Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11 //. Secret Revealed

Hari ini hari minggu, banyak orang yang berkumpul disalah satu jalanan utama. Program ini dicanangkan oleh pemerintah setempat guna menekan tingginya polusi udara yang menaungi salah satu kota besar di Indonesia.

Ira melihat sekelilingnya, dua jalan besar yang biasa dia lewati ketika pulang dan pergi bekerja di sulap menjadi lautan manusia yang melakukan berbagai macam kegiatan.

Banyak orang yang melakukan kegiatan seperti: bermain badminton, bermain lompat karet, bermain sepatu roda. Selain itu juga ada pula yang sedang bersepeda santai, dan juga hanya berjalan-jalan santai maupun sekedar duduk santai. Menikmati udara pagi kota Surabaya tanpa polusi.

Ira menyimpulkan ikatan tali sepatunya, hari ini hari minggu. Selalu ada Car Free Day di sekitaran jalan Raya Darmo hingga depan Taman Bungkul.

Setelah memarkirkan dan mengunci sepeda gunungnya, Ira mulai acara jogging paginya dengan ditemani lagu-lagu yang ia dengarkan melalui headsetnya.

Ira merasakan tubuhnya mulai berkeringat, dan memutuskan untuk kembali ketempat dimana sepedanya gunungnya terparkir. Ira duduk dengan dada yang naik-turun dengan napas yang ngos-ngosan, peluh berjatuhan dari dahi turun ke pipi berjanjut ke leher jenjang.

Ira yang merasa kegerahan, mulai menguncir rambutnya dengan gaya ekor kuda keatas dan memperlihatkan leher jenjangnya. Baru saja dia selesai mengikat rambutnya, ia merasakan sesorang menarik karet rambutnya. Membuatnya sedikit berjingkat kaget, menolehkan kepalanya cepat dan menemukan Ray tengah nyengir kuda.

"Hei!" Seru Ira, berusaha merebut karet rambut yang berada ditangan kiri Ray.

Karena terlalu lelah untuk menanggapi kelakuan Ray hanya mendengus sebal, Ray merengut sebal melihat Ira tak melawan sama sekali. Ray mengambil duduk disisi kanan Ira, mengambil sebotol air mineral dingin dan menempelkannya di leher Ira. Membuat Ira kembali berjingkat kaget.

"Hei! Berhentilah mengagetkanku." Sungut Ira mencoba menghindari botol berisi air dingin itu.

"Minumlah, kamu bakalan dehidrasi kalau gak minum." Ucap Ray yang memberikan botol air yang sudah terbuka. Sedikit ragu Ira memandang botol air tersebut. "Hei, aku gak bakalan ngeracuni kamu." Tukas Ray melihat wajah keraguan di wajah Ira.

Ira mengambil botol air tersebut dan meminumnya hingga separuh, "haus ya neng?" Celutuk Ray melihat Ira meminum airnya dengan cepat-cepat.

"Resek kamu."

Sedangkan Ray hanya nyengir kuda tanpa merasa bersalah, saat itu lah Ira melihat Ray sedang membantu seorang bocah lelaki yang rantai sepedanya lepas dari roda geriginya.

Ira melihatnya, jantungnya berdegub tiba-tiba. Ray yan tersenyum manis kepada sang bocah disertai mengacak-acak rambut bocah itu, membuah bocah tampan ikut tersenyum.

Seperti terhipnotis oleh adegan remeh didepannya, Ira pun merasakan bahwa dia terkesima dengan perbuatan Ray. Kecil namun berkesan.

Kamu, nyata.

Seolah tersihir dengan senyuman Ray, Ira kembali tersadar dengan kebengongannya sendiri. Muka Ira memerah menahan malu, memilih menolehkan kepalanya kesegala arah.

Ira merasa seperti gadis remaja kebanyakan, muka menahan malu karena ketauan memandangi gebetannya.

Demi apapun

Terbangkan saja Ira, biar gak bertatap muka dengan Ray.
.
.
.
.
Ini hari Minggu bukan, Ira sudah tergesa-gesa bahkan sedikit berjalan cepat menyusuri jalan menuju lobi utama dari area parkir.

Sumpah demi apapun, Ira rasanya ngondok puol-puolan. Sejam yang lalu dia masih berada di area Car Free Day, tiba-tiba saja dia mendapat telepon dari asisten manajernya bahwa sistem komputer lagi down.

Harusnya hari ini dia sedang bersantai di apartemennya, menikmati me time dengan melakukan movie maraton drama korea. Tapi sekarang dia ada di Hotel, mengurusi sistem komputer yang lagi eror.

Tanpa sengaja Raffi melihat Ira sedang memijit-mijit kepalanya yang cukup berdenyut, dia mengendari sepeda gunung dari Jalan Raya Darmo menuju Hotel. Dia bahkan lupa kalo dia belum sarapan.

Raffi menghampiri Ira yang masih sibuk memandangi layar komputernya, dengan ditemani kepala bagian IT. Bersama mereka mencoba mencari apa penyebab sistem kompter jadi error.

"Bagaimana?"

"Sudah terselesaikan pak, semuanya udah beres."

"Seseorang mencoba meretas sistem keamanan, beruntung shield langsung melindunginya. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Jelas Pak Anton selaku kepala IT.

Anggukan kecil Raffi mempertegas bahwa dia sepenuhnya mengerti apa yang dijelaskan oleh Anton, "kalo begitu saya permisi." Pamit Anton mengemasi barang-barang miliknya.

Rafi masih melihat raut wajah Ira yang serius tengah mengetik sesuatu, tanpe memperdulikan sekitarnya. Yes she is. Ira bahkan gak sadar bahwa Raffi sudah memutari mejanya, bahkan duduk di atas meja pun Ira masih gak sadar.

Ira merasakan seseorang tengah memandanginya, betapa terkejutnya dia melihat Raffi tengah duduk diatas mejanya. Persis menghadap dirinya.

Ira sedikit ngeri mendapat tatapan yang sulit diartikan oleh Ira, tatapan itu seolah-olah ingin menelan Ira hidup-hidup. Ia merasa seperti dikuliti. Ira memilih untuk berdiri, guna menghindari gosip tak sedap yang akan menyebar dengan pesat. Apa yang akan mereka katakan jika mereka tahu bahwa sang bos besar berada di dalam ruangan kerjanya dalam posisi yang kurang menguntungkan.

Ira duduk di atas kursi, sedangkan Raffi duduk diatas meja kerjanya. Semua orang pasti akan mengatakan hal yang tidak-tidak dengan posisi mereka. Setelah berdeham kecil untuk menetralkan keadaanya sendiri, Ira beranjak dari tempatnya.

Ira merasakan tangannya ditarik, dan punggungnya membentur tembok. "Aaakh!" Pekik Ira lirih.

Kini Raffi memandangnya dengan tatapan penuh kebencian, sungguh ia begitu menguliti wajah mulus Ira yang penuh kepalsuan. Sempat ia menolak asumsinya bahwa Ira adalah wanita murahan, tatkala melihat senyuman polosnya. Namun saat ia mengingat pemandangan hina itu. Ingin sekali ia mencabik-cabik wanita ini.

Ya, Raffi melihat foto itu.

Foto Fajar dan Ira sedang berpelukan.

Sangat lah mungkin motif Ira mendekati Fajar, adik sepupunya. Ia seorang Owner beberapa jaringan hote, yang tersebar hampir disetiap kota-kota besar di Indonesia.

Kalo bukan uang, apalagi?

Cih, wanita semua sama. Matre.

Raffi menyusupkan tangan kanannya di area tengkuk Ira. Membuat pemiliknya menatap dengan tatapan kebingungan, dengan tegas Ira menatap manik mata hitam tersebut.

"Katakan padaku, berapa tarifmu semalam untuk menemanikj di ranjang." Bisik Raffi dengan smirk evil menghiasi wajah tampannya.

Mata ira membulat, untuk kali kedua harga dirinya di lecehkan seirang pria. Ira menatap nyalang kearah Raffi yang tangan satunya berhasil mengelus pipi mulusnya

Raffi yang melihat tatapan mata Ira, semakin menunjukan senyuman jahatnya. "Kamu gak suka? Bukannya tawaranku begitu menggiurkan?" Tak ada jawaban. Hanya tatapan murka dengan perpaduan wajah datar Ira.

"Bukannya itu yang Fajar lakukan padamu!"

DEG!

Wajahnya pias, ketika nama FaJar di ucapkan dengan suara berbisik. "Apa maksudmu?" Menghilangkan segal kesopnan yang ia pertahankan selama pria ini ada didepannya.

Tak ada lagi attitude, tak ada lagi penghormatan, tak ada lagi rasa sungkan. Semuanya lenyap. Tergantikan dengan seribu pertanyaan yang ia ingin tanyakan.

Dari mana? Dimana? Dia mengenal Fajar.

"Bukannya kamu cuma pelacurnya Fajar, yang ketika Fajar ada disini kamu yang nemenin dia. Di ranjang." Menekankan kata di ranjang tepat di depan wajah Ira yang semakin menunjukan tanda-tanda kemarahan.

"Aku bukan pelacur Fajar." Sahut Ira dengan nada tegas dan mata menajam.

"Kamu pikir aku percaya?"

"Terserah"

"Berapa uang yang di berikan Fajar ke kamu. Hah! Aku gak bodoh saat kamu terlihat begitu dekat dengannya, kalian." Jeda sebentar. "Kalian. Sejauh mana kalian berhubungan?"

"Bukan urusanmu." Tukas Ira dengan meremehkan. Membuat Raffi menaikan level kemarahannya. Tanggannya mengepal, giginya bergemelatuk dan urat-urat wajahnya terlihat. Pria ini benar-benar murka.

"Itu urusanku, karena Fajar sudah menikah dan kamu menjadi wanita simpanan dari suami orang." Teriak Raffi mengahantamkan kepalan tangannya kearah dinding yang tepat beada di belakang kepala Ira.

Wajahnya memucat, hatinya. Ia meraba dadanya. Sesak mulai menjalari ulu hatinya, rasa sakit itu kembali. Bibirnya keluh, tenggorokannya kering tercekat. Sekali lagi dia tersakiti. Berkali-kali ia mengerjabkan matanya agar kabut dimatanya menghilang, hasilnya nihil. Cairan bening itu menetes dari ekor matanya.

Tubuh mungilnya meluruh kelantai disertai dengan air mata yang mengalir di pipinya, tatapan matanya kosong. Sama halnya dengan hatinya yang tiba-tiba dipaksa keluar dari tempatnya.

Raffi tak percaya dengan apa yang ia lihat, si wanita simpanan itu terlihat syok dengan kenyataan yang dia kemukakan.

Apa mungkin dia tidak tahu?

Melihat Ira memeluk lututnya sendiri dengan tangisan tanpa suara, di tambah dengan tatapan yang terkunci pada satu titik saja membuat hati Raffi sedikit tersentil. Antara ingin menolongnya atau kembali mencaci makinya seperti rencana awalnya.

Raffi memegang dadanya, sedikit rasa nyeri yang ia rasakan melihat keadaan Ira. Ada rasa yang tak nyaman yang muncul di hatinya.

-Kejujuran adalah kunci segalanya, namun ada kalanya kejujuran tak harus dikatakan langsung hany perlu sedikit trik untuk melihat yang sesungguhnya-




*************
maaf typo ya....
Mohon kerja samanya untuk saling mengkoreksi.

Vote dan komen di butuhkan.

Siapa yang mau dapat kecup basah dari abang Raffi
Weits....jangan lupa voment yaks..

Sumpah ini nulis dalam posisi mager, ngantuk, dan mood ndlosor.

Enjoyed the story
Authornya mau pegi-pegi dulu.

See ya...
-dean akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: