10 //. Almost Revealed
Ira mengosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil, tanpa sengaja matanya melirik ke arah sandal jepit hijau yang tergeletak begitu saja.
Ira memandang sandal jepit tersebut, ingatanya kembali pada kejadian sejam yang lalu.
Ira ingat betul saat Ray akan pergi, tiba-tiba saja Ira mencium keninh Ray dan mengucapkan terima kasih kemudian berlalu begitu saja. Tanpa sempat Ray membalas ucapannya.
"Hadeeegh, kenapa jadi aku yang salting sih." Gerutunya pelan.
Ira menutup wajahnya dan menenggelamkannya di bantal kursinya, masih memandang sandal jepit itu. Sungguh dia begitu malu, bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu.
Ira meraba dadanya yang berdenyut cepat, berdebar-debar. Kenapa dia se-berdebar- ini, dia hanya ingat kejadian itu. Bahkan orangnya pun tak ada disini.
Dasar gila.
Ira mengeleng-gelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayangan sejam yang lalu.
Kembali ira meraih ponselnya dan men-speed dial angka dua yang berisi nomor ponsel Fajar.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, atau berada di luar jangkauan servis area. Cobalah beberapa saat lagi.
Sekali lagi Ira mendesah, ketika operator yang kembali menjawab panggilannya.
"Kamu kemana Jar?"
Mengkhawatirkanmu sama saja membuatku gila karena tak menemukanmu.
**************
Seperti biasa, hal yang pertama Ira lakukan ketika sampai di Hotel adalah melakukan morning briefing. Setelah itu baru lah Ira berkeliling ke seluruh area Hotel.
Saat akan kembali ke ruangannya, Ira sedikit melihat keributan di depan konter resepsionis.
Seorang wanita ber rambut sasak sedang mengomeli salah satu staf resepsionisnya, dengan langkah pasti Ira mendekati ibu tersebut.
"Selamat pagi, dengan saya Cut Izoura Moully. Bisa saya bantu Ibu."
Wanita tambun itu menoleh cepat ke arah Ira dengan tatapan menusuk dan menyelidik.
"Kamu," sebutnya dengan menunjuk ke muka Ira. "Cepat katakan padaku di mana suami ku menginap? Hah! Kalo enggak, aku akan melaporkan hal ini pada atasanmu." Teriak wanita itu dengan tatapan murka.
"Maaf Ibu, kalo boleh tahu siapa nama suami Ibu?"
"Handoko Setiabudi"
Secepat kilat Chaca mengecek di sistem komputer resepsionis, tak lama kemudian Chaca membisikan sesuatu ditelinga Ira yang dibalas dengan anggukan.
"Maaf, Ibu Setiabudi. Beliau tidak menginap disini, jadi kami tidak bisa memberi tahu Anda."
"BOHONG! aku tahu duami menginap di sini dengan wanita jalang itu." Teriak Nyonya Setiabudi dengan murka, wajahnya memerah dan gignya bergemelatuk.
"Maaf, Ibu Setiabudi. Kami benar-benar meminta maaf, tapi memang Bapak Setiabudi tidak menginap disini."
"Panggil kan GM kalian, aku ingin bicara dengannya." Ucap Nyonya Setiabudi dengan suara tajam.
"Saya lah yang bertanggung jawab disini Nyonya, jadi anda bisa komplain dengan saya."
"Tapi saya yakin, suami saya ada disini. Dia bersama dengan wanita jalang itu."
"Nyonya bisakah anda memelankan suara Anda, karena itu sangat menganggu tamu-tamu kami yang lainnya."
"Sebelum saya bertemu dengan suami saya, saya gak akan diam."
Ira menghela napasnya, ini bukan pertama kalinya mendapatkan tamu yang seperti ini. Terkesan jahat memang, tapi ini semua adalah kemayan sang tamu.
Terlebih nama Handoko Setiabudi adalah tamu reguler hotel ini, di tambah dengan adanya Note trace di sistem rregistrasi miliknya. Beliau meminta kamar DND total. Itu artinya beliau tidak mau ada yanh mengetahui keberadaannya.
sungguh merepotkan.
"Ada apa ini?" Tanya sebuah suara yang ngebass, menginterupsi Ira dan Nyonya Setiabudi.
Ira menolehkan kepalanya dan mendapati Raffi, sang bos besar sudah berdiri di samping Ira.
Great, bakalan kena wejangan ini.
Kalo kek gini ceritanya Ira hanya melenguh pasrah, terlihat Raffi sedang mengajak Nyonya setiabudi agak menjauh dan memilih duduk disalah satu sofa yang ada di lobi.
"Mbak ...."
Belum sempat Chaca melanjutkan kata-katanya, Ira sudah mengangkat tangannya. Kode untuk berhenti bicara.
"Saya tahu Cha," desah Ira. "Alamat kena wejangan habis gini."
Chaca sendiri tersenyum kecut, menyadari FOMnya bakalan kena wejangan dari sang bos besar.
Menit kemudian terlihat Raffi dan Nyonya setiabudi berdiri dan berjabat tangan, tak lupa wanita tambun itu undur diri meninggalkan Raffi yang masih mengeluarkan senyum sejuta volt.
Ira mendapati kode untuk mengikutinya melalui tatapan tajam milik Raffi, dengan pasrah Ira mengekori Raffi menuju ruangan GM. Selama berada disini ruangan GM akan menjadi ruangan Raffi.
"Menangani hal seperti itu saja kamu gak becus, bagaimana kamu bisa menjadi FOM di Hotel ku?"
Ira mengangkat sebelah alisnya, merasa tersentil karena kinerjanya di pertanyakan.
"Kalo maksuk Bapak, mengahadapi wanita tersebut. Saya bisa menanganinya, sebelum Bapak datang dan mengambil alih semuanya."
Raffi mengangkat sebelas alisnya, menatap remeh ke arah Ira yang juga memandangnya dengan tatapan menyipit. Ira masih menerka-nerka apa yang sedang dipikirkan bos besarnya ini.
"Dia seorang istri, bagaimana juga dia wanita sama seperti mu. Kamu bisa bayangin gimana hancurnya perasaan dia mengetahui suaminya selingkuh dengan wanita jalang!" Terang Raffi dengan nada dingin dan tatapan tajam menghunus kearah Ira yang juga menatap dengan ekpresi datarnya.
"Saya juga wanita, dan saya juga tahu perasaan beliau. Tapi ini diluar kuasa kami, Pak Handoko sendiri meminta untuk meng-DND- kamarnya. Bukannya bapak juga tahu apa konsekuesi menganggu tamu yang DND." Jelas Ira tanpa ekspresi.
"Saya bisa saja memberi tahukan dimana letak kamar Pak Handoko, namun tidak kah bapak berpikir bahwa Pak Handoko adalah tamu reguler disini."
"Tamu adalah raja."
"Saya mencoba menjaga nama baik Hotel ini, termasuk di mata tamu reguler kita. Jika bapak mempertanyakan tentang kinerja saya, saya akan dengan lantang mengatakan bahwa nama baik Hotel ini ada di pundak saya.
Terlepas dari saya seorang wanita, tapi saya mengambil jabatan ini berarti saya juga harus bertanggung jawab dengan jabatan saya. FO adalah gawang pertama percitraan Hotel ini, lalu bagaimana saya bertanggung jawab terhadap kepuasan tamu Hotel jika kinerja saya tidak sesuai dengan SOP."
Raffi terdiam mendengar jawaban Ira, Raffi tahu bahwa wanita ini bukanlah wanita biasa. Dia wanita berpendidikan, sulit rasanya memberikan stempel wanita murahan. Dia bukan wanita yang ada dibayangannya tempo hari.
Ya, Raffi tanpa sengaja melihat Ira sdang berpelukan dengan Fajar saat makan siang tempo hari. Seketika Raffi merasa muak dengan wanita yang ada di depannya.
"Apa Bapak sudah selesai, karena saya akan pergi ke bagian maintenance." Sela Ira menundukan kepalanya kemudian berlalu meninggalkan Raffi yang masih terdiam menatap Ira pergi.
Wanita itu, dia berbeda.
.
.
.
.
Ira menatap sosok Fajar yang sudah berdiri di depan pintu slide lobi Hotelnya, seharian tak mendapatkan kabar dari Fajar. Ira menabrakan tubuhnya dan memeluk Fajar, memeluk sengan Erat.
"Kamu kemana aja mas? Ponselmu juga gak bisa di hubungin."
Ira semakin mengetatkan pelukannya, yang dibalas dengan elusan di rambut keriting Ira. "Maaf, kemaren ade rapat dadakan di kota sebelah. Aku lupa mencharge ponselku, sampe hotel aku kelelahan."
"Kamu sukses bikin aku khawatir," decak Ira merenggankan pelukannya.
Ira gak bisa membohongi dirinya beserta hatinya, kalo dia masih mencintai pria blasteran ini, cintanya masih tersimpan di hatinya. Tak bergerak sama sekali. Hanya tertuju padanya.
"Kamu mau ganti baju dulu? Atau kita langsung pergi makan malam."
Ira berpilir sebentar. "Langsung makan saja."
"Ehm ... ehm ...." dehaman suara bass membuat mereka berdua serentak menoleh bersamaan.
Raffi
Fajar membatu menatap sosok Raffi, tubuhnya beku dan wajahnya pias pucat pasih. Tenggorokkannya tercekat, dengan cepat Fajar melepas genggaman tangan Ira dan tersenyum kaku.
Sejenak Ira memandang genggaman tangan yang secara tiba-tiba dilepaskan Fajar, ada sepercik rasa penasaran dan ingin menanyakannya. Namun urung karena didepannya ada bosnya. Memilih untuk menyapanya.
"Selamat malam pak Raffi."
"Malem" sahutmya dengan nada sangat dingin, dengan tatapan tajam lurus ke arah Fajar.
"Kenalin pak ini teman saya, Fajar. Fajar beliau adalah pemilik Hotel ini pak Raffi."
Ada kekakuam diantara kedua lelaki dewasa di depannya ini, dan Ira gak buta untuk merasakannya. Sebenarnya hanya Fajar yang kaku, sedangkan Raffi biasa saja.
What is going on?
Ira memilih mengabaikan hal itu, dan memilih beramah tamah saja. "Bapak mau makan malam? Bagaimana kalau kita bergabung." Tawar Ira, sesaat setelah menoleh kepada Fajar yang di jawab dengan senyuman kaku.
Jadilah mereka makan bertiga, di restoran di Hotel dalam satu meja. Suasana begitu kaku. Ira merasakan sebuah pertanyaan besar atas sikap kaku Fajar, sedangkan Raffi bersikap santai dengan melahap semua makanannya tanpa bersuara.
"Kenapa gak dimakan Pak Fajar, apa makanannya gak enak." Sindir Raffi dengan santainya kembali melahap makanannya.
Fajar yang merasa di ajak biacara sedikit terkesiap, "oh, enggak kok. Ini enak." Jawab Fajar sedikit tergagap kemudian melahap makanannnya.
Ira yang merasakan kecanggungan yang luar biasa aneh baginya, banyak spekulasi berkecamuk dipikirannya.
Ada apa dengan mereka, kenapa Fajar begitu canggung. Tapi tidak dengan Pak Raffi, dia terlihat begitu santai dan tak terpengaruh. Apa yang sebenarnya terjadi.
"Apa hubungan kalian? Kalian terlihat begitu dekat. Apa kalian berpacaran?"
Memdengar pertanyaan itu membuat Fajar tiba-tiba tersedak, tenggorokannya tercekat. Ira mengambil segelas air dan memberikannya pada Fajar, memukul-mukul kecil punggung Fajar.
Fajar memberi isyarat dengan tangannya bahwa dia baik-baik saja, Ira kembali mengambil gelas tersebut dan meletakknya kembali ke atas meja.
"Jadi bagaimana?" Tanya Raffi yang memandang mereka secara bergantian.
Ira tersenyum sebentar, "kami hanya mencoba untuk berbaikan kembali, setelah tiga tahun berpisah."
"Jadi kalian berpacaran?" Tanya lagi Raffi sembari memotong daging steaknya, tanpa melihat kearah mereka.
"Kami tidak berpacaran, hanya saja kami sedang menikmati proses pendekatan kami."
"Apa kamu mencintainya Ira?"
Ira sedikit menaikan alisnya, "maaf Pak, itu bukan urusan Anda. Itu adalah urusan kami berdua."
Ira mengambil napkin, menyekah sudut bibirnya. "Saya sudah selesai, saya permisi ke toilet sebentar."
Tinggalah mereka berdua disatu meja yang sama, keadaan begitu mencekam bagi Fajar. Raffi memberikan tatapan dingin dan mengitimidasi pada Fajar.
"Jadi ini yang kamu lakukan? Kabur dari masalah, kamu malah bermain-main seperti ini." Cemooh Raffi yang semakin membuat Fajar diam membeku.
"Aku harap kamu gak melakukan hal bodoh." Raffi melemparkan napkin maroonnya dan pergi meninggalkan Fajar yang masih terdiam, melihat kepergian Raffi dengan tatapan kebencian.
Ira merasa heran melihat hanya Fajar saja yang duduk di meja mereka, Ira duduk disamping Fajar dan menyentuh pundak Fajar yang menegang.
Fajar tersentak mendapat sentuhan lembut dari Ira, "hei, kamu kenapa?" Hanya dijawab dengan gelengan kepala.
Hanya ada kesunyian didalam mobil Fajar, sedari pulang makan malam bersama Fajar hanya terdiam. Terpaku menatap jalanan malam yang masih padat
Kamu bukanlah kamu,
***** ^^&^^ *****
Maafkeun authornya yang barusan update, jangan lupa bote sama komemnya....
Seperti kata UmiReturn01 tanda baca sengaja aku salahin biar pada menuhin komen....
Hihihihihi....
Maafkeun saya ya umi.....
Kaboooooor, sebelum ditimpuk sama loyang.....
Kecup dulu yak, dari babamg Fajar....
-dean akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro