas tetep berada di sisiku." Ucap Ira yang sudah tak bisa lagi memebendung air matanya, Ira mendorong kursinya kebelakang dan pergi meninggalkan pria itu.
*****************
This is my fight song
Take back my life song
Proved I'm a right song
My power turned on
Starting right now I feel strong
I'll play my fight song
And I don't really care
No body else believes
And i've still got a lot fight left in me
(Rachel Platten - Fight Song)
Dering ponsel Ira mengalunkan lagu ngebeat dari pemilik suara Rachel Platten, membuyarkan lamunan Ira yang kembali ke kejadian tiga tahun lalu.
Bahkan sampai saat ini pun pria itu tak lagi mencarinya, sekalipun untuk menjelaskan kenapa dia memlilih memutuskan hubungannya dulu.
+62 857 3080 9911
Calling...
Ira menatap ponsel pintarnya, kembali dia berpikir bahwa seharusnya dia tak berada disini. Duduk ditempat ini, dan menunggunya.
Seharusnya dia pergi saja dari sini, dan kenapa dia harus susah payah datang.
Dasar bodoh!
Seru Ira dalam hati, selama dua tahun dia pindah dari ibu kota ke kota lainnya hanya untuk menghindari rasa sakit yang ditorehkan oleh laki-laki itu.
Sungguh sial.
Ira kembali memasukkan ponselnya kedalam tas, memilih untuk tak mengangkatnya. Terlalu malas.
Ira kembali menyeruput latte dan melihat jeluar jendela, menikmati langit mendung sore hari.
"Iza"
Suara berat memanggil namanya, membuat tubuh Ira menegang. Suara yang jujur saja masih dia rindukan selama tiga tahun ini. Suara laki-laki yang masih menyempil disudut hatinya. Berdiam diri dipojokan walaupun sesekali menampakan diri.
Pelan-pelan Ira menoleh kan kepalanya dan mendongakan kepalanya, melihat kearah pria yang memkai kacamata hitam berdiri.
Hanya dengan celana jeans dan kaos oblong v-neck berwarna biru, bersanding dengan jas berwarna biru dongker. Sedikit terkesiap dengan penampilan pria masa lalunya membuat Ira kembali menampilakan wajah datarnya agar tak dicurigai.
Bohong, kalau dia gak merindukan pria ini.
Bohong, kalau dia udah gak cinta lagi sama pria ini.
Bohong, kalau kenyataannya dia masih mencintai pria ini.
Dan bohong, kalau jantungnya masih berdegup kencang ketika menatap wajah pria ini.
"Maaf aku terlambat," ucap pria itu dengan senyum manis di iringi menarik kursi didepan Ira, dan mendudukinya.
"Iza, apa kabarmu?"
Ira menatap pria di depannya sebentar, "aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?" Kemudian Ira kembali menundukan kepalanya.
Kondisi yang sangat awkward, pria itu hanya memandang Ira yang lebih seru memainkan sendoknya, memutar-mutar dengan malas. Tatapan sendu penuh kerinduan terpancar dari balik kacamata hitamnya, dengan segera dia melepaskan kaca matanya.
"Aku gak baik-baik saja Za, aku merindukanmu." Jawab pria itu to the point. Membuat Ira menaikkan kepalanya.
Sedikit mengernyitkan kening, Ira menatap pria di depannya dengan tatapan tak mengerti maksud ucapannya.
Pria itu, menjulurkan tangannya mengurai kernyitan di dahi Ira dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. "Jangan mengernyit, tanyakan saja padaku. Tanyakan apa yang ingin kamu ketahui."
Ira tertegun dengan kelakuan spontan pria ini, dia masih ingat betul bahwa ira suka sekali mnpengernyitkan keningnya ketika dia merasa kebingungan.
Pria ini tahu kebiasaannya dan masih mengingat jelas hal itu, membuat Ira semakin tak mampu mengalihkan pandangannya kearah lainnya.
Kenapa kamu seperti ini mas?
"Aku masih inget semuanya tentang kamu, dan tentang kita Za." Ucap pria itu menatap tepat di bola mata Ira. "Aku gak pernah bohong Za, semuanya. Termasuk kamu masih suka latte yang ditambah krim yang banyak, gak ada yang terlupakan bagiku." Imbuh pria ini.
Pikirannya berputar, untuk apa dia masihbmengingat semua tentanga mereka. Padahal mereka sudah berakhir dua tahun yang lalu.
"Kenapa baru sekarang Fajar Rahmat Dharmawan?"
Pria yang bernama Fajar hanya diam membisu, mengunci tatapan matanya ke arah Ira.
"Karena baru sekarang aku punya keberanian, karena sekarang aku ingin kembali padamu Za."
"Tapi aku enggak Jar," timpal Ira pelan.
"Bohong, tatapan matamu masih seperti dulu Za. Masih menunjukan bahwa kamu masih cinta sama aku, kamu masih merindukanku dan kamu masih menginginkanku." Jelas Fajar, yang kemudian meraih sebelah tangan Ira yang tergeletak bebas diatas meja.
"Aku mohon, kembali lah padaku Za. Aku masih cinta sama kamu, tiga tahun sudah membuatku tersiksa. Tersiksa karena aku kangen sama kamu, tidak kah kamu pecaya sama aku."
"Tapi, kita sudah berakhir Jar."
"Bagimu iya, tapi bagiku. Kamu masih menduduki tahta di hatku, kamu satu-satunya cinta yang ku punya Za." Hatinya sedikit menghangat kala mendengar ucapan Fajar, yang mengucapkan bahwa dia masih mencintai dirinya.
Bolehkan dia kembali berharap, bahwa laki-laki di depannya ini masih memiliki rasa yang sama untuknya. Tiga tahun berpisah dan lost contact, masih mampu menggetarkan hatinya.
"Za, ku mohon. Kembali lah padaku." Ucap Fajar dengan mantap dan menambah genggaman tangannya. Mencoba menyalurkan seluruh perasaan yang selama ini tertahan.
"Aku masih cinta kamu Za."
Ira sendiri merasa bimbang dengan perasaannya, logikanya berteriak untuk tak menghiraukan kehadiran Fajar kembali di kehidupannya lagi. Namun hatinya pun tak bisa bohong kalau dia masih mendambakan kehadiran sosok Fajar yang sudah mengisi hati dan hidupnya selama lima tahun.
Dua tahun masa pertemanan yang dimulai ketika Ira melakukan masa training di salah satu hotel, keduanya bertemu ketika makan siang bersama di satu meja.
Fajar yang berada di divisi Sales and Marketing, dan Ira di bagian Front Office. Fajar yang selalu melakukan perjalanan diluar hotel membuat mereka jarang bertemu, sekalinya bertemu saat mereka sedang makan siang di meja yang sama.
Berawal dari makan siang, berlanjut menjadi hubungan yang berkelanjutan. Perjalanan waktu yang cukup lama sebenarnya bagi mereka saling memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan masing-masing.
Tiga tahun menjalani masa pacaran yang sempurna, tanpa ada hambatan yang berarti.
Tiba-tiba sebuah suara bass yang akhir-akhir ini selalu mencuri pendengaran gendang telinganya.
"Terima kasih semuanya." Suara pria yang dia paling hindari di muka bumi ini. Ray Amur.
Ira menatap lurus ke arah Ray yang sedang berdiri di atas panggung kecil di dalam cafe tersebut, terlihat Ray sedang berdiri dengan memegangi sebuah mic.
Selain Ray ada seorang wanita dengan dress simple, sedang berdiri disamping Ray dengan membawa sebuah kue tart. Di atas kue ada dua buah lilin berbentuk angka 24 yang sedang menyala.
Suara gemuruh menyoraki Ray untuk segera meniup lilin tersebut, ketika Ray akan meniup lilinya. Ekor mata Ray melihat kehadiran Ira yang tengah duduk di pojokan, senyumnya tiba-tiba menghilang ketika Ray mengalihkan pandangannya dan melihat sesosok laki-laki yang duduk di depannya. Bahkan mengenggam tangan Ira.
Ira yang merasa diperhatikan, hanya menunduk. Entah kenapa ketika mata mereka ber sibobrok jantungnya tiba-tiba meloncat dari tempatnya. Yang ada malah pipinya bersemu merah.
Ray telah meniup lilinnya, kembali bergemuruh menyuruh Ray memberikan potongan kue pertama untuk orang yang terspesial baginya.
Ira yang masih merasakan malu karena tatapan singkat tersebut merasakan lengannya di tarik. Seketika itu pula Ira mendongakkan kepalanya dan mendapati Ray berada didepannya, mencoba menarik lengan Ira.
Ray menatap lurus ke arah Ira, dan beralih menatap kearah Fajar yang juga memandang Ray dengan tajam.
"Maaf, waktumu sudah habis om. Sekarang aku mau menggambil kekasihku kembali." Ucap Ray yang langsung melepaskan genggaman tangan Fajar, digantikan oleh tangan besarnya. "Ayo sayang."
Ira yang hanya bisa melongo kaget, hanya pasrah ketika kakinya juga sukarela mengikuti langkah Ray yang ada di depannya. Ira sendiri merasa aneh ketika dia menyadari sudah berada di atas panggung dengan masih mengenggam tangannya.
"Kue ini aku persembahakan untuk kekasihku," ucap Ray menganggkat genggaman tangan mereka ke udara.
Ira sendiri merasa bingung dengan situasi seperti ini
Ira menatap tajam mata Ray yang malah menunjukan senyum tanpa dosanya, seakan tersadar dengan kehadiran Fajar. Ira celingukan mencari keberadaan Fajar yang nyatanya telah hilang dari tempat duduk mereka.
Kamu bahkan gak mau nungguin aku.
Terbesit rasa kecewa, karena dia belum sempat dia mengutarakan perasaannya. Dan obrolan tari jauh dari kata selesai, malah belum sama sekali.
Ray melirik kearah Ira yang memandang kosong tempat duduk yang sempat di tempati oleh pria tadi, Ray sendiri merasakan perasaan yang tak rela ketika melihat Ira duduk berdua dengan seorang pria. Terlebih pria tersebut menenggam tangan Ira dengan erat, seolah menyatakan tak ingin kehilangan Ira.
"Jangan cari pria iti, dia sudah pergi dari tadi." Bisik Ray tepat di telinga Ira yang mendapat sorakan dari beberapa temannya.
"Nah, kalian kenalkan dia adalah kekasih hati. Namanya Cut Izoura Moully." Ucap Ray dengan lantang, kembali teman-temannya menyoraki mereka.
"What the hell are you doing," bisik Ira disertai pelototan tajamnya.
"Ikuti saja aku," pinta Ray.
Kali ini Ray memotong kue ulang tahunnya dalam ukuran kecil, bahkan dengan lembut Ray memotong kuenya dalam bentuk lebih kecil.
Ray menyodorkan tanganya yang berisi potongan kue kecilnya, sedangkan Ira menatap Rat sekilas. Meminta pada Ray agar jangan melakukan hal gila seperti ini.
Dan seperti biasa, Ray hanya tersenyum tanpa dosa menanggapi tatapan tajam Ira. Ira benar-benar merasa dongkol dengan kelakuan buaya buntung satu ini, dengan terpaksa Ira menerima suapan Ray dan mengunyahnya pelan.
Sekali lagi aksi mereka mendapatkan sorakan dari teman-teman sejawat mereka.
Ira yang sedang di sibukan dengan mengunyah kuenya, mendapatkan syok terapi dari buaya buntung satu ini.
Dengan seenak jidatnya Ray mengecup ujung bibir Ira yang kala itu ada cream yang belepotan di ujung bibirnya, bukan hanya mengecup namun Ray juga menjilat sisa cream yang tertinggal di ujung bibir Ray.
Ira hanya mematung, ketika merasakan jilatan halus diujung bibirnya. Darahnya mendesir dan mukanya memerah, Ira benar-benar speechless.
Ira benar-benar merasa malu, karena di cium di muka umum seperti ini. Terlebih saat melihat reaksi heboh dari teman-teman Ray yang berupa sorakan dan siulan bernada menggoda.
Ray yang tau jika Ira sedang menahan malu, malah menarik tubuh Ira dan mendekapnya. Ira yang hanya bisa pasrah, memilih menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Ray.
Dasar buaya buntung, aku kuliti kamu.
Coba saja kalau berani, akan kupastikan kamu berteriak menyebutkan namaku.
Dasar mesum
Dan aku suka mesumin kamu
Dasar gila.
Aku memang gila.
.
.
.
Ira menekuk wajahnya dengan sebal, saat menatap wajah Ray yang sumringah tanpa dosa.
"Apa sih mau kamu?" Tanya Ira dengan sedikit menggeram
"Aku mau kamu jadi pacarku." Jawabnya enteng.
"Enggak," tukas Ira cepat yang masih menatap lurus.
"Cut Izoura Moully aku ...."
"Cukup," potong Ira yang langsung berdiri. Sesungguhnya dia ingin segera pulang untuk mengisi ulang baterainya, ia ingin segera menghubungi Fajar. "Aku sama kamu, dua orang yang gak saling kenal. Aku gak kenal kamu, dan kamu gak kenal sama aku."
"Kalo gitu, ayo kita kenalan?" Ucap Ray yang sudah membawa telapak tangan kanan Ira, menjabatnya dan mengoyangkannya. "Nama ku Ray Amur Al-Fattah, umurku dua puluh empat tahun. Aku kuliah di ITB, jurusan Tehnik Sipil semester akhir."
Ira mengangkat sebelah alisnya, dan berdecak sebal. Ira menarik tangannya, "bocah." Guman Ira pelan tapi masih terdengar sampai ke telinga Ray.
"Jangan samakan aku dengan bocah lainny, tante." Ucapan Ray sukses membuat mata Ira melotot.
"Apa kamu bilang? Tante? Sejak kapan aku jadi tantemu? Bahkan umurku tak setua itu disebut tante-tante?" Decak sebal Ira yang masih memincingkan matanya.
"Kalo bukan tante-tante lalu apa lagi? Aku yakin umurmu pun paling gak sekitar kepala tiga."
Lagi-lagi Ira membulatkam matanya, kali ini tatapan sebal ia lontarkan. Kalo bisa jadi Hulk, ingin sekali dia mencabik-cabik bocah tengil di depannya ini. "Hei! umurku tak setua itu. Aku masih dua puluh delapan tahun."
"Wuahahahaha, akhirnya kamu ngaku juga kan." Ira yang akan melontarkan sanggahan, kembali mengatupkan bibirnya.
"Dasar bocah tengil, mati saja kamu." Sembur Ira yang melangkah pergi dari tempat Ray berdiri.
"Hei, sayangku!!! Jangan tinggalin aku." Teriak Ray begitu memyadari langkah Ira kian menjauh.
Sedikit berlari Ray menyusul dan mensejajarinlangkah Ira, "ayo lah sayang." Bujuk Ray mentowel-towel lengan Ira.
"Kamu, stop panggil saya sayang. Aku bukan pacar kamu dan aku gak kenal kamu." Teriak Ira yang sudah hilang kesabaran, wajah ira memerah menahan geraman kekesalan.
Ray meraih bahu Ira dan memutarnya menghadapkan kearahnya. "Kamu pacar aku, jadi bisa dong aku manggil kamu sayang."
Ira kembali memincingkan matanya, menatap tajam ke manik mata Ray. Seumur hidupnya belum pernah ada orang berlaku seenaknya seperti bocah tengil ini.
Dengan mantap, Ira menghempaskan kedua tangan Ray. "Kapan aku menjadi kekasihmu? Kapan kamu mengatakan cinta padaku? Tidak semuanya, jadi enyah kamu dari hadapanku. Dan berhenti mengatakan aku kekasihmu dan memanggilku sayang, sampai kapan pun aku gak mau jadi kekasihmu." Ucap Ira dengan tegas dan tatapan yang menghunus tajam.
"Dan aku akan selalu memanggilmu sayang," tukas Ray dengan senyum tengilnya, kemudian mengecup leher Ira.
Sentuhan kilat dileher Ira membuat tubuh ira menegang, bulunya meremang dan darahnya mendesir. Sesaat dia merasakan sensasi yang tak pernah dia rasakan sebelumnya, Ira bukan lah wanita yang dengan mudahnya disentuh oleh pria manapun. Bahkan ketika dulu bersama Fajar hanya sebatas pegangan tangan dan ciuman.
"RAYYYYYYYYY... DASAR BOCAH SIALAN!!" umpat Ira begitu tesadar dari ketololannya.
Ray yang sudah berlari kecil, memutar tubuhnya sehingga membuatnya melanjutkan lari dengan berlari kebelakang. "AKU PADAMU SAYAAAAANG," teriak Ray sembari melambaikan tangannya.
********************
Alhamdulillah, part 3 kelar.....
Thanks to someone udah nepatin janjinya, bikin aku makin semangat ngerjainnya.
Ini udah ngebut ngetiknya, gegara terbentuk acara keluarga dan sinyal yang tiba2 raib entah kemana.
Pay attention please
Typo bertebaran, tanda baca yang gak maksimal, tolong kuliti saja dengan kritikan pedaa, tajam, sadis dan kejam.
Dengan begitu aku bisa lebih baik lagi.
kecup lembut dari abang Ray.....
Mmmmmmmuuuuuach....
-dean akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro