
9: Mendamaikan hati
Luki Amidjaja bersama Martha Amidjaja membuang napas setelah melakukan monthly report meeting, besok pagi Martha harus terbang kembali di Balikpapan untuk meninjau sejauh mana pembangunan fondasi untuk kilang minyak berjalan.
Luki adalah Chief Executive Amidjaja Petroleum Corp,. Jadi bagaimana pun keputusan sebenarnya ada di tangan Luki. Tadinya, Luki ingin melakukan pembatalan proyek sebelum membeli tanah di Balikpapan untuk membangun kilang minyak itu.
Tapi Rajasa Amidjaja, Opanya terlihat sangat setuju dengan proyek Balikpapan kali ini karena beberapa investor ternama ikut bergabung untuk menjadi partner.
Semua investor yang tergabung adalah keluarga Prananta, pemilik maskapai penerbangan swasta terbesar di Indonesia, Bumi Pertiwi Air. Adam Airlangga Prananta adalah CEO dari PT Bumi Pertiwi Air Tbk, selain itu keluarga Prananta juga adalah salah satu keluarga Presiden Republik Indonesia, Ken Maxwell Prananta.
Jadi, bayangkan betapa gembiranya Rajasa Amidjaja ketika tahu bahwa keluarga Prananta bergabung dalam proyek kilang minyak kali ini.
Pembuatan kilang minyak kali ini membutuhkan lebih tujuh ratus miliar dana investasi yang sudah diberikan oleh Prananta Group .
"Prananta Group sudah mencairkan dana, itu artinya pembangunan kilang minyak kali ini harus berjalan cukup cepat." ujar Martha kepada Luki.
Luki mengangguk setuju. "Selanjutnya serahkan sama gue saja, lo balik lagi ke Gentle Woman saja, kasihan Caca harus kerja capek bulak balik, belum ngurusin proyek Balikpapan."
Gentle Woman Group Ltd,. adalah perusahaan brand pakaian perempuan dan kosmetik yang didirikan oleh Mamanya, Virginia. Perusahaan itu memproduksi Gentle Lip Kits, Lip cream, dan lip liner yang namanya kian mendunia karena formula yang ada pada setiap kosmetik yang diproduksi tidak kalah dari merek-merek terkenal.
Apa lagi, desain pakaian yang di dedikasikan untuk remaja perempuan hingga dewasa, membuat brand Gentle Woman kian mendunia dan hampir sudah mempunyai dua puluh empat gerai yang tersebar di kota besar dunia.
Martha mendengus dan menatap geli kepada sepupu tertuanya itu. "Memang sudah yakin tega mau ninggalin istri dan anak di rumah?" ledeknya.
Luki menggeleng dengan kekehan. "Sebenarnya nggak, tapi kayaknya Denok juga muak lama-lama lihat gue ada di rumah terus. Orangnya dari kemarin suruh gue kerja melulu."
"Lo sih, Mas... lagian, ada suster yang bantu Denok, kan?"
"Iya... ah tapi, lo nggak bakal ngerti apa yang gue rasakan Martha. Lihat Raquel tiap pagi, dengar suara tangisan dia, apa lagi sekarang Raquel tuh mulai bisa berespons kalau di ajak ngobrol. Bayi umur dua bulan udah banyak gaya begitu coba." katanya dengan bangga menceritakan anak perempuannya.
"Iya banyak gayanya turunan lo, Mas!" ledek Martha.
"Janganlah... anak gue harus anggun kayak Mamanya." balas Luki kepada Martha dengan sewot. Lalu Luki menatap Martha dengan curiga kembali. "Kata Opa lo lagi cari orang, namanya Angkasa. Angkasa mana sih? Angkasa Raya?"
Diingatkan lagi soal Angkasa yang burem rek! Martha juga bingung kenapa dulu dia sebodoh itu sampai tidak tahu siapa nama Angkasa. Mau cari di Linkedin pun Angkasa itu banyak, dan tentu saja sulit menemukannya jika mencari secara random.
"Itu dia, gue..."
"Dia siapa sih? Pacar?"
"Bukan."
"Terus?"
"Teman Bobo." Jawab Martha tanpa rasa malu.
Luki tersedak mendengarnya, untung saja area kantor sudah disterilkan jika jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sembarangan saja bibir Martha ini.
"Are you out of your mind?!" bentak Luki dengan gemas. "Buat apa lo cari mantan teman bobo? Gila.. kalau Laksmana tahu lo bisa dimarahin!"
"Ya jangan sampai tahu lah, Mas..." keluh Martha dengan merengek. "Kayak nggak tahu aja kelakuan Mas Laksmana si manusia paling suci di dunia ini! Gue sebenarnya curiga, jangan-jangan Mas Laksmana masih perjaka even sampai sekarang!"
"Tet tot! Perkiraan lo salah!" Luki tertawa dengan kurang ajarnya. "Laksmana mainnya sudah lebih duluan dari lo kali, tuh orang pernah bucin waktu kuliah sarjana kedokteran dulu, Tha. Lo aja yang nggak tahu."
"Jadi... meskipun lempeng begitu Mas Laksmana sudah pernah..." Martha membungkam bibirnya dengan dramatis. "Hebat juga Mamas gue,"
"Back to the topic, who is he?"
Luki ini memang orangnya tidak akan pernah puas. "Mas, gue nggak tahu siapa dia. Tapi dalam dua hari itu kita berdua kayak udah kenal cukup lama, gue nyaman sama dia dan dia nyaman sama gue!"
"Kapan sih lo ketemu sama dia?"
"Waktu kita ke Bali itu, Denok balik marah karena lo cupang dia seenaknya!"
"Ah!" Luki tak bisa menahan tawanya sekarang. "Udah lama banget itu, orangnya pasti lupain lo!"
"Tolong ya, Mas... he's so fucking good! Dibandingkan mantan gue dulu yang kayak asshole, Angkasa treat gue dengan sangat baik."
"Ya terus lo mau cari dia dimana, Martha?" tanya Luki dengan sabar. "Jakarta? Bali? Dikira cari orang selewat begitu gampang? Makanya jangan sembarangan one night stand dong kalau punya hati lemah!"
Martha menonjok lengan Luki dengan kesal. "Bantuin cari dia! Jangan ledekan gue melulu!"
"Kalau udah ketemu memangnya lo mau apa?" tantang Luki sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Gue..." Martha menggigit bibirnya dan tersenyum seperti orang bodoh. "... gue ingin menikah sama dia, semoga aja dia belum punya cewek dan gue bakal lamar dia lebih dulu!"
"Sinting!" maki Luki melihat betapa gilanya Martha.
***
"Duh!"
Angkasa baru saja bangun dari tidurnya pukul delapan pagi, dan melihat Maminya yang tengah merapikan beberapa majalah yang tidak terpakai untuk di masukkan ke dalam dus bekas.
"Kenapa, Sa?"
Semalam, Angkasa dapat cito yang mengharuskan Angkasa bangun dari tidur lelapnya dan pergi menuju rumah sakit, dia baru saja pulang ke rumah pukul empat pagi dan kembali tidur pukul lima pagi tadi.
"Telingaku gatal, Mi. Merah nggak sih?" tanya Angkasa mendekatkan kepalanya pada sang Mami.
Latitia mengangguk melihat daun telinga kanan anaknya yang memerah. "Kok bisa merah begitu? Digigit semut kali, Sa."
Angkasa mengangguk. "Kayaknya iya, oh ya siang nanti aku mau pergi golf, Mami nggak ada acara kemana-mana, kan?"
"Nggak, Sa. Mami nggak akan kemana-mana tapi Mami bingung, kenapa kamu masih terus main golf bukannya cari cewek?"
Mendengar pertanyaan Maminya pula membuat Angkasa terdiam, benar juga dia harusnya mencari keberadaan si Ana—salah, Martha Amidjaja, sepertinya Martha itu orang yang sibuk hingga ketika Angkasa datang ke kantor Amidjaja Petroleum Corp saja dia harus membuat janji lebih dulu.
Katanya, saat itu Martha sedang melakukan perjalanan bisnis.
"Susah, Mi.. aku sudah cari dia tapi belum ada jalan buat ketemu sama dia."
"Siapa sih, Sa?" tanya Latitia penasaran. "Kamu nggak mau cerita sama Mami?"
Angkasa menggaruk belakang kepalanya dan duduk di sisi Maminya. "Dia Martha Amidjaja, Mi. Kami bertemu dua tahun yang lalu mungkin? Lupa, intinya sudah lama, dan aku memang sudah di tipu sama dia."
"Ditipu? Sebentar..." Latitia menghentikan aktivitasnya yang tengah merapikan buku-buku lama itu. "Ini, Martha Amidjaja calon istrinya anak Papimu itu?"
Angkasa mengangguk. "Iya, Mi."
"Dia menipu kamu?"
"Dia mengaku sebagai Anna, bukan Martha. Itu kenapa ketika dia pergi meninggalkan aku, ya aku nggak punya jejak apa-apa untuk cari dia."
"Bagaimana bisa... kamu pacaran sama dia?"
Angkasa menahan senyumannya dan mengangguk lagi. "Singkat ceritanya begitu, aku sebenarnya menawarkan keseriusan sama dia, tapi saat itu dia kayaknya belum recovery sepenuhnya dari hubungan toksik lamanya."
"Oalah..."
"Jadi menurut Mami gimana? Apa perlu aku temui orangnya langsung ke rumah kediaman Amidjaja? Malu nggak sih, Mi?"
Latitia tertawa canggung dan menggeleng ragu. "Kenapa kamu tanya Mami..." jawabnya, tapi kemudian saja ada hal yang membuat Latitia merasa apa yang dia pikirkan bisa membantu Angkasa. "Kenapa nggak minta tolong sama Papimu, Sa? Secara, gadis itu kan mantan calon menantu keluarga Papimu, pasti ada kekerabatan yang erat. Kamu bisa—"
"Nggak," tolak Angkasa tegas. "Mami seharusnya tahu jika aku datang, maka mereka semua akan menghina aku dan Mami lagi. Untuk apa aku minta tolong pada mereka—"
"Sa," Latitia menggenggam tangan putranya dengan serius. "Bukannya kamu ingin bertemu kembali dengan cinta kamu itu? Bukankah kamu sudah punya jalan untuk bisa menemuinya, Sa?"
"Apa Mami mau aku datang dan mengklaim hak sialan yang katanya sudah mereka persiapkan untuk aku? Mi, jangan lupa kalau mereka semua yang sudah membuang Mami begitu saja!" tekan Angkasa kepada Latitia.
Latitia menggeleng dengan wajah serius kali ini. "Sa, kamu tahu bagaimana rasa sakitnya Mami yang dibuang dan dihina karena bagi mereka semua Mami adalah menantu yang hina. Tapi keluarga itu sudah mendapatkan kutukannya, Sa. Generasi pertama keluarga itu sudah meninggal, bahkan disusul oleh generasi ketiga, anak Papimu itu."
"Lalu apa urusannya denganku, Mi?"
Latitia memandang wajah Angkasa dan menepuk bahu putranya dengan cukup kuat. "Bagaimana pun kamu berusaha menyingkirkan nama Wreksaatmadja, di dalam tubuh kamu ini tetap mengalir darah Wreksaatmadja, Sa."
Angkasa terkekeh sinis mendengarnya. "Dan itu nggak akan mengubah apa pun, aku adalah aku. Bahkan mereka semua nggak punya kontribusi apa pun di dalam hidupku, Mi."
"Jangan keras kepala, Sa... apa salahnya hidup mengambil keuntungan dari apa yang sudah kamu miliki sejak lahir? Banyak orang di luar sana yang menginginkannya, terlepas dari status yang akan diketahui oleh banyak orang nanti, kamu adalah keturunan Wreksaatmadja yang pertama sebelum anak Papimu."
"Jangan Mi..." geleng Angkasa dengan tidak setuju. "Itu sama saja jadinya dengan ambisius yang buruk."
"Tapi kamu ingin bertemu gadis yang kamu cintai, bukan?" tanya balik Latitia.
Angkasa menarik napasnya frustrasi. "Dengarkan Mami, Sa. Masuk ke dalam keluarga itu, ambil hakmu termasuk apa yang kamu inginkan—Martha Amidjaja, ambil semuanya agar kamu bisa memilikinya. Jika kamu bisa membuat semuanya berada di tangan kamu, maka hinaan yang telah Mami terima puluhan tahun lalu akan terbayar dengan apa yang sudah ditakdirkan hanya untuk kamu, Sa."
***
Laksmana menepikan mobilnya di Cafe Batavia, atas permintaan Opanya lagi, Laksmana menemui gadis dari keluarga rekannya, katanya. Gadis yang ia temui sekarang adalah artis terkenal, dia sangat terkenal sampai-sampai Laksmana bingung kenapa juga Opanya memilih orang terkenal untuknya?
Maria Helga Bramantara terkenal sebagai artis paling cantik di Tanah Air, semua filmnya yang ada di bioskop selalu melejit, tiket habis berjuta-juta penonton dalam waktu singkat, memberikan impact yang bagus dalam industri hiburan Indonesia, kalau tidak salah baru-baru ini dia sudah debut di red carpet Cannes film festival.
Kata Gana, Cafe Batavia ini sudah disewa untuk seharian penuh alias ditutup dan tidak terbuka untuk orang lain. Entah berapa uang yang telah Opanya keluarkan hanya untuk membuat Laksmana berkenalan dengan Maria Helga Bramantara itu.
Ketika masuk ke dalam Cafe, Laksmana sudah bisa melihat satu orang gadis yang tengah duduk santai mengangkat sebelah kakinya. Dia memang cantik, dalam sekali pandang saja Laksmana tahu Maria memang cantik. Tapi ya... kalau sepupunya yang lain tahu soal ini, mungkin akan menjadi berita heboh.
Tahu apa yang akan membuat hebohnya? Maria Helga Bramantara ini kan mantannya Koentoeadjie Amidjaja. Memang sialan si Adjie itu, dan bisa-bisanya sekarang Opanya meminta Laksmana untuk bertemu memperkenalkan diri pada gadis yang pernah menjadi mantan dari Adjie?
Skandal ini namanya.
"Maria?" tanya Laksmana memecah konsentrasi gadis itu yang fokus memainkan ponselnya.
Maria mengangkat wajahnya dan menurunkan kacamatanya. "Oh, pasti Mas Laksmana, kan?"
See? Batin Laksmana. She know me, percuma saja melakukan perkenalan basa basi. "Ya, sori kamu sudah tunggu lama di sini?"
"Nggak," jawabnya dengan senyuman. "Sengaja datang lebih cepat sih, ternyata Cafe nya sudah disewa sejak tadi."
"Maaf," gumam Laksmana tidak enak. "Maaf karena pertemuan kita terkesan... memaksa,"
Maria mengangguk, lalu merubah gaya duduknya. "I know, sebelumnya saya hubungi Adjie lho tadi. Kata dia, Mas Laksmana orangnya friendly, jadi saya nggak perlu khawatir."
"Dia bilang begitu?" tanya Laksmana tidak percaya. Apa maksudnya si Koentoeadjie itu.
"Iya, Mas... duh, sori banget... saya sebelumnya nggak pernah nervous begini, sih. Tapi karena saya mau buat pengakuan dosa, saya cuman mau bilang kalau kayaknya saya nggak bisa mengikuti rencana yang diminta oleh orang tua saya,"
Laksmana menghela napas dengan lega. "Sure, saya juga tadinya mau minta maaf lebih dulu, takutnya saya bersikap melangkahi kamu,"
Maria tampak gelisah dan raut wajahnya tidak enak. Gadis itu memainkan jari-jari tangannya sembari menunduk. "Sebenarnya, saya sudah punya calon sendiri, Mas."
Oh Thanks God! Teriak Laksmana dalam hatinya. Jujur, dia senang karena Maria membicarakannya sejak awal, tidak ada lagi tekanan di dalam pikiran Laksmana sekarang.
"Saya mengerti, tapi kenapa kamu tetap datang menemui saya?"
"Saya cuman mau... lelaki yang saya suka itu sadar, kalau waktunya dia mengabaikan saya itu sudah habis. Capek juga jadi cewek yang suka duluan sama cowok..." keluhnya tanpa sadar.
Laksmana tersenyum tipis. "Apa saya harus bantu kamu?"
"No," geleng Maria panik. "Nggak usah Mas... segini saja sudah cukup, saya cuman butuh izin Mas doang."
"Izin?" Kening Laksmana berkerut tak mengerti.
Maria mengangguk. "Ya, izin untuk membuat satu berita aja... tentang pertemuan kita berdua hari ini,"
What? Laksmana diajak untuk membuat skandal maksudnya? "Untuk media?"
"Bukan," geleng Maria lagi. "Saya tahu Mas Laksmana pasti keberatan kalau berita ini keluar di media, tapi... ini cuman buat kamuflase aja, Mas."
"I see," gumam Laksmana. "Kamu berniat memanas-manasi lelaki yang kamu suka itu?"
Maria mengangguk lagi dengan wajah memohon. "Ya, maaf ya, Mas... saya kayaknya kekanakan, tapi di arah samping kanan, ada manajer saya. Dia yang bakal ambil foto kita berdua dan dikirim ke cowok yang saya suka."
Laksmana menoleh dengan wajah kaku, lalu melihat manajer Maria yang tengah melambaikan tangan kepadanya sambil menyapa dirinya. "Oh, okay..."
"Mas setuju?" tanya Maria meminta izin dengan kedua mata berbinar.
Yah, bagaimana lagi? Setidaknya, ini lebih baik daripada dia harus melanjutkan pertemuan dengan Maria. Memang, apa yang diharapkan Opanya, sih? Laksmana menikah dengan Maria Helga Bramantara? Tolong saja...
"Okay, anggap saja ini bayaran untuk kejujuran kamu. Karena jujur, saya tidak ada rencana untuk menikahi perempuan mana pun." kata Laksmana dengan tenang.
Maria menarik napasnya dengan lega, ia senang karena Laksmana bukan lelaki picik yang ia pikirkan sebelumnya. Benar apa kata Koentoeadjie mantannya, Laksmana Amidjaja ternyata sangat membantu dirinya.
Sementara itu, Laksmana ingin tahu ke depannya. Perempuan mana lagi yang harus ia temui? Sepertinya Rajasa Amidjaja tidak akan menyerah dengan mudah.
***
a/n:
Tara!
Semakin lama semakin sulit untuk bertemu yah si Martha dan Angkasa ini. Diharapkan untuk sabar ya teman-teman!
Jumat, 26 Mei 2023.
Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro