Part 33
A Lover
Alec & Alea
###
Part 33
###
Sebelumnya, Author mau ngucapin selamat menunaikan ibadah puasa, ya.
Selamat membaca...
###
Malamnya, saat Alea turun untuk makan malam dan sekali lagi bertemu Naina yang baru saja keluar dari ruang tengah. Tadi ia sempat mendengar suara mobil dari arah halaman, yang ia pikir adalah mobil Alec. Tetapi suasana di lantai satu terasa begitu senyap. Tak ada siapa pun. Alea merasa ada sesuatu terjadi, di salah satu sudut rumah ini yang membuang orang-orang menghilang dari pandangan. Bahkan meski meja makan sudah dipenuhi menu makan -lagi-, tak ada satu pun pelayan yang akan menungguinya.
Alea merasakan keanehan menelusup ke dalam hatinya. Saat benaknya masih sibuk bertanya-tanya, kalimat Naina yang berjaan menghampirinya membuatnya menoleh.
"Aku tak tahu ternyata kau istri yang memiliki hati lapang dan berpikiran luas, Alea."
Alea tak tahu apa maksud kalimat Naina, tapi ia yakin pujian itu hanya ejekan. Terlihat jelas dari kilatan di bola mata Naina.
Naina berhenti tepat di depan Alea, tangannya menyentuh pundak wanita itu dan menepuknya pelan. Penuh ketakjuban yang dibuat-buat.
"Jangan lupa ingatkan Alec untuk memakai pengaman, jika kau tak ingin ada Alec junior lainnya yang akan menjadi saingan anakmu di masa depan."
Kening Alea berkerut semakin dalam. "Apa maksudmu, Naina?"
Naina terkesiap pelan dengan pertanyaan Alea, membekap mulutnya tapi matanya bersinar terang dipenuhi kemenangan. "Upss, maaf. Kupikir ini bukan pertama kalinya Alec membawa wanitanya ke rumah setelah menikahimu."
"Aku tak tahu apa yang kau katakan, Naina." Jantung Alea berdegup kencang tanpa alasan yang jelas. Alec membawa wanita lain ke rumah ini?
Naina melirik ke arah ruang tamu, "Sebaiknya kau kembali ke kamarmu. Aku takut kau tak bisa menghadapi ini."
Alea kesal pada Naina, tapi kekesalannya pada Alec lebih menguasainya. Ia sudah mengambil dua langkah ke arah ruang tamu ketika tangannya ditahan oleh Naina.
"Kau yakin ingin melihatnya?"
Alea menepis tangan Naina dan berjalan menuju ruang tamu tanpa menjawab pertanyaan Naina. Ia tak yakin ingin melihat, tapi ia butuh memastikan. Kepastian yang membuatnya berdiri terpaku menyaksikan pemadangan menjijikkan itu. Di sana, di sofa ruang tamu seorang wanita berambut pirang dengan rakusnya mencium bibir Alec. Kedua tangannya bergelayut mengeliling kepala Alec memperdalam ciuman mereka. Hati Alea serasa dikoyak habis-habisan dan setiap tetes air mata yang mengaliri pipinya seperti lahar panas yang membakar wajahnya.
Alea berpaling, tak tahan melihat adegan menjijikkan itu lebih jauh lagi. Ia tahu ke mana kedua manusia itu akan berakhir. Bercinta di atas sofa ruang tamu seakan tak ada tempat yang lebih pribadi untuk menuntaskan hasrat yang menggebu. Alea berbalik, hendak kembali ke kamar dan menumpahkan kepedihannya. Tetapi baru dua langkah ia berjalan pergi, langkahnya terhenti. Menatap meja hias yang ada di sampingnya.
Alea mengambil vas bunga di tengah meja itu sebelum kewarasannya kembali. Ia berbalik, menghampiri pasangan mesum tersebut dan memukulkan vas bunga di tangannya ke kepala wanita yang sudah setengah telanjang di pangkuan Alec.
Cumbuan panas itu seketika berhenti. Si pirang menjerit kesakitan, memegang kepalanya lalu menurunkan tangan dengan darah memenuhi seluruh telapak tangan. Memekik kaget.
Alea menegakkan punggungnya, dengan kedua tangan terkepal di samping tubuhnya yang gemetar dan ketika si pirang jatuh ke samping, tatapannya langsung bersirobok dengan bola mata Alec.
"Berengsek!" jerit Alea hingga tenggorokannya sakit. Kemudian berbalik dan berlari menaiki anak tangga ke lantai dua dan langsung masuk ke kamar. Menjatuhkan tubuh di atas toilet.
Ini bukan cemburu, jerit Alea dalam hati sambil memukul dadanya yang terasa sesak dan terbakar. Ini hanya ketidak adilan yang menggores harga dirinya sebagai istri Alec. Bukan rasa iri sebagai wanita Alec terhadap wanita lain yang menarik perhatian suaminya.
Ia bersusah payah dengan kehamilannya yang terasa tak mudah, dan pria itu malah asyik bercumbu dengan wanita lain. Ia benci pria itu menyentuh wanita itu menggunakan tangan yang sama untuk menyentuh kulitnya. Ia benci pria itu mencumbu wanita itu menggunakan bibir yang sama untuk mencumbunya.
Alec menjadikannya nyonya di rumah ini dan membawa wanita lain ke dalam. Seolah tak memedulikan harga dirinya di hadapan para pelayan yang melayaninya dua puluh empat sehari. Yang akan memandangnya sebagai istri dan nyonya rumah yang menyedihkan.
Mendengar suara langkah kaki mendekat, Alea bergegas berdiri. Menyalakan keran wastafel dan mengguyur wajanya dengan air dingin. Melenyapkan jejak air mata dari wajahnya.
Alec membuka pintu kamar mandi. Melihat Alea berdiri di depan cermin wastafel memunggunginya dan menatap wajah basah wanita itu. Tatapan mereka bertemu di cermin, dan Alea bergegas memutus kontak mata tersebut kemudian berjalan melewati Alec. Pria itu menahan lengan atasnya.
"Kau menangis?" Alec mengangkat wajah Alea dengan jari telunjuknya. Apa Alea menangis karena melihatnya mencumbu wanita lain? Ck, rasanya melegakan membalas perbuatan wanita itu.
Alea menundukkan pandangannya meski wajahnya didongakkan oleh Alec. Perutnya bergolak keras mencium aroma parfum wanita dari tubuh Alec, dan ia menahannya. Ia tak ingin muntah-muntah lagi dan terlihat lemah di depan Alec lagi, tapi ia tak bisa menyembunyikan rasa jijiknya akan sentuhan pria itu.
Alec memajukan wajahnya, tapi gerakannya terhenti saat mata Alea terpejam dengan kaku dan beringsut menjauh. Sial! Apa wanita itu merasa jijik padanya. "Kenapa?" geramnya kesal.
Alea masih membisu.
Alec mendorong Alea ke dinding dan memerangkap tubuh ramping itu sebelum menyapukan bibirnya di bibir Alea dengan kasar. Wanita itu menolak, lalu memilih pasrah karena sadar akan kekuatannya yang jauh lebih besar.
Merasa sangat kotor dan jijik pada dirinya sendiri karena Alec memperlakukannya seperti wanita itu, juga kelemahannya akan kungkungan Alec pada tubuhnya. Alea membiarkan pria itu mencumbunya. Tanpa respon atau balasan apa pun. Tubuhnya kaku seperti patung dan tatapan matanya kosong.
Alec berhenti, dan keberhasilannya menaklukkan perlawanan Alea sama sekali tak memuaskannya. Ia mengangkat wajahnya, menemukan wajah wanita itu yang sedatar tembok dan sekaku manekin. Kali ini sengaja mengusik dirinya dengan kepasrahan yang kosong.
"Apakah hanya ini yang kaulihat dariku?" lirih Alea dingin.
"Apa?" Alis Alec terangkat salah satu.
"Kau hanya tertarik pada kulit yang membungkus tubuhku."
"Lalu? Apa itu membuatmu resah? Atau kau menginginkan hal lainnya dariku?"
Alea menggeleng. Ia pernah memimpikan cinta sejatinya bersama Arza -hingga sekarang-, tapi hidup sering kali tak berjalan seperti yang diinginkan. Meski itu hanya sebuah ketenangan dalam pernikahan yang memenjaranya.
"Ada begitu banyak pria yang memujamu, kenapa kau tak pernah menoleh sedikit pun pada mereka? Apa sedalam itu kau menyukai kakakmu?"
"Mereka hanya memuja wajah dan tubuhku. Setelah aku tua pun juga pasti akan memudar."
"Dan kaupikir cinta sejati tak akan pernah memudar?"
Alea mengerjap.
Alec mencibir. "Kau tak sedang hidup di dunia dongeng dan kehidupan memang tak selucu cerita pengantar tidurmu. Cukup nikmati kenyamanan yang kuberikan padamu dan kau akan hidup tenang."
"Tapi kenyamanan ini mencekikku, Alec." Alea seketika menyesal melontarkan kata-kata tersebut tanpa berpikir dua kali. Wajah Alec memias, dan berubah menggelap hanya dalam sedetik.
"Sepertinya kau belum tahu apa itu ketidaknyamanan yang bisa kuberikan padamu, ya?"
"A-apa kau akan menggunakan Arza untuk mengancamku lagi?" sinis Alea.
Alec menggeleng. "Aku akan membuatnya mati ditanganku dan membuat kehidupanmu menderita dan penuh ketidaknyamanan. Agar kau tahu apa arti kenyamanan dan bagaimana pemurah juga penyabarnya diriku menghadapimu."
Alea terkesiap. Pemikiran mengerikan yang menampar wajahnya membuatnya tak bisa bernapas. Ia bisa menahan seluruh derita di hidupnya, tapi tidak dengan kematian Arza.
'Hanya dirimu sendiri yang bisa menyelamatkan Arza. Lakukan apa pun untuk menyenangkan Cage dan dia akan mengabaikan Arza. Selesai. Dirimu sendiri yang membuat semuanya menjadi rumit, Alea.'
"M-maafkan aku." Alea meraih lengan Alec. "Maafkan kata-kataku yang menyinggungmu. Aku akan melakukan apa pun yang kauinginkan. Semuanya. T-tapi ... aku mohon padamu. Jangan menyentuhnya."
"Semuanya?"
***
Semudah itukah Alea menyerah????
Tunggu di part selanjutnya ....
Wednesday, 14 April 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro