Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7: Mengikis waktu

"Ibu..."

Martha terkejut bukan main ketika mendengar tangisan Caca yang baru saja datang ke apartemennya sambil membawa pesanan Martha malam ini, caesar salad, garlic butter steak bites dan lemon zucchini noodles yang akan dia makan malam ini.

Gadis itu masih menangis tanpa bisa menahan tangisannya dan terjatuh duduk di atas karpet dengan keadaan yang menyedihkan.

"Kenapa sih?! Pulang konser kok nangis? Katanya dikasih akses backstage buat foto sama Jaehyun and the gang?" tanya Martha penasaran.

Martha mencuci tangannya dan kembali ke ruang tengah membuka makanannya satu persatu.

Caca menangis dengan sangat menyedihkan, aneh... kenapa pula gadis ini. "Kalau kamu nggak mau cerita ya sudah."

"Ibu..." rengek Caca lagi.

Martha mengacak-acak rambutnya frustrasi, belum punya anak saja dia sudah pusing luar biasa. "Kenapa, Ca? Jangan sampai kamu saya cubit ya!"

Caca menghapus air matanya dengan ujung kausnya berwarna lime hari ini. "Bu... dari tadi siang cobaan mau nonton konser banyak banget, Bu! Ada teror bom—"

Martha mengernyit kaget mendengarnya. "What?! Ada teroris? Yang benar aja!"

"Iya Bu..." Caca kali ini menjelaskannya dengan sesenggukan. "Ice BSD sempat disteril dan banyak polisi yang turun, tim gegana juga datang, tapi ternyata cuman hoax."

"Ya terus kenapa kamu nangis kalau hoax?" tanya Martha semakin bingung.

"Masalahnya bukan itu, Bu. Tadi... konser ricuh banget, di raw depan pada dorong-dorongan sampai banyak yang jatuh pingsan."

Martha tersedak karena berusaha menahan tawanya. Kenapa bisa sih konser mendadak ricuh begitu? "Bu jangan ketawa!" rengek Caca lagi dengan tangisannya yang kian menjadi.

Martha mengangguk cepat. "Iya-iya, sori.. lanjutin lagi ceritanya."

"Nah kan ricuh, Bu. 30 orang pingsan Bu bayangin! Konsernya dihentikan sama polisi, Bu! Member NCT 127 kelihatan kecewa banget, saya nggak sanggup, Bu..." Caca menepuk dadanya beberapa kali. "Memang bukan saya yang buat kericuhan tapi kan saya ikutan malu! Terus konsernya masih belum beres, padahal saya sudah belajar fanchant 2 Baddies itu kan, Bu! Gagal semuanya.... Sedih nggak lihat Jaehyun jalan slow motion waktu lagu Faster."

Martha menganga mendengarnya, jadi itu alasan kenapa Caca menangis seperti ini? Hebat sekali... "Kan besok mereka masih konser, kata kamu dua hari?"

Caca menggeleng dengan wajah putus asa. "Nggak tahu, Bu... kata sender Twitter pihak promotor lagi tawar menawar sama member, sedih banget kalau sampai konser besok nggak ada—"

"Pasti ada." potong Martha menyemangati jiwa raga Caca yang terurai pecah itu. "Pasti, mereka kan datang jauh untuk kalian, apa lagi fans yang datang juga bukan cuman dari Jakarta aja, Ca."

"Ibu... saya kan cuman beli tiket buat day satu aja."

Duh!

Martha berdecak kesal, tidak tega juga melihat wajah hancur Caca yang kecewa karena konsernya tidak selesai hari ini. "Ya sudah sana kamu cari tiket lagi, besok nonton lagi!"

"Nggak bisa, Bu... cari dimana WTS jam segini buat besok." keluhnya lagi.

Martha pening. "Duh Caca... cari aja, dimana kek di Instagram atau Twitter,"

Caca mengangguk cepat lalu dengan wajah sok alimnya dia berkata. "Ibu izinin saya konser besok? Soalnya konser besok mulainya agak siangan, terus Ibu—"

"Nggak usah pikirkan saya, yang penting perasaan kamu puas kalau ketemu Jaehyun sampai akhir konser. Pusing kepala saya, Ca..." keluh Martha yang belum memulai makannya sejak tadi.

"Tapi kan Ibu besok harus visit ke Traghana Industry? Jadwal Ibu besok full dari pagi sampai sore, terus ada monthly report yang harus Ibu lakukan."

"Saya ada Gana." kata Martha berusaha membuat Caca diam.

Tapi, Caca malah ikut bungkam. Lalu bibir gadis itu bergetar dan tidak pernah disangka, Caca berlari memeluk Martha dengan erat. "Makasih ya Ibu! Saya sayang banget sama Ibu!"

Martha berusaha melepaskan tubuhnya dari pelukan Caca dan berkata. "Jangan nangis, cuman gitu aja nangis!"

"Ini hari yang cukup berat untuk NCTZen Indonesia, Bu."

Martha mengibaskan tangannya tidak peduli. Dia lanjut makan malam sementara Martha kini tengah melanjutkan tugasnya memilih dua pakaian untuk besok, dan merapikan file-file yang Martha perlukan, Google spreedshet yang biasa Caca bacakan, disederhanakan agar Martha tidak kebingungan ketika mencari data-data penting.

Seluruh email dikonfirmasikan menjadi satu file dalam rentang waktu sesuai perbulan, pengeluaran perbulan pun sudah ada dalam tab-nya, Caca benar-benar tidak lupa akan pekerjaannya.

Mendadak, gadis itu semangat karena Martha memberikan kesempatan kepadanya untuk menonton konser hari kedua.

Yah, sudahlah.. daripada Caca harus menangis deras seperti tadi, kepala Martha rasanya mau pecah. Dan mungkin, Caca juga salah satunya alasan Martha mendapatkan hiburan dalam kehidupannya yang penat ini.

Kapan juga Luki Amidjaja akan masuk ke kantor? Bapak anak satu itu menyebalkan bukan main!

***

"Besok ada monthly report Traghana." kata Luki kepada istrinya, Denok Kanara Djatiwibowo yang tengah pumping stok ASI untuk si kecil.

Denok menoleh dan tersenyum mendengar ucapan suaminya. "Sana kerja kamu, Mas... mau sampai kapan di rumah terus? Kasihan Martha gantikan kamu terus."

"Biarlah, kali-kali dia kerja. Jangan mau enaknya terus, oh ya Sayang besok jadwal Raquel imunisasi, kan?"

Denok mengangguk, menyimpan stok persediaan ASI di kulkas khusus, dan berjalan mendekati Luki yang tengah duduk di sofa. "Iya, aku pergi sama Alfa dan Bagas aja, kamu bantu Martha."

Luki meraih tangan istrinya dan membiarkan istrinya duduk di atas pangkuannya. Wangi manis ASI yang menguar di seluruh tubuh istrinya membuat Luki tak bisa menahan senyumannya seperti orang bodoh. Sampai kapan pun, Luki akan menjadi pria bodoh karena tidak pernah bisa menang dari pesona istrinya sendiri.

"Aku temani kamu dan Raquel sebentar, setelah itu aku akan ke kantor." balas Luki sebagai kesepakatannya.

Denok tersenyum puas mendengarnya dan mengusap pelipis suaminya. "Tidur yuk? Sudah malam, nanti empat jam lagi Raquel bangun."

Luki menggeleng dan mencium ceruk leher istrinya. "Aku nggak bisa tidur."

"Terus?"

"Kangen kamu, Sayang..."

Denok tersenyum lagi dan menggeleng. "Besok kerja,"

"Aku juga belum berani sentuh kamu." balas Luki dengan wajah muram. "Takutnya kamu sakit, tunggu bulan depan aja ya?"

Denok malah mengangkat bahunya dengan acuh. "Siapa takut." tantangnya.

Luki menjatuhkan keningnya di atas bahu Denok. "Aku dengar kabar kalau Laksmana ketemu sama mantannya lagi."

"Oh ya? Siapa?"

"Ansara, mungkin?" kata Luki dengan ragu, sebenarnya dia belum benar-benar tahu kabar burung itu kalau Gana tidak bicara tadi siang. Entah mantannya yang mana.

Denok berdecak kagum. "Bakal ada cinta lama belum kelar kali."

"Episode dua." timpal Luki dengan tawanya. "Tapi Opa malah minta aku buat cari orang,"

"Siapa?" tanya Denok dengan penasaran.

"Mantannya Martha, namanya Angkasa, dan katanya... dia cinta pertama Martha."

"Kamu sudah bantu cari?"

"Belum, kayaknya mulai pencarian besok. Lagian, nggak jelas, Angkasa mana juga."

Denok mengangguk setuju dengan raut wajah serius dia berkata. "Yang punya nama Angkasa di Indonesia nggak cuman satu, kalau cari orang tanpa tahu nama belakangnya ya sulit."

"Itu dia," keluh Luki mencium pipi Denok. "Kayaknya Martha juga sudah pasrah sama keadaan, itu anak nggak pernah bisa serius dekat sama cowok. Kemarin dekat sama Praditya Raghuvendra tapi nggak jadi kayaknya."

Denok menepuk pipi suaminya pelan. "Kayak kamu nggak aja!"

"Aku serius waktu sama kamu kok, kamunya aja sulit percaya." ledek Luki.

"Yah..." Denok menepuk bahu suaminya dan tersenyum tipis. "Gimana mau percaya wajah tengil kayak kamu begini, harus aku hindari!"

"Tuh kan!" Luki tak kuasa menahan gemas dan menggigit bahu Denok. "Keluarga kita kayaknya lagi balapan menikah. Kakak dan adik itu, Laksmana dan Martha kayaknya memang mau battle."

Denok tertawa puas mendengarnya. "Kita doakan saja, semoga Mas Laksmana ataupun Martha, bertemu dengan jodoh mereka."

***

"Ada kepentingan apa Anda datang kemari?"

Suara Angkasa berhasil membuat dua orang di depannya terkejut. Latitia dan Darius Wreksaatmadja terkejut ketika melihat kedatangan putra mereka Angkasa yang tidak diketahui kapan datangnya.

Sementara itu, Angkasa baru saja pulang dari rumah sakit dan merasa heran dengan keberadaan mobil asing tang terparkir di halaman rumahnya. Sejak beberapa waktu lalu, Maminya ditahan oleh orang-orang suruhan keluarga Wreksaatmadja, Angkasa jadi sedikit khawatir dan menjaga Maminya dengan kian ketat.

Sekarang, ada satpam yang menjaga rumahnya dan siap mengabari Angkasa kapan pun jika ada hal yang mencurigakan. Tapi sepertinya malam ini Angkasa kecolongan karena Mang Sarip tengah pulang ke Bekasi menjenguk putrinya yang baru saja melahirkan cucunya.

"Angkasa," ujar Darius menyebut nama putranya dan melangkah mendekat.

Angkasa sudah melayangkan tatapan tak suka lebih dulu ketika sang Mami mengangkat kedua tangannya meminta Angkasa agar bersikap lebih tenang.

"Ngapain dia ada di sini, Mi?!" tuntut Angkasa kepada Latitia.

Latitia menggeleng dengan percuma, Angkasa memang akan selalu bereaksi seperti ini ketika sang Ayah datang mengganggu ketenangan rumah.

"Papi datang hanya untuk menyampaikan pesan mendiang Opungmu, Angkasa."

Lihat, bagaimana pria itu berbicara kepadanya. Angkasa tak habis pikir. "Opung?" tanyanya dengan nada bercanda. "Sejak kapan saya punya Opung?"

Angkasa adalah cucu yang tidak diinginkan, bahkan diasingkan, bahkan dibuang. Lebih jelasnya seperti itu. Dan pria yang sudah memberikannya kehidupan ini dengan wajah tanpa dosa berani menampakkan wajahnya di hadapan Angkasa?

Memangnya Angkasa akan peduli dengan pesan pria tua yang sudah meninggal dunia itu? Bagus karena cucu kesayangannya pun ikut menyusulnya ke alam baka.

"Angkasa, dengarkan Papi—"

"You better stop here," ancam Angkasa tidak main-main kepada Darius. "Saya bisa mengundang media untuk datang membawa kericuhan untuk Anda dan keluarga Anda sekalian."

"Angkasa..." Latitia memohon dengan sangat dan memegangi lengan Angkasa. "Kita bicarakan ini baik-baik," pinta Latitia. "Please, Sa... bagaimana pun, beliau adalah kakek kamu."

Melihat permohonan yang ada pada kedua mata Maminya, Angkasa dibuat tidak bisa menolak. Sialan, dia tidak akan pernah bisa berkutik jika itu urusan Maminya.

"Lima menit," putus Angkasa cepat tanpa menghiraukan keberadaan Darius yang terus memandangnya sejak tadi.

Darius mengangguk kepada Latitia dan setuju dengan tawaran yang putranya berikan. "Jagawana is yours," kata Darius dengan wajah serius. "Opung meminta kamu untuk mengawasinya secara langsung, di sana terbilang bahwa kamu adalah pemegang saham terbesar dan sah di Jagawana."

Angkasa tahu apa itu Jagawana. Jagawana adalah anak perusahaan Wreksaatmadja yang berdiri dalam bidang agribisnis, food, pendidikan dan kesehatan. Itu kenapa Jagawana juga sempat mendirikan dua rumah sakit berbasis internasional yang ada di Jakarta Barat dan Bekasi Barat.

Dua rumah sakit itu memiliki citra yang baik karena peralatan medis yang cukup memadai, dan katanya beberapa dokter terbaik dari Penang pun praktik di sana.

"Kalian membutuhkan saya setelah putra Anda tiada?" sahut Angkasa dengan senyuman meremehkan.

Darius menggeleng. "Tidak Angkasa, sepanjang hidup kamu pun, Opung tetap mengawasi kamu."

"Bullshit macam apa ini?!" bentak Angkasa tidak terima. "Saya hidup dan bisa sampai sekarang menjadi apa yang saya inginkan atas usaha dan kerja keras saya. Tidak ada ikut campur keluarga Anda, Tuan!" teriaknya murka.

Latitia mengusap dadanya sendiri ketika mendengar teriakan Angkasa, sementara Darius hanya bisa menghela napasnya dengan kecewa karena semua ini terjadi akibat dirinya sendiri. "Bagaimana pun kamu adalah putra Papi, Angkasa."

"Putra? Sudah saya katakan, Anda hanya menyumbang darah dalam tubuh saya, tapi Anda tidak memiliki ikatan apa pun dengan saya. Paham?" balas Angkasa dengan sadisnya.

Angkasa meraih ransel, dan jas putihnya lalu berdiri dengan tegak. "Sudah tidak ada yang perlu dibahas, jangan pernah datang lagi kepada saya dan pastikan saya tidak akan menyentuh apa pun yang Anda katakan tadi sebab—Anda sudah membuang saya dan Mami saya tiga puluh tahun yang lalu."

Setelah mengatakan itu semua, Angkasa pergi ke kamarnya dan meninggalkan Latitia serta Darius yang membuang napas mereka dengan keras lantaran tidak bisa melakukan apa-apa setelah melihat kekecewaan yang begitu besar pada putranya sendiri.

***

a/n:

Sakit hatiku dengan tingkahmu yang selalu saja menyakiti aku~

Oke, izinkan saya menjelaskan bagaimana karakter seorang Angkasa Jagawana ini. Dia dibesarkan oleh Ibu Tunggal, which is dia kenal siapa Bapaknya tapi dia benar-benar hidup sendiri dan berjuang sendirian.

Pokoknya hidup Angkasa itu sulit gais, kalau ke depannya kalian bakal menemukan ekspektasi yang nggak bisa ditebak, ya wajar... pokoknya si Angkasa dan Martha ini akan bertolak belakangan.

Sekian.

Itu spoiler doang wkwk.

Dari Angkasa untuk Papinya.
Auto jadi anak durjana.

22, Mei 2023.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro