
2: Ada yang hilang
2 Tahun yang lalu...
Seminyak, Bali.
Mobil Volkswagen putih itu berhenti di lobi hotel dan Angkasa memberikan kunci mobilnya pada pegawai valet hotel. Martha ikut turun dari mobilnya dan berjalan dibelakang tubuh Angkasa, namun pria itu tiba-tiba saja berbalik dan tersenyum kepada Martha.
Martha kebingungan, ia berhenti dan mengangkat sebelah alisnya bertanya dengan syarat kedua mata; apa?
"Come here," Angkasa menjulurkan tangan kanannya kepada Martha dan menggandeng tangan wanita itu.
Martha tersenyum sinis dan memberikan telapak tangannya dan Angkasa menggenggam tangannya dengan erat, tapi tidak begitu kuat.
Tinggi pria itu mungkin sama dengan sepupunya dan kakaknya, tapi yang membuat Martha penasaran adalah—sebenarnya apa pekerjaan Angkasa sampai punya postur tubuh yang... bagaimana Martha menjelaskannya? Pasti Angkasa langganan gym tiap minggu.
Pinggang Angkasa terlihat ramping, dia seperti model busana pria yang menjadi muse tuksedo butik ternama dari Eropa.
Karena hari menjelang petang, pemandangan sunset Bali tidak bisa dihilangkan begitu saja. Apa lagi, ketika Angkasa membuka President Suite Room miliknya dan membuat Martha terkejut ketika melihat ada sekitar lima koper hitam besar di dalamnya.
"Ini semua koper kamu?!" tanya Martha penasaran kepada Angkasa.
Angkasa mengangguk. "Saya baru saja pulang dari Tokyo, karena ada urusan saya langsung ke Bali."
Martha mengangguk saja. "Wine? Sampanye?" tawar Angkasa kepadanya.
"Air mineral ada nggak?" jujur Martha haus, tidak ingin wine atau sampanye yang ditawarkan oleh Angkasa.
Angkasa terkekeh pelan mendengarnya. "Here we go,"
Air mineral dingin itu bisa membuat kerongkongannya yang kering merasa lega, Martha melepas outernya dan duduk di salah satu sofa yang ada di living room.
Ponselnya berbunyi dan Martha menyipitkan matanya kalau Adjie baru akan pulang sekarang. Itu artinya, barang-barang Martha masih ada di villa.
Tahu begini, dia bawa barang-barangnya dan pindah ke hotel saja!
"Ana," panggil Angkasa yang baru saja keluar dari kamar hanya menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya.
Kapan pria itu mandi? Dan oh Tuhan... lihatlah bagaimana tegasnya tulang pelvis Angkasa yang membuat Martha menelan ludahnya dengan gugup.
"Hei," panggil Angkasa sekali lagi. "Kamu mau mandi?" tawarnya.
Martha menggeleng kaku. "Saya nggak ada pakaian, kayaknya bentar lagi saya pulang. Sepupu saya sudah pulang duluan ke Jakarta,"
"You can wear mine," kata Angkasa.
Martha menyipitkan matanya, belum apa-apa dia sudah ditahan saja. "I need my bra, and of course—sekarang saya hanya memakai thong, tadinya saya mau berenang di pantai."
"That's a good idea," timpal Angkasa dengan senyuman yang menawan.
Rambutnya yang basah dan bagaimana bidangnya dada Angkasa, serta kedua bahunya yang tegap dan lebar membuat Martha yakin setidaknya, Angkasa sepertinya atlet.
"Senang dengan apa yang kamu lihat?"
Pertanyaan Angkasa kembali menyadarkan Martha pada kenyataan, sementara itu Martha baru sadar kalau jarak Angkasa dengannya begitu dekat, Martha terpaksa harus menengadah karena posisi Angkasa yang amat kurang ajar baginya.
Martha bangkit berdiri karena merasa tak mau kalah akhirnya dia ikut bangkit. "Kamu sengaja seperti ini di depan saya?"
Angkasa malah terkekeh pelan dengan suara beratnya. "Bukannya ini yang kita mau, Ana?"
Martha, si Ana itu mengangguk lugu. "Kamu ternyata orangnya sat set, nggak suka basa basi?"
"Nggak." jawab Angkasa spontan.
Martha melangkah mendekati Angkasa dan akhirnya dia bisa mencium aroma shower gel yang lembut dan gentle. Paduan almond dan wood yang membuat sisi kalem Angkasa sebagai pria malah terpancar kuat.
"Saya akan hubungi asisten saya untuk membawakan pakaian saya." putus Martha.
Mendengar itu, Angkasa tersenyum puas, tangannya menyentuh dagu Martha dan terus naik hingga tulang pipi. "And we have to show it together?" tanya Angkasa meminta izin.
Martha mengangkat kedua tangannya melingkar di seputar leher Angkasa dan meminta pria itu mendekat ke arahnya. "Ya,"
"Good," lalu Angkasa menciumnya.
Pria itu menciumnya dan membuat Martha mengerti satu hal, kekosongan pada dirinya bisa di isi begitu mudahnya oleh orang lain yang benar-benar belum dia kenal. Salah satunya Angkasa, pria itu menyentuhnya dimana-mana, tangan besar Angkasa dan betapa kasarnya telapak tangan pria itu membuat Martha mengerang tanpa dia sadari.
Pria itu memanggilnya namanya, membisikkan nama Ana dengan penuh pemujaan. Martha menikmati semuanya dengan sama halnya dia pun menyentuh Angkasa sebebas mungkin karena Angkasa memberikan akses kepadanya.
Rambut Angkasa sangat tebal, jari-jari Martha bahkan tenggelam di setiap helaian rambut Angkasa yang begitu lembut di tangannya. Setiap tarikan napas Angkasa dan Martha bersatu mengisi ruas kesepian yang canggung karena sentuhan asing.
Martha belum terbiasa dengan sentuhan lembut seperti ini, Angkasa terlalu bersikap lembut kepadanya dan membuat Martha menangis tanpa dia sadari.
"You okay?" tanya Angkasa dengan suara beratnya yang breathy, menghentikan aktivitasnya yang baru saja memuja kedua dadanya.
"I'm okay, I'm just—" Martha ingin mengatakan bahwa dia tidak biasa dengan sentuhan lembut nan penuh perasaan yang Angkasa berikan.
Angkasa mencium pipinya dan membuat kedua pipi Martha merona. "I will make you feel good, I promise." bisik Angkasa.
Martha memandangi kedua bola mata Angkasa yang hitam pekat, ternyata Angkasa punya sudut mata yang cukup tajam, ketika pria itu tersenyum kedua matanya akan membentuk layaknya bulan sabit.
Angkasa sangat indah.
Angkasa bahkan memujanya, tidak ada tamparan yang selalu Martha dapatkan ketika berhubungan, tidak ada sentakan keras yang bisa membuatnya merasa ngilu, tidak ada cengkeraman keras yang bisa membuat kulitnya membiru. Angkasa berbeda dengan mantannya.
Apa Martha pantas mendapatkan ini semua? Sudah berapa lama Martha tidak mendapatkan kenikmatan seperti ini?
Martha mengerti apa maknanya dari kata hargai, dan malam ini, setiap sentuhan Angkasa kepadanya adalah bentuk pria itu menghargainya, dan bagaimana Angkasa selalu bertanya apakah setiap gerakannya menyakiti Martha atau tidak.
He's freaking good!
Martha tidak akan pernah bisa melupakan apa yang dia rasakan saat ini.
***
Luki Amidjaja tersenyum kaku dan merasa seperti manusia yang baru saja terkena hukuman pidana karena telah membuat kesalahan fatal. Di hadapannya, sepupu perempuannya menatap Luki tanpa belas kasih dan siap menyerang Luki kapan saja.
"Gue nggak mau menikah karena duit, Mas! Keluarga Wreksaatmadja itu mata duitan abis! Ceritanya aja kayak yang iya, terus lo mau lempar gue sama anak laki-laki Wreksaatmadja yang tukang melancong itu?!" tekan Martha penuh emosi kepada Luki.
Luki mengangkat kedua tangannya dengan panik. "Tenang, nggak begitu maksud gue Martha..."
"Gue nggak mau sama anak Wreksaatmadja itu, Mas!" rengek Martha lagi kepada Luki.
Luki mengangguk cepat. "Itu terserah lo, kata Gana lo udah kasih janji sama tuh orang kalau lo bakal temui anaknya, kan?"
"Ya tapi tetap aja! Kalau berlanjut gimana?!"
"Kalau lanjut...." Luki mengetukkan jari telunjuknya di atas meja. "Itu artinya lo cocok dong sama anaknya Wreksaatmadja?"
Martha menghentakkan kedua kakinya di atas lantai dan merengek lebih keras. "NGGAK MAU! Gue ini udah tua, gue butuh cowok yang dewasa lah!"
"Usia nggak berpengaruh, Tha."
"Tapi gue cewek!" kata Martha membela dirinya sendiri. "Itu anak Wreksaatmadja brondong! Caca udah kasih semua infonya sama gue!"
"Belum juga ketemu!" bujuk Luki.
Martha menggeleng dengan keras. "Nggak mau, lo kayak nggak pernah ngerasain aja, Mas. Lo aja dulu waktu mau dijodohkan sama Denok nolaknya ogah-ogahan, ya sama gue juga."
"Ssshttt..." Luki membungkam bibir Martha. "Nanti Denok dengar!" katanya ketakutan.
Martha mengibaskan tangan Luki yang menutupi mulutnya. "Halah, suami takut istri!"
"Tha, serius... temui aja dulu, soal jadi atau nggaknya nanti gue yang atur." kata Luki menjanjikan bahwa pertemuannya dengan Wreksaatmadja hari ini adalah yang terakhir.
"Janji, Mas?" tanya Martha berusaha meyakinkan dirinya.
Luki mengangguk dengan senyuman, menepuk dua kali puncak kepala Martha. "Iya, cari cowok yang lo mau. Jangan kelamaan, nanti keburu tua. Bagus tuh kayak Denok, nikah punya anak masih muda."
Dih, malah membicarakan istrinya sendiri. "Ya sudah, pokoknya ini pertemuan terakhir sama Wreksaatmadja ya, Mas! Awas aja!"
Lalu mau tak mau Martha harus menghadapi Wreksaatmadja yang asli hari ini. Seperti apa penampilan putra semata wayang itu.
***
Berita Kecelakaan Tunggal Hari Ini: Putra Presdir Wreksaatmadja Meninggal di Tempat Pasca Mengemudi Dalam Keadaan Mabuk.
Kemal Wreksaatmadja, Penerus Wreksaatmadja Meninggal Dalam Kecelakaan Tunggal di Tol Cikampek.
Martha menahan jantungnya sendiri yang akan copot ketika dia baru saja selesai bersiap-siap dan Caca menghampirinya dengan panik sambil membawakan berita untuknya.
Kemal Wreksaatmadja adalah putra tunggal Darius Wreksaatmadja dan Kenya Wreksaatmadja yang dijanjikan akan bertemu dengannya malam ini meregang nyawa karena kecelakaan tunggal?
Entah Martha harus merasa lega atau kasihan, bagaimana dengan nasib Wreksaatmadja? Apakah semuanya baik-baik saja?
"Ibu! Puji Tuhan! Ibu nggak jadi menikah dengan Kemal Wreksaatmadja!" seru Caca dengan bahagia sambil merangkul Martha.
Ya senang sih, tapi tidak begini juga caranya.
Martha tahu, perjanjian dengan Wreksaatmadja memang cukup menggiurkan dibalik pernikahan yang ditawarkan. Hanya saja, Martha kan sudah keburu penasaran dengan sosok Kemal Wreksaatmadja itu.
Mungkin, memang tahun ini belum saatnya menikah. Lagipula, banyak hal yang harus Martha lakukan tahun ini. Salah satunya adalah meningkatkan kemampuannya di dapur.
Karena sejak kecil, kemampuannya di dapur tidak pernah di asah, Martha benar-benar payah soal memasak. Ketika dia melihat Denok, kakak iparnya itu yang pandai memasak padahal usianya jauh lebih muda dari Martha, seolah ada tamparan yang mengenai wajahnya kalau memasak bukan berpatok pada usia saja. Tapi memasak adalah salah satu keharusan manusia agar bisa bertaha hidup.
Kita hidup dengan makanan, dan ya... makanan harus di olah.
Bagusnya, Denok mau mengajarinya. Tapi skill Martha jauh dikatakan baik. Sudahlah.
"Non," panggil Gana, asisten sang Opa.
Martha melihat pria itu yang berjalan terburu-buru menuju ke arahnya. "Ada apa?" tanya Martha dengan heran.
"Darius Wreksaatmadja tadi menghubungi saya, beliau ingin bertemu dengan Non,"
"Sekarang?"
"Ya, sekarang. Di rumah duka."
Martha memejamkan matanya lelah. "Bisa tolak saja? Saya capek..." jujur Martha benar-benar capek.
"Saya sih, tergantung Non." ujar Gana dengan sopan. "Kalau memang Non capek dan nggak kuat buat ke rumah duka, nanti saya yang bicara sama Pak Darius."
Tapi dia ingat bagaimana kelakuan Darius Wreksaatmadja, pasti jika Martha tidak datang pria tua itu akan menghubungi sepupunya. "Nanti dia ngadu sama Mas Luki lagi ah!"
"Apa harus saya hubungi dulu Pak Luki?" tawar Caca membela Martha yang kelihatan lelah, lalu Caca pun menatap Gana dengan serius. "Kalau begitu wakilkan saja dulu, Bu Martha benar-benar butuh istirahat."
Gana mengangguk setuju. "Baik kalau begitu."
"Tolong bilang..." Martha sedikit berpikir sambil memejamkan matanya. "Kalau waktu pemakaman tiba, kasih tahu saya. Saya akan datang ke makamnya saja. Rumah duka pasti ramai oleh para awak media, saya tidak mau disorot untuk saat ini."
Sebenarnya, itulah yang Martha khawatirkan. Tapi sepertinya Gana langsung mengerti. "Baik, saya mengerti, biar saya yang datang ke rumah duka."
"Terima kasih, Gana."
"Sama-sama Non, mari.." katanya pamit undur diri.
Martha menghela napasnya dengan lega, jantungnya masih bergemuruh sejak tadi, dan entah untuk alasan apa dia merasa senang dan... ya, sedih. Karena hidupnya lagi-lagi terasa hampa.
***
a/n:
Hai-hai!
Aku update kembali. Janji deh bakal sesering mungkin update kalau rame hihi!
So far... masih akan ada banyak flashback ke depannya ya, maaf-maaf si Kemal cuman figuran semata :)
Mari kita mulai dengan meme Barbie. Karena Martha orangnya slay, maka meme Barbie akan cocok untuk author note yang suka bacot ini:)
Happy Monday!
Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.
Senin, 8 Mei 2023.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro