13 //. I'm With You
PRAAANG!
Suara vas bunga yang terlempar di dinding dan pecah tak beraturan membahana ke seluruh kamar yang besarnya hanya 3 x 7m. Ruangan yang seluruh dindingnya bernuasa putih, seorang wanita yang tengah berbaring dengan infus ditangannya mendadak langsung terduduk diatas tempat tidurnya.
Fajar menatap wanita yang sudah menjadi istrinya selama tiga tahun ini, matanya menatap tajam penuh amarah. Fajar meninju dinding disebalahnya, membuat buku-buku jarinya memerah. Sedangkan Salma berjengkit kaget melihat kemarahan Fajar-suaminya.
Selama tiga tahun menikah tidak ada yang namanya kemarahan yang sekarang fajar tunjukan padanya.
"Aku udah bilang sama kamu, jangan pernah campuri urusan pribadiku!" Desis Fajar dengan gigi gemeletuk menahan amarah. "Gara-gara kamu kehidupanku hancur, wanita yang seharusnya aku nikahi harus menderita dan kecewa karenamu"
"Mas...."
"Kamu tahu aku begitu mencintai wanita itu, seumur hidupku hanya dia yang ku cintai. Dan. Kamu sudah menghancurkan semuanya."
Tak ada tanggapan dari bibir Salma, hanya raut muka kegetiran.
Apakah salah jika dia ingin memperjuangkan suaminya.
Apakah salah jika dia ingin suaminya hanya untuknya.
Apakah salah jika dia ingin suaminya juga melihatnya.
Apakah salah jika dia ingin berjuang demi cintanya.
"Aku mencintaimu mas."
"Berapa kali aku bilang ke kamu? Aku hanya mencintai Iza, hanya Cut Izoura Moully. Wanita yang aku cintai. Satu-satunya hal yang aku inginkan di dunia ini hanya Iza, aku gak perlu harta itu. Aku gak perlu kekuasan. Aku hanya ingin Iza, wanita yang ku inginkan untuk mendampingi sisa hidupku."
Pengakuan Fajar begitu menusuk ulu hati Salma, jadi selama ini. Tak ada cinta sama sekali untuk dirinya. Dia hanya sebuah pajangan yang mengatas namakan dirinya sebagai Nyonya Dharmawan. Miris sekali rasanya.
Fajar menghembuskan nafas ďengan kasar dan mengacak-acak rambut cepaknya. "Aku menikahimu karena menghormati kedua orang tuamu, tapi maaf kalo untuk cinta. Aku gak bisa, karena seluruh hatiku sudah penuh dengan Iza."
Salma menggelamkan wajahnya di kedua telapak tangannya dan menangis. Hatinya sakit, karena suami yang dia cintai tak pernah mencintainya.
Tiga tahun pernikahan, tak pernah sekalipun Fajar menyentuh Salma. Bahkan Fajar lebih memilih tinggal di Apartemennya ketimbang satu rumah dengan Salma.
Inikah karma baginya? Karena memaksakan kehendaknya?
Masih segar di ingatannya, tiga tahun yang lalu. Saat dia bertemu dengan Fajar.
Siang itu Salma yang sedang berdiri diantara beberapa orang yang berjejalan di dalam sebuah lift, ketika pintu lift terbuka di lantai yang sama dengan tujuan Salma. Gerombolan orang-orang tersebut keluar dengan tergesa-gesa, mengabaikan tubuh kecil Salma yang terombang-ambing mendapat benturan dari orang-orang.
Fajar yang kebetulan berada di depan lift, berusaha menangkapa tubuh Salma yang terpental. Naluri kelaki-lakiannya tergerak saat melihat Salma yang tubuhnya mulai tak seimbang.
Fajar menahan Salma agak tak terjatuh ke lantai, malah membuatnya terjengkang kebelakang. Alhasil mereka berdua terjatuh secara berasamaan dengan posisi Salma berada di atas tubuh Fajar.
Salma merasakan tubuhnya tak kesakitan membuka matanya dan mendapati Fajar yang meringis kesakitan karena kepalanya membentur lantai marmer.
"Maaf, aku sungguh-sungguh minta maaf...." ucap Salma pelan.
"Bisa gak, kamu berdiri. Badanmu berat." Desis Fajar menahan sakit dikepalanya.
Salma langsung berdiri dan membetulkan letak bajunya yang sedikit berantakan karena terjatuh, saat itu pula Mattheo-ayah Salma- datang dan melihat sedikit kekacauan yang ditimbulkan oleh putrinya tersebut.
Salma merasakan wajahnya memanas dan memerah, karena tanpa sadar adegan tadi menjadi tontonan gratis para karyawan papanya.
"Lho Fajar, kamu kok disini?" Tanya Mattheo melihat Fajar yang sedang duduk dengan satu kaki selonjoran dan satunya tertekut menahan lengannya yang mengosok-gosokan belakang kepalanya yang lumayan sakit karena terbentur.
"Ini Om, gak sengaja nangkep gajah duduk." Celutuk Fajar saat menerima uluran tangan Mattheo.
"Hei, aku bukan gajah duduk." Sembur Salma mendelik.
"Salma..." tukas Mattheo melirik putrinya sebentar. "Bukannya kamu harus berterima kasih?"
Salma mendengus namun tetap menuruti perintah papanya, "terima kasih."
Fajar melirik Salma sebentar dan sedikit menyunggingkan senyumnya, "bukannya wanita lebih cantik kalo tersenyum?" Celutuk Fajar yang memilih pamit pada Mattheo dan masuk kedalam lift.
Saat itu lah Salma merasakan detak jantungnya tak lagi sama kala mengingat senyum simpul Fajar, walaupum bukan untuknya tapi mampu membuat hidup Salma lebih berwarna.
Salma bertekad untuk memiliki Fajar hanya untuk dirinya sendiri, maka Salma memilih jalan memaksa papanya untuk melamar Fajar. Bagaimanapun caranya.
Sekarang, Salma baru menyadarinya bahwa dia sudah melakukan kesalahan. Memaksakan kehendak bukanlah jalan keluar untuk membuatnya bahagia, yang ada dia semakin melukai dirinya sendiri.
Kenapa jatuh cinta sesakit ini?
Kalo saja dia tak melihat Fajar, maka dia gak akan mencintainya. Kalo saja dia tak mencintai Faja, maka dia gak akan merindukannya.
Kembali Salma merasakan bahwa cintanya kepada Fajar adalah cinta yang sia-sia, dia tak tahu bagaimana perasaannya yang sesungguhnya, dia tak tahu apa yang membuatnya tak bisa tersenyum, dia juga gak tahu apa yang membuatnya bahagia.
Kini, Salma tak lagi bisa mengenggam mawar itu karena durinya begitu melukai tangannya yang mulai berdarah.
**************
Senyum menggembang di bibir Ray sedari dia kembali dari apartemen milik Ira, gadis itu. Ah... bukan, wanita itu. Dia begitu memukau dengan caranya sendiri.
Dia masih ingat siang itu Ray melihat mata sembabnya dan hidung yang memerah, tak ada ucapan hanya tiba-tiba saja Ira memeluknya dan menangis sejadi-jadinya.
Terdengar receh sebenarnya, tapi siang itu Ray yang hanya mampu menjadi pendengar setia wanita itu.
Geram memang ketika memdengar penjelasan langsung dari bibir tipis Ira, bahwa Fajar-pria kapan hari itu-adalah mantan kekasihnya yang tiba-tiba datang membawa sebuah harapan kalau hubungan mereka akan kembali seperti semula.
Lagi-lagi Ira dihempaskan kedalam jurang ketika tahu pria itu sudah menikah. "Dasar brengsek." Umpat Ray dengan kebencian maksimal membumbung tinggi.
Ray bahkan muak jika mengingat pria itu sempat membuat wanitanya tersenyum manis sekali. Aarrgh... dan itu benar-benar membuat darahnya mendidih, tak terima jika pria itu yang mampu membuat Ira tertawa.
Sepele memang, tapi Ray gak suka. Sangat, sangat gak suka.
Ray juga ingat, sebelum dirinya menyatroni apartemen Ira adalah Salma wanita yang menyandang nama Nyonya Dharmawan.
Gagal sudah dia mau mengajak Ira pergi hari itu juga, gak mungkin banget kalo keluar tapi keadaan hati sedang porak poranda.
Sekali lagi, senyum mengembang di bibir Ray, langkahnya kali ini benar. Dengan menjadi teman bagi Ira dia bisa selangkah lebih maju untuk mendekati Ira.
Oke Ray, saatnya berjuang. Yosh!! Semangat!!
**(***(**
Maap luamaaaa bangeeet gak update, padahal tengat waktu sebentar lagi....
Ulala po
Maap sedikit, jika sanggup saya akan merevisi.
Mohon dukungan vote dan komen.
Sekali lagi banyak typo bertebaran.
Happy reading
-dean akhamd-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro