Part 28
A Lover
Alec & Alea
###
Part 28
###
Mata Alec terbuka sempurna ketika mendengar jerit ponsel dari atas nakas. Sejenak melenyapkan pusing yang masih menyisa karena kekurangan tidur, dan bangkit dengan segera. Nada dering ponselnya lain dari biasanya. Menunjukkan hanya satu orang yang tengah menghubunginya saat ini.
Setelah pulang dari rumah Saga menjelang pagi, juga mengurus beberapa urusan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan perusahaan. Sialan, sepanjang malam ia habiskan untuk mengejar cecunguk bernama Jimi yang ternyata lebih licin dari ular.
Dirga masih tetap berbaring di kasur. Tak ada peningkatan apa pun. Masih antara hidup dan mati. Dan Sesil, jangan tanya. Dengan kehamilan yang masih muda dan keadaan Dirga yang membuat wanita itu kacau, berdampak dengan Saga yang menjadi sangat sensitif. Sedikit pekerjaan yang tak beres membuat pria itu melemparkan peluru sembarangan ke kepala bawahannya.
Sialan, bahkan setelah ia cuci tangan dari dunia Saga, tetap saja ia masih tak bisa lepas begitu saja dari kerumitan pria itu.
Alec mengintip layar ponselnya sejenak untuk mencari tahu berapa jam ia sudah tetidur sebelum menjawab, "Ada apa, Saga?"
"..."
Alec bangkit terduduk. Mendengarkan sambil mengurai dasi dan jas yang masih dikenakannya sebelum ia jatuh ke kasur oleh kantuk dan rasa lelah. "Dia masih di rumah sakitmu. Aku akan menghubungi Arsen untuk memberitahunya. Setelah yang terjadi, tidak sembarangan orang bisa masuk untuk melihatnya." Alec yakin informasi terakhirnya sama sekali tak ada gunanya. Saga selalu bisa melakukan apa pun yang pria itu ingin, ditambah pria itu adalah ketua yayasan rumah sakit. Yang sedikit dibelokkan maksud dan tujuannya.
"..."
"Ok."
Alec meletakkan ponselnya kembali nakas. Melepas sepatunya dan melemparnya ke lantai. Beranjak turun sambil melepaskan semua pakaiannya yang masih melekat. Ketika hendak menuju ke kamar mandi, tiba-tiba teringat sesuatu dan menghubungi Janu.
"Bagaimana istriku?"
"Kami dalam perjalanan ke rumah."
"Berapa lama?"
"Sepuluh menit."
"Baguslah." Alec memutus panggilan. Tepat saat itu pintu kamarnya diketuk dan pelayannya muncul setelah ia menyuruhnya untuk masuk.
"Tuan, Nona Angel sudah datang," beritahu pelayan.
"Angel?" Alec mengulang nama sekretaris mama tirinya yang mendadak datang berkunjung.
Pelayan itu mengangguk.
"Suruh dia masuk."
Pelayan Alec membuka pintu lebih lebar mempersilahkan wanita muda dengan dagu runcing yang dibingkai rambut bergelombang masuk. Kulit pucat Angel memerah dan matanya segera berpaling melihat penampilan Alec yang setengah telanjang.
"Maaf, sepertinya saya harus menunggu ..."
"Tidak perlu," potong Alec mencegah wanita itu keluar dan membiarkannya berpakaian. Lagipula, wanita itu yang tak sopan datang di saat ia akan ke kamar mandi. "Ada apa?"
Angel jelas tak terlalu berkonsentrasi ketika sesekali pandangannya mencuri ke erah tubuh kekar Alec yang membuat liurnya meleleh. Alec Cage jelas pria tampan dengan bentuk tubuh sempurna yang tak bisa ditolak pesonanya begitu saja. Aura keseksian pria itu semakin bertambah dengan rambut acak-acakan yang menghiasi kepala.
Tangan Angel bergerak tak nyaman menyentuh lehernya. Suaranya parau ketika menjawab, "Nyonya Jean memerintahkan saya mengirim berkas proyek di Kanada. Karena ada sedikit masalah, beliau berangkat seorang diri."
Alec jelas bisa merasakan kekaguman dan kegugupan yang melapisi setiap kulit di wajah Angel. Ia sudah terbiasa dengan tatapan malu-malu tapi mau yang selalu ditunjukkan kaum hawa ketika ia berjalan di depan mereka. Dan pandangan itu menjadi tak tahu malu ketika melihatnya setengah telanjang seperti ini. Tak ada wanita mana pun yang kebal oleh godaannya. Sialnya, kecuali istrinya sendiri. "Kapan mama tiriku berangkat?"
"Pagi hari."
"Menggunakan jet pribadi?" Alec mengangkat salah satu alisnya.
Angel mengangguk.
Alec berjalan ke arah meja, mengambil berkas tebal yang ada di tumpukan kedua dan menyodorkannya pada Angel. "Kau bisa menscannya di ruang kerjaku. Pelayanku akan menunjukkan jalannya. Setelahnya, bawa kembali berkasnya kemari. Aku perlu mencocokkan datanya dengan berkas yang lainnya."
Angel mengerjap, tersadar dari pandangannya yang melekat ke arah perut Alec dan segera beralih ke arah berkas yang ada di tangan pria itu. Ia menelan ludahnya, ketika menyadari Alec yang tak berjalan mendekat ke arahnya. Membuat dirinya yang harus menghampiri pria itu. Dengan langkah nyaris berlari, Angel segera mendekat. Namun, karena terlalu gugup kakinya tersandung dan tanpa sengaja terhuyung ke depan. Membuatnya jatuh di pelukan Alec.
Alec tak menangkapnya, membiarkan wanita itu kembali berdiri dengan kedua kakinya
"Aku berharap itu hanya ketidaksengajaan," gumam Alec dengan nada datarnya.
Dengan wajah terbakar, Angel segera meminta maaf. Kemudian mengambil berkas di tangan Alec dan segera berjalan keluar.
Alec hanya mendengus. Pandangannya turun ke arah dadanya yang kini dihiasi noda merah, lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk melanjutkan acara mandinya yang tertunda.
***
"Siapa kau?" tanya Alea ketika wanita itu sudah sampai di hadapannya. Terkejut menyadari keberadaan. Seolah tertangkap basah telah mencuri sesuatu miliknya.
Angel membelalak. Kepucatan seolah tak hanya muncul di wajahnya, melainkan di seluruh tubuhnya dengan kemarahan yang tampak begitu jelas di wajah Alea.
Alea tak mendengarkan jawaban yang sudah siap di ujung lidah Angel. Wanita itu berjalan melewati Angel dan melangkah cepat ke arah pintu kamar.
"Kau sudah datang?" Alec muncul dari arah kamar mandi. Rambutnya basah dan handuk tersampir di pinggangnya.
"Siapa wanita itu?" desis Alea tajam.
"Wanita?" tanya Alec tak mengerti, tetapi kemudian ia melihat berkas yang tadi diberikan pada Angel sudah berada di mejanya kembali dan ia tahu siapa wanita yang dimaksud oleh Alea.
Kekesalan Alec semakin melonjak melihat sikap berpura Alec. "Aku melihat seorang wanita keluar dari kamar ini."
Alec mengikuti arah pandangan Alea ke ranjang mereka yang berantakan. Alea pasti berpapasan dengan Angel. "Percayalah, Alea. Itu hanya ada dalam pikiranmu."
"Berengsek kau, Alec." Alea tak tahu kenapa nada suaranya menjadi seemosi ini. Setidaknya ia memiliki alasan yang kuat. Menemukan seorang wanita cantik keluar dari kamar tidur mereka, ranjang yang berantakan dan Alec yang baru saja membersihkan diri keluar dari kamar mandi. Ia sendiri tak tahu kenapa kemarahan itu mendadak meluap.
Mungkin karena ia merasa terbohongi setelah bualan-bualan yang dikatakan oleh Arsen mengenai Alec tadi di rumah sakit? Arsen bilang yang terbaik, huh? Sangat menyukainya dan tidak akan bersikap berengsek? Lalu apa namanya ini?
Sekarang di saat ia mulai mempertimbangkan untuk menerima keadaanya, lihatlah apa yang dilakukan oleh pria itu? Ia baru saja keluar dari rumah sakit dan Alec hanya mengunjunginya satu kali yang berakhir dengan pertengkaran. Rupanya ini alasan pria itu enggan membuang waktu untuk datang ke rumah sakit.
Alec hanya menyeringai menanggapi kemarahan yang tampak jelas di wajah Alea. Pria itu melangkah ke arah Alea, tatapannya yang setajam elang menatap lurus ke bola mata Alea. "Apa kau tahu apa arti kata berengsek yang sebenarnya, Alea?"
Kemarahan Alea lenyap secepat emosi itu meluap. Digantikan oleh ketakutan yang datang menerjang sekilat tubuh Alec memojokkannya di dinding.
"Jangan membuatku berpikir kau cemburu pada sekretaris mama tiriku, Alea," cemooh Alec di depan wajah Alea.
Alea tak tahu lebih terkejut pada wanita itu adalah sekretaris mama tirinya Alec ataukah rasa dikhianati yang tak bisa ditahannya saat kepalanya berpikir Alec membiarkan wanita lain tidur di ranjangnya. Tidak mungkin yang kedua meski rasa panas itu masih menjejak di dadanya saat ini.
"Pikirkan apa yang kau lakukan di belakangku sebelum mencari-cari kesalahanku untuk membuat apa yang kaulakukan itu menjadi benar, Alea." Alec berbisik di telinga Alea.
"Aku tidak pernah mengkhianatimu." Suara Alea bergetar. Napas panas Alec yang menerpa kulit lehernya mengirimkan gelenyar aneh yang membuat perutnya bergejolak. Ia tak menyukai reaksi ini. Reaksi yang tak pernah bisa ia tepis dengan keintiman Alec.
"Tubuhmu, mungkin ya. Tapi hatimu, kau sendiri yang tahu jawabannya."
Alea bisa merasakan seringai mengejek tersemat di ujung bibir Alec yang menempel di kulit lehernya. Sentuhan itu berubah menjadi jilatan, lalu hisapan dan gigitan pelan. Tangan Alec mulai meraba di antara celah bajunya dan erangan menggema di dada pria itu.
Tangan Alea sudah bergerak untuk mendorong Alec menjauh. Tetapi kemudian kata-kata Arsen kembali bergaung di kepalanya.
'Dia suamimu. Dia berhak menikmati tubuhmu karena kau adalah miliknya. Lakukan itu selagi dia tertarik dengan tubuhmu.'
Alea pun pasrah, tangannya kembali turun dan matanya terpejam. Membiarkan Alec melanjutkan keinginan pria itu. Namun, tiba-tiba rabaan dan gigitan pria itu terhenti. Pria itu mengerang pelan seolah menahan sesuatu.
"Istirahatlah." Alec menarik tubuhnya menjauh. "Dokter mengatakan untuk tidak menyentuhmu sampai keadaanmu benar-benar membaik."
***
Thursday, 25 March 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro