Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 38

A Lover

Alec & Alea

###

Part 38

###

Alec menghambur ke arah Alea dalam dua langkah yang lebar, menyambar pergelangan tangan wanita itu terlalu kuat lalu menyeretnya keluar balkon. Menyeruak di antara kerumunan para tamu yang menatap keduanya penuh ingin tahu. Mengabaikan rintih kesakitan wanita itu ketika melintasi lorong menuju lift. Begitu pintu lift terbuka, Alec mendorong Alea lebih dulu dan Naina menyusul.

Naina terlihat sangat gembira dengan adegan yang terpampang di hadapannya. Kilatan licik tak henti-hentinya melintasi bola mata gelap wanita itu. mencari sudut terbaik melihat ekspresi tersiksa Alea.
Alec mengeluarkan kunci dari saku jasnya dan langsung memasukkannya ke lubang di bawah deretan angka.

Alea mengenali kunci itu seperti yang dimiliki Arsen. Lift itu meluncur turun dengan sangat mulut tanpa hambatan. Tak akan berhenti hingga sampai di lantai yang tuju. Dan tentu saja tak akan ada seorang pun yang akan merecoki amarah Alec terhadap Alea.

“Sakit, Alec,” rintih Alea menyentuh tangan Alec yang menggenggam pergelangan tangannya.

“Kau sudah berani melanggar perintahku, bukankah seharusnya kau siap dengan resikonya?”
Alea tak berkata apapun selain ringisan dan aduhan yang tak dipedulikan oleh pria itu..

“Jadi ini tujuanmu ikut denganku? Tak ingin sendirian di rumah? Omong kosong!” sembur Alec tanpa melepaskan cekalan tangannya di pergelangan Alea.
Pintu lift terbuka, Alec menyambar kunci panelnya.

“Apa kauingin mematahkan tanganku?!” teriak Alea menahan langkahnya, tapi tindakannya malah membuat Alec menyeretnya semakin kuat dan ia berakhir terjatuh di lantai marmer di depan lift. Beruntung tak ada siapa pun di lobi hotel, jadi Alea tak perlu terlihat memalukan di hadapan orang asing.

Alec berhenti. Memutar kepala dan melepaskan tangan Alea.

“Berdiri.”

Alea meringis, menyentuh lututnya yang sakit karena terbentur lantai.

“Berdiri sekarang juga, Alea,” geram Alec semakin membara.

Alea mendongak, dengan kemarahan yang tak kalah membaranya. “Kau benar-benar tak punya hati, Alec!” semburnya.

“Seakan itu pengetahuan baru bagimu saja, Alea. Berdiri sekarang juga atau aku akan menyeretmu seperti mayat dengan kakimu.”

Alea mengerang dalam hati, tahu Alec benar-benar akan melakukan hal itu jika pria itu ingin. Ia pun berdiri dan melepas sepatu hak tingginya. Kemudian membiarkan Alec sekali lagi menyambar pergelangan tangannya dan menyeretnya melintasi lobi yang sepi. Menunggu mobil dibawa kemari oleh petugas valet di teras hotel.

Alec menyentakkan tangan Alea, melanjutkan kemarahannya di depan muka Alea. “Aku hanya meninggalkanmu lima menit dan kau sudah berpelukan dengannya? Apa kalian akan berciuman jika aku menangkap basah kalian sedetik lebih lama, huh?!”

Alea memijit pergelangan tangannya yang memerah dan menjawab lirih setengah mencicit. “Aku tidak sengaja terjatuh.”

Alea mengabaikan dengusan Naina yang berdiri di sampingnya. Ia sudah masuk dalam jebakan Naina, tapi entah kenapa ia tak menyesali hal itu. Karena ternyata Naina memang tak berbohong, ia bertemu dengan Arza. Walaupun sekarang ia harus membayar semua hal itu dengan sangat mahal.

“Tak sengaja jatuh di pelukannya? Kauingin aku memercayai omong kosongmu itu?”

“Aku tahu kau tak peduli alasanku dan aku sangat sadar diri akan sangat sia-sia jika menjelaskan panjang lebar padamu.”

Alec terlihat semakin berang bukan main. Tangannya sudah melayang naik ingin menampar Alea, tapi kemudian pria itu memejamkan mata. Menghela napas panjang demi meredakan kemurkaan pria itu yang meluap-luap seperti lahar panas. Ya, mereka masih berada di tempat umum. Tak mungkin Alec berani bermain tangan padanya. Tapi Alea tak yakin pria itu bisa menahan diri saat mereka sampai di rumah.

“Kita selesaikan di rumah,” desis Alec.

Alea bisa melihat kecewa di raut muka Naina ketika Alec menurunkan tangan. ‘Wanita ular!’ Alea menyempatkan menyumpahi wanita itu.

Mobil mereka sudah datang, Alec membuka pintu depan dan mendorong Alea masuk dengan kasar sebelum berputar dan duduk di balik kursi pengemudi. Sepanjang perjalanan, tak ada yang bersuara sedikit pun. Tapi kemarahan Alec jelas terlihat dari kecepatan mobil yang menggila dan suara mesin yang meraung-raung mewakili perasaan si sopir gila.
Membuat Alea langsung memasang sabuk pengamannya dan beberapa kali menjerit karena mereka nyaris menyerempet beberapa mobil. Pria itu benar-benar sudah gila. Hanya dalam setengah jam, mobil sudah sampai di pelataran rumah hingga suara decit ban membuat siapa pun meringis ngeri.

Alea baru saja melepaskan sabuk pengamannya ketika pintu mobil di sampingnya terbuka dan tangannya langsung ditangkap oleh Alec dan tubuhnya ditarik turun dengan paksa. Langkah kakinya terseok-seok ketika pria itu membawanya menaiki anak tangga.

“Hentikan, Alec!” Alea tak sanggup lagi menanggapi kekasaran pria itu. Ia tak peduli jika tubuhnya terluka atau kesakitan. Tetapi sekarang ia sedang hamil. Mau tak mau hal itu memberinya kekhawatiran jika Alec tanpa sengaja melukai anak mereka. “Kau juga bisa melukainya.”

Seketika langkah Alec terhenti, matanya melebar tersadar dengan -nya yang dirujuk oleh Alea. Kepala pria itu pun berputar, langsung tertambat pada perut Alea. Sialan, anak mereka. Lagi-lagi kemarahannya pada Alea membutakannya.

Sial, ia selalu saja kehilangan kendali jika itu berhubungan dengan Alea. Akal pikirannya entah lenyap ke mana ketika melihat Alea berada dalam pelukan pria sialan itu.

Alea melepaskan tangannya dari Alec, berjalan menaiki anak tangga lebih dulu dan pria itu mengekor. Tetapi ketika sampai di lantai dua, tampaknya pria itu sudah cukup menahan kesabaran karena kelambanannya melangkah. Tangannya kembali disambar walaupun tak sekuat sebelumnya.

“Apa kau cemburu melihatku berpelukan dengan Arza?”

Alea memberanikan diri membuka mulut ketika Alec membanting tubuhnya ke ranjang yang empuk. Tak menyakitinya, tapi jelas kemarahan pria itu tak berkurang sedikit pun.

“Cemburu, huh?” dengus Alec dengan mata mendelik penuh cemooh. Membungkuk tepat di depan wajah Alea.

“Apa yang membuatmu begitu spesial dan layak membuatku cemburu? Kau hanya pelacur sah di ranjangku.”

Kata itu tak pelak menusuk tajam ke dada Alea. Menyulut kemarahan Alea. Tangan wanita kontan terangkat, tapi langsung ditangkap oleh Alec.

“Tak akan semudah itu, Alea.”

“Lalu apa yang kauinginkan dengan bersikap membabi buta seperti ini? Kauingin mengancamku dengan Arza lagi, huh?” Dagu Alea terangkat lebih tinggi, searah dengan keberaniannya yang bertambah.

“Apa kau menantangku?” Alec meradang.

“Menggenggamku terlalu erat tak akan membuatmu memiliki hatiku, Alec.”

“Dan kaupikir aku tertarik dengan hatimu?”

Alea diam. Merasakan remasan keras di dadanya dengan cemoohan pria itu.

“Tidak. Aku tidak tertarik karena aku tahu hatimu memang tak akan pernah kumiliki. Kepasrahanmu, penyerahan dirimu. Semua kau persembahkan hanya untuknya. Kaupikir aku tak tahu itu.”

“Setidaknya lakukan lebih giat.”

Sekilat emosi melintasi wajah Alec. Sangat cepat hingga Alec sendiri pun meragukannya. Apa Alea bilang? Memintanya berusaha lebih giat untuk memiliki hati wanita itu? Untuk apa ia mesti melakukan hal sentimentil semacam itu?

“Aku memercayaimu. Tidak bisakah kau mencoba memercayaiku. Aku juga berusaha untuk pernikahan ini. Untuk anak kita.”

“Seharusnya kau mengatakan itu pada dirimu sendiri saat berada di pelukannya.”

“Itu kecelakaan.”

“Kecelakaan, huh?”

“Kenapa?!” delik Alea. “Kau bisa menggunakan alasan kecelakaan ketika Naina duduk di pangkuanmu, kenapa aku tidak?”

“Kau akan menciumnya."

“Kau juga akan menciumnya.”

“Aku tidak menciumnya.”

“Aku juga tidak menciumnya.”

Alec mengerang dengan setiap balasan Alea yang mematahkan argumennya.

“Kita impas.”

“Impas?” cemooh Alec. “Apa yang membuatmu berhak membalas semua perbuatan yang kulakukan padamu?”

Alea tak bisa menjawab. Tetapi karena dorongan harga dirinya yang sudah terinjak-injak, dan ia sudah terlalu muak dilecehkan oleh Alec.

“Aku istrimu!” teriak Alea lebih keras.

“Jangan berteriak padaku,” desis Alec mencengkeram rahang Alea. Kepalanya benar-benar akan meledak dengan setiap macam pembangkangan yang ditunjukkan oleh wanita itu malam ini.

“Aku tahu bukan kau yang hampir membunuh  Arza di atap malam itu.”

Alec terpaku. Tangannya di rahang Alea seketika melonggar.

Alea menggoyangkan wajahnya dan tangan Alec terjatuh karena tampaknya pria itu masih tenggelam dalam keterpakuan. “Arza sudah menceritakannya padaku. Semuanya.”

Emosi di mata Alec perlahan memudar, meski tatap curiga masih menusuk tajam ke wajah Alea.

“Kami juga sepakat untuk menghentikan semua ini.” Suara Alea sedikit melirih.

Alec menatap langsung ke kedalaman bola mata Alea. Tak ada sesuatu yang berusaha wanita itu tutup-tutupi. Sesuatu dalam dirinya bergejolak ketika mencerna kalimat terakhir Alea dan tatapan wanita itu menyiratkan keinginan yang terlalu gamblang. Wanita itu ingin menjadi satu-satunya. Miliknya. Meminta sesuatu yang lebih dari sekedar seorang istri dan nyonya di rumah ini. Wanita itu menginginkan kesetiaan. Kesetiaan yang sesungguhnya.

“Jika kau berharap menjadi pria satu-satunya di hidupku, setidaknya kau juga harus melakukan hal yang sama.”

Alec membeku.

“Akuilah, Alec. Semua sikap tak masuk akalmu ini karena kau ingin menguasai hatiku. Ingin menyingkirkan Arza dari hatiku. Tapi, setidaknya lakukan semua itu seperti apa yang Arza lakukan padaku.”

Alec membelalak, seperti kepala Alea tumbuh jadi dua.

“Aku tak akan merubah diriku seperti yang kauinginkan, Alea.”

“Aku hanya ingin kau menghargai diriku. Dengan begitu, kau juga akan layak untuk kuhargai.”

Bibir Alec menipis tak suka. Butuh beberapa detik untuk menimbang, sebelum kemudian memutuskan. “Baiklah.”
Alea terdiam. Menunggu dengan was-was.

“Jika kau berminat serius dengan hubungan ini. Sebagai istriku yang sesungguhnya, kau tahu aku bisa memberikannya untukmu.”

Alea bernapas seolah baru saja menahan napasnya selama beberapa saat.

“Jadi, buktikan usahamu untuk menjadi istriku yang sesungguhnya.”

Alea memahami makna dalam yang tersirat dalam perintah tersebut. Ia tahu apa yang diinginkan pria itu dan kali ini, ia akan melakukannya dengan sukarela. Untuk pria itu. Seluruhnya.

Tangan Alea terangkat menyentuh wajah Alec dan membawa pria itu ke arahnya. Melumat bibir pria itu dengan cara yang sudah cukup ia kuasai. “Kali ini, aku akan melakukannya untukmu. Hanya untukmu,” bisik Alea di antara lumatannya. Yang langsung disambut oleh Alec dengan mendorong tubuh wanita itu ke ranjang dan menindihnya.

***

Monday,  3 May 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro