Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24: Cinta sih cinta, tapi...

Martha kabur menenangkan diri ke Bedugul. Sendirian. Tanpa ditemani Caca. Kepala Martha sakit sekali, memikirkan nasib kehidupannya ke depannya. Entah kenapa, semenjak kepergian Darius Wreksaatmadja kepalanya mendadak sering sakit, belum lagi melihat bagaimana wajah Angkasa pada hari itu di ruang naratama Darius Wreksaatmadja yang mencerminkan penyesalan yang begitu besar.

Setahu Martha, Angkasa sangat membenci ayahnya, dan hal itu pasti membuat Angkasa tidak bisa lepas membiarkan Ibunya ditemui oleh Darius Wreksaatmadja. Jadi... apa yang Martha takutkan sekarang? Ya pernikahan.

Karena sudah dipastikan Angkasa menyesal pada Ayahnya, maka akan dipastikan juga kalau Angkasa menerima syarat dari mendiang ayahnya sebelum beliau pergi untuk menikah bersamanya.

Martha menggelengkan kepalanya lagi, ada beberapa hal di dunia ini yang terkesan bisa mudah digapai, tapi ketika sudah mendapatkan terasa berbeda. Apa lagi... Martha tidak berbohong, sakit rasanya ketika Angkasa meremehkan dirinya dan menghinanya sekian rupa hanya karena kemarahan Angkasa yang tidak dia mengerti selama ini.

Jika memang Angkasa menginginkan dirinya mundur karena soal status sosial, lalu apakah Martha bisa mengubahnya? Tidak. Dia sudah terlahir dengan segala kemewahan yang ada pada dirinya, memiliki segudang privilege nyata atas nama keluarga, selalu mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa harus menunggu, lalu ada kedua orang tua yang selalu memberikan yang terbaik untuknya, Opa yang selalu memanjakannya karena Martha adalah cucu perempuan satu-satunya yang Opanya miliki, Oma yang selalu mengajarkan Martha tentang kehidupan, memberikan arti dari makna kesabaran dan makna seorang perempuan serta memiliki tiga saudara laki-laki yang amat menyayangi dan menjaganya.

Apakah Martha bisa mengubah itu semua? Tidak. Kali ini, Martha mengerti betapa pengecutnya Angkasa yang menginginkan dirinya mundur secara terpaksa dengan sebuah kata-kata yang merendahkan dirinya.

Martha memang sudah beberapa kali tidur dengan pria, itu pun tidak banyak kok. Jika boleh jujur, Martha kehilangan keperawanannya saat kuliah, itu pun oleh kekasihnya sendiri, bahkan saat bersama Thomas pun, Martha melakukannya karena cinta bukan sembarangan seperti apa yang dia lakukan dengan Angkasa saat di Bali. Semuanya terjadi karena Martha yang penasaran dan termakan oleh ajakan Angkasa, lalu pria itu bisa-bisanya merendahkan Martha dibalik kata berapa pria yang sudah tidur bersamanya.

Kata-kata kejam itu terus menerus terngiang-ngiang di dalam kepala Martha. Seketika, Martha jijik dengan dirinya sendiri.

Andaikan dia bisa menjaga dirinya, andaikan saja dia tidak penasaran pada seks, andai saja dia masih mempertahankan keperawanannya mungkin pria itu tidak akan meragukan dirinya.

Martha lelah, dia lelah dengan semua yang dia punya sekarang. Wajah cantik, tubuh molek dan indah, selalu menjadi bahan perhatian sana sini, itu semua tidak mudah untuk Martha jalani sendirian. Dan kenapa Angkasa menilainya serendah itu?

"It's okay..." Martha berbisik pada dirinya sendiri. "It's okay, Tha..."

Lamunan Martha yang tengah memandangi pemandangan lapang golf dari kamarnya itu tergugah karena suara ponselnya yang baru saja berbunyi. Menampilkan Ariel, istri dari Adjie yang baru saja menghubunginya.

Heran juga, apa Ariel sudah tahu posisi Martha dimana sekarang?

"Halo?" jawab Martha mengangkat panggilan Ariel.

"Mbak, lo dimana?" tanya Ariel dengan suara bergetar.

Wait, ada apa lagi ini? "Di Bedugul," jawab Martha dengan curiga. "Kenapa sama suara lo?"

"Adjie..." lalu suara tangisan Ariel pecah pada saat itu juga.

"Astaga.. kenapa? Kenapa lagi sama si BoBi itu?"

Ya, Adjie adalah BoBi bagi Martha alias Bocah Biadab. "Dia jalan sama mantannya, sialan banget! Gue berasa nggak dihargai sama sekali jadi istri dia!"

"Ck," Bocah Biadab itu memang gila bukan main, kalau begini caranya Martha juga sama emosinya kepada Adjie. Apa sesulit itu bagi lelaki zaman sekarang untuk menghargai perempuan? Heran. "Terus lo dimana?"

"Di apartemen, gue ngungsi ke apartemen gue. Bukan apartemen Adjie, sebel banget tolong... gue boleh kesitu nggak, Mbak? Tapi kata Caca lo lagi tenangin diri di Bali, kalau gue ikut ke sana boleh?"

Sebenarnya Martha benar-benar ingin sendiri sampai berita keluarga Wreksaatmadja itu hening dengan sendirinya. Opanya sudah janji untuk menuntut beberapa portal berita yang selalu menyangkutpautkan nama Martha, tapi tetap saja Jakarta masih terlalu berisik bagi Martha.

"Ya udah lo ke sini aja dah! Kita berdua sama-sama menenangkan diri, memang edan laki-laki zaman sekarang." umpatnya kesal menyuruh Ariel untuk datang ke vilanya.

Setelah memastikan sambungan teleponnya dengan Ariel selesai, Martha menimbang-nimbang dan menatap nomor ponsel Angkasa, seluruh kata-kata yang sudah dalam otaknya sudah dia ketik untuk dikirimkan pada pria itu. Setidaknya... tolonglah Angkasa, pikir Martha. Bekerja sama dengannya, demi menciptakan kenyamanan satu sama lain untuk hidup.

Martha hanya ingin tenang sekarang. Tidak peduli jika tidak ada laki-laki dalam hidupnya, Martha hanya ingin hidup tenang, bahagia tanpa beban apa pun.

***

"Thanks for the ride," kata Angkasa kepada Dokter Amira.

Karena ban mobilnya yang bermasalah, dia terpaksa menumpang pada dokter Amira agar bisa pulang ke rumahnya.

"Sama-sama, Dok." balas Dokter Amira lagi. "Di rumah ada siapa?" katanya sambil melirik rumah Angkasa yang lampunya sudah menyala.

"Ada Mami saya, mau turun? Bertemu Mami saya?"

Mendapatkan tawaran itu, Dokter Amira mengangguk kecil. "Boleh? Tapi ini sudah jam delapan malam, saya kayaknya bakal ganggu Mami Dokter,"

"No," kata Angkasa menggeleng ramah. "Mami saya tim tidur jam malam, karena dia harus menyelesaikan sinetron yang dia tonton malam ini."

Dokter Amira terkekeh pelan mendengarnya. Karena ajakan Angkasa, akhirnya dia pun masuk ke dalam rumah Angkasa. Kesan pertama yang Amira dapatkan saat masuk adalah, rumah Angkasa begitu kelihatan hangat dan homey, beberapa piala penghargaan dan sertifikat yang sudah di simpan rapi di dalam lemari kaca menunjukkan bahwa bakat dan kemampuan akademik Angkasa bukanlah main-main.

Ada satu foto dimana Angkasa dan sang Mami sedang bersama, mereka berdua kelihatan seperti keluarga bahagia, tanpa sosok ayah yang membuat Amira mengerti, dalam beberapa hari ini nama Angkasa mencuat di permukaan sebagai anak dari pernikahan pertama Darius Wreksaatmadja, rasanya masih tidak bisa dipercaya. Tapi, begitu melihat perawakannya yang tidak biasa, Amira tahu Angkasa memang sosok yang berbeda.

Turunan pria itu mungkin masih banyak, tidak hanya Jawa, tapi Chinese.

"Mi, ada Dokter Amira di sini, tadi aku numpang mobilnya." seru Angkasa sembari menyimpan ranselnya di sofa.

Angkasa datang bersama Maminya setelah mempersilakan Amira duduk di ruang tamu. Sungguh, Amira terpukau melihat bagaimana struktur wajah Mami Angkasa yang masih kelihatan sangat muda. Anak dan Ibu itu tidak ada bedanya, mungkin karena perbedaan usia membuatnya kelihatan semakin tua, tapi wajahnya tidak menunjukkan penuaan sama sekali.

Wanita itu begitu ayu, kalem dan anggun. Persis seperti perempuan Jawa pada umumnya, yang selalu diidam-idamkan, cantik, anggun dan sopan. Dan Amira melihat itu semua ada pada Mami Angkasa.

"Halo, Dokter Amira... terima kasih ya sudah mau direpotkan oleh anak saya," katanya menyapa Amira.

"Tante... Amira saja," pintanya kepada Mami Angkasa. "Nggak apa-apa Tante, sekalian kok karena satu arah,"

Kedua mata wanita itu menatap Amira dengan hangat. "Mau minum teh? Tante buatkan ya?"

"Nggak usah Tante," tolak Amira dengan gelengan kepala. "Saya cuman mau sapa Tante saja, sekalian biar kenal."

"Hei... nggak baik kalau tamu sudah datang tapi nggak dijamu, ayo, Sa." katanya menepuk lengan atas Angkasa. "Buatkan Dokter Amira minum."

Pria itu mengangguk dan menuruti permintaan Maminya dengan cepat. Hidup berdua dengan sang Mami pasti lah tidak mudah, Amira lantas jadi penasaran dengan sosok Angkasa yang sebenarnya.

"Sudah berapa lama di Genesis?" tanya Mami Angkasa.

Amira menoleh kembali pada wanita cantik itu. "Sudah dua tahun Tante, lumayan sih, betah di Genesis. Cuman... masih ada senioritas aja,"

"Angkasa juga dulu begitu," ujar Mami Angkasa kepadanya mulai bercerita. "Tiap hari dia selalu berantem sama kepala departemen waktu di rumah sakit sebelumnya, apa lagi kadang-kadang dokter spesialis bedah anaknya selalu melimpahkan tanggung jawab permintaan ruang OK sama Angkasa, akhirnya dia pindah ke Genesis karena rumah sakit itu milik keluarga sahabatnya, Krishna."

"Ah..." Amira mengangguk paham, dia sudah mendengar kabar itu kalau Angkasa adalah sahabat dari Krishna Indradjaja dokter spesialis jantung paru sekaligus anak Ketua Direktur Genesis Hospital. "Ya, Dokter Angkasa teman dekat Dokter Krishna."

Lalu Angkasa pun datang membawakan teh untuknya, siapa sangka malam ini dia akan minum teh di rumah Angkasa? Ya Tuhan... Amira berharap dia harus bisa menjaga sikap.

"Silakan, Dok." kata Angkasa kepadanya.

Amira membalas tatapan Angkasa dan tersenyum lebar. "Terima kasih, Dok."

Kemudian, tanpa Angkasa sadari, Maminya sendiri, Latitia tengah memperhatikan keduanya. Perbincangan antara Amira, Latitia dan Angkasa memang sekedar basa basi dan pembahasan mengenai kegiatan di rumah sakit, lantas Latitia berpikir, Angkasa dan Amira ini sekufu.

Mereka berdua datang dari dunia yang sama, dunia kerja yang bergelut di bidang kesehatan. Jadi, itu kenapa ketika mereka membahas soal pasien, keduanya akan saling menyahut dengan pas.

Tapi apa yang Latitia khawatirkan adalah, bagaimana dengan Martha Amidjaja, perempuan yang sebenarnya Angkasa inginkan untuk ada dalam hidupnya. Apa putranya masih ingin mengejar perempuan itu?

Masalah suka atau tidaknya pada Amira, Latitia rasa itu tergantung pada Angkasa. Hanya saja... entah kenapa perasaan Latitia tidak bisa mengatakan iya ketika melihat Angkasa dan Amira bersama.

"Tante, nanti kita ketemu lagi di waktu yang lebih santai dari sekarang ya? Saya punya butik di jalan Sudirman, saya ingin ajak Tante ke sana." kata Amira sambil menggenggam kedua tangannya.

Latitia mengangguk. "Tante bakal tunggu waktu santainya kamu,"

Setelah membiarkan Amira pulang, Latitia terdiam menelisik wajah putranya yang kembali mendung. Dibalik baju zirahnya sebagai dokter spesialis anak, ada kesedihan yang tidak bisa Angkasa jabarkan kepadanya. Tapi Latitia tahu, Angkasa tengah berpikir keras untuk beberapa waktu ke depan sebab kuasa hukum Darius Wreksaatmadja masih terus menerus mencarinya.

Mereka mencari waktu senggang Angkasa untuk membicarakan kursi yang sudah kosong karena Darius Wreksaatmadja telah tiada. Sementara kepemimpinan harus tetap dijatuhkan kepada Angkasa.

Mengatur perusahaan besar dengan banyak anak perusahaan di dalamnya pasti tidak akan mudah. Angkasa harus mempelajarinya satu persatu.

"Sa, kapan kamu akan bertemu dengan kuasa hukum Papi kamu?" tanya Latitia sambil memasukkan semua lauk yang sudah dia masak tadi siang ke dalam kulkas.

Angkasa yang tengah meminum air mineral lantas menarik napasnya dan menggeleng tidak tahu. "Nanti, aku masih harus menyesuaikan dengan jadwalku, Mi."

"Mami tahu..." Latitia juga ikut merasakan pusing. "Tapi Mami rasa.. orang-orang di dalam perusahaan Papimu itu nggak semuanya jujur, Sa. Mami takut, kalau perusahaan itu malah jadi beban untuk kamu. Sementara kita, benar-benar orang awam yang nggak mengerti apa pun,"

"Aku harus belajar semuanya dari awal, Mi. Dan aku nggak akan bilang kalau semua itu mudah, aku benar-benar harus memahami setiap bidang yang ada di sana."

Latitia sebenarnya punya ide, tapi.. dengan memikirkan bagaimana hubungan anaknya dengan.. ah sudahlah.

"Mi?" Angkasa menunggunya untuk berbicara kembali.

Latitia tersenyum tipis, tidak ada salahnya dia berbicara. "Sa, bagaimana kalau kamu minta sama Martha untuk bekerjasama dengannya? Setidaknya, dia pun berkecimpung dengan perusahaan keluarganya pasti dia paham dengan cara main dan cara kerja perusahaan. Hitung-hitung, kamu memperbaiki hubungan kamu dengan dia, Sa. Kamu cinta sama dia, kan?"

Dan Angkasa pun terdiam. Dia sendiri ragu, apakah Martha masih mau bertemu dengannya atau tidak. Semua ini rumit, kenapa juga Angkasa harus merepotkan Martha pada akhirnya?




***





Bianca Pawaka baru saja selesai mengerjakan bab dua tesisnya ketika sang mantan menghubunginya untuk ke sekian kalinya hanya untuk mendapatkan kata maaf dan merindukan Bianca—katanya. Selama hidupnya, Bianca memang tidak banyak mengenal lelaki, itu sebabnya dia selalu bergantung pada Nagara, kakak kelasnya sejak masa SMA yang Bianca sukai.

Dulu, dia memiliki obsesi gila-gilaan pada Nagara karena lelaki itu sangat keren di matanya. Kapten basket, selalu menjadi jagoan di mata guru-guru, suka menolong, memiliki aura misterius, dan pokoknya entah apa yang Bianca lihat sampai-sampai dia mengejar Nagara bertahun-tahun.

Sampai Nagara kuliah teknik perencanaan wilayah pun dia ikuti. Saat SMA, Bianca rela begadang belajar sampai dini hari agar dia bisa masuk dengan seleksi mandiri di kampus negeri yang ada di Bandung. Intinya, dia sudah menyiksa dirinya sendiri karena takut ditinggal oleh Nagara sejak remaja.

Lagipula, Nagara tidak pernah mengatakan iya jika Bianca mengajaknya berkencan. Dan itu juga yang membuat Bianca sadar kalau dia ini sangat lah bodoh dan payah. Sudah tahu Nagara itu enggan bersamanya tapi dia selalu memaksakan diri. Dan akhirnya, Nagara pun tetap memilih perempuan lain, yang jauh lebih cantik daripada dirinya. Hah. Sialan.

Bianca mengabaikan pesan Nagara yang masuk sepuluh menit lalu, lantas dia melihat satu notifikasi masuk dari Angkasa yang baru saja membalas pesannya.

Angkasa:

Aku tetap dinas hari
ini, sori belum ada
waktu off.

Dokter ganteng itu sudah jelas sibuk. Bianca mengenalnya dari aplikasi sembarangan, demi menuntaskan rasa move on pada Nagara, dia akhirnya memilih untuk membuka hati dan mengenal lelaki lain. Tapi, sayangnya Angkasa ini terlalu tua untuk Bianca.

Tapi sikap dan kesopanannya, patut Bianca acungi jempol.

Lantas Bianca berpikir, apa lagi sudah banyak berita tentang dokter ganteng ini, dia adalah anak dari mendiang keluarga konglomerat Indonesia. Kenapa semua hal tentang lelaki itu begitu mengejutkan? Rasanya Bianca selalu tergoda karena begitu banyak kejutan yang belum dia ketahui dari seorang Angkasa.

Tapi... tidak ada salahnya kalau dia mencoba untuk menaruh perasaan pada Angkasa bukan? Lagipula, Angkasa bilang dia sedang sendirian untuk saat ini.

Bianca tersenyum senang lalu kembali membuka room chatnya bersama Angkasa.

BiancaPawaka:

I miss you.

Hanya tiga kata saja, karena Bianca yakin Angkasa pun akan mengerti apa yang dia katakan itu. Ya, sepertinya Bianca harus tetap positif dalam berpikir, jika tidak ada Nagara, maka masih ada Angkasa untuknya.

***

a/n:

Janji double updatenya udah y!

Jujurly, si Angkasa ini gampang banget bawa cewek ke hadapan emaknya, dasar dokter anak edan😭🤣 dia nggak tau aja kalau cewek udah ketemu sama orangtua dari pihak lelaki tuh sesuatu yang berharga, dah lah mengcapek gue sama si Angkasa.

Sabtu, 15 Juli 2023.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro