Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 23


A Lover

Alec & Alea

###

Part 23

###


Pagi Alea yang tak pernah terasa baik sejak Alec datang tiba-tiba di hidupnya, hari ini semakin buruk oleh serangan muntah yang tiada henti-hentinya sejak bangun dari tidur.

"Apa yang kaulakukan?" tanya Alea melihat salah satu pelayan yang berusaha menjauh seraya mengeluarkan ponsel di saku. Menekan beberapa tombol dan menempelkan di telinga tepat ketika Alea menoleh dan merasa mualnya sudah berhenti. Untuk sesi ini, dan biasanya akan muncul tak lama lagi.

Alea berdiri dengan bantuan pelayan yang lain dan duduk di atas toilet.

"Jangan hubungi suamiku. Dan jangan beritahu apa pun tentang ini." Alea mengusap bibirnya dengan punggung lengan.

"T-tapi, Nyonya. Anda terlihat butuh ..."

"Aku tidak butuh apa pun." Apalagi Alec, lanjut Alea dalam hati.

"Anda harus ke rumah sakit."

Alea terdiam. Rumah sakit? Apakah ia bisa pergi ke rumah sakit dengan menggunakan keadaannya ini? Pergi ke luar rumah ini?

"Anda terlihat butuh penanganan dokter. Apakah Anda ingin saya menghubungi dokter keluarga Cage untuk datang kemari dan memeriksa?"

Ya, inilah kesempatannya untuk bisa keluar dari rumah ini.

"Tuan mengatakan malam ini tidak bisa pulang karena harus pergi keluar kota."

Sungguh keberuntungan yang tak terduga, batin Alea. "Aku akan ke rumah sakit saja. Tapi jangan beritahu suamiku. Aku ... aku tak ingin membuatnya khawatir."

Pelayan itu tampak meragu sebelum memberikan anggukan. Semua pelayan dan pengawal di rumah ini sudah diberitahu untuk tidak membiarkan sang Nyonya melewati pintu gerbang. T-tapi ... pelayan itu kembali menatap wajah pucat Alea dan tubuh lesu yang bahkan tak mampu berdiri tanpa bantuan temannya. Ditambah sang Nyonya dalam keadaan hamil, yang membuat kewaspadaannya semakin meningkat. "S-saya akan coba membicarakannya dengan pengawal yang berjaga."

"Biarkan aku yang bicara."

Pelayan itu akhirnya mengangguk meski wajahnya masih dipenuhi keraguan yang teramat jelas. Setelah membantu Alea mengganti pakaian dan menyiapkan keperluannya, Alea sengaja berpura membutuhkan bantuan kedua pelayan itu untuk turun ke lantai bawah. Kepalanya memang pusing dan seluruh tenaganya sudah habis terkuras, tapi sejujurnya ia masih mampu untuk berjalan dengan kedua kakinya sendiri. Hanya saja, ia pun butuh meyakinkan kedua pelayan serta pengawal dan sopir yang akan mengantarnya melewati gerbang.

Pengawal Alec benar-benar tegas, membuat Alea sedikit putus asa dan was-was saat pengawal itu mencoba menghubungi Alec terlebih dulu untuk meminta ijin. Beruntung saat itu, perut Alea kembali bergolak dan ia memuntahkan cairan pahit hingga berpura pingsan.

Pengawal itu langsung memanggil sopir dan membantu kedua pelayan untuk menggendong Alea masuk ke dalam mobil dan segera ke rumah sakit. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Alea bisa mendengar pengawal itu menghubungi Alec, yang terpaksa membiarkan mereka menuju rumah sakit.

Sesampai di rumah sakit, Alea berpura tersadar ketika dokter memeriksa denyut jantung dan nadinya. Yang memang masih lemah. Setelah jarum infus dipasang dan pengawal Alec mengurus administrasi untuk rawat inap. Alea benar-benar lega berhasil keluar dari rumah Alec. Sebelum Alec kembali, ia harus menemukan cara untuk berhasil lolos dari pengawasan pengawal yang bernama Janu dan dua pelayan yang tampaknya memang ditugaskan untuk menjaga dirinya selama Alec belum kembali.

Pria itu rupanya sangat peka dengan niat buruk yang ada di kepalanya meski berada jauh darinya. Insting pria itu selalu bekerja dua langkah lebih maju darinya. Tapi Alea tak akan menyerah. Ia harus menemukan cara apa pun untuk kabur.

Setelah dia pindah ke ruang perawatan, dan tubuhnya yang semakin kuat untuk berlari, Alea yakin rencananya akan berhasil.

Siang itu, ia mendengar Janu yang berkata pada salah satu pelayan harus turun turun ke lantai satu untuk mengambil hasil tes darah Alea. Satu-satunya saat Janu meninggalkan pintu ruang perawatan Alea sejak kemarin siang.

Alea yang saat itu sudah terbangun tanpa sepengetahuan mereka bertiga, memasang telinganya baik-baik. Suara pintu terbuka, suara pelayan yang kembali berjaga di samping ranjangnya, dan memperkirakan Janu sudah berada cukup jauh, Alea terbangun.

"Nyonya? Anda butuh sesuatu?" tanya pelayan itu sembari langsung berdiri dan membantu Alea yang hendak duduk.

Alea mengangguk. Melirik gelas di nakas sebagai isyarat ia haus. Pelayan itu segera mengambil gelas air putih dan mendekatkannya ke bibir Alea. Tenggorokannya sudah basah, dan sekarang memang waktunya makan siang. "Aku ingin makan," katanya.

Pelayan itu mengangguk, dengan tangkas mengambil mangkuk di samping gelas yang langsung ditolak oleh Alea.

"Aku tidak ingin makan itu."

Pelayan itu tampak kebingungan.

"Bisakah kau mendapatkan makanan lain selain yang dari rumah sakit? Aku benar-benar ingin muntah hanya mencium baunya saja." Alea menutup hidung dengan telapak tangannya yang terpasang jarum infus dan membuang wajahnya.

Pelayan itu pun bergegas memberikan nampan di nakas pada teman pelayannya untuk segera dibawa keluar dan menyuruhnya mendapatkan apa pun saat kembali.

"Katakan aku ingin makan kerang di restoran yang ada di ujung jalan." Beruntung Alea sangat mengenali lingkungan di sekitar rumah sakit ini karena mamanya yang pernah dirawat di sini. Setidaknya pelayan itu membutuhkan minimal dua puluh menit untuk kembali.

Pelayan itu mengangguk, mengambil ponselnya dan menghubungi temannya. Bahkan semua pelayan Alec memiliki ponsel masing-masing yang seragam yang tak kalah canggihnya dengan ponsel milik Alea.

Selama menunggu, Alea melirik ke arah pintu kamar mandi sejenak dan menurunkan kakinya ke lantai.

"Nyonya, Anda ..." Pelayan itu menghampiri Alea sambil memasukkan ponselnya kembali ke saku.

"Aku ingin ke kamar mandi." Alea tak menolak ketika pelayan itu membantunya masuk di kamar mandi dan menunggu di depan pintu kamar mandi yang sengaja dibuka sedikit untuk berjaga-jaga.

Tak lama Alea keluar. Alea berpura teringat sesuatu dan menunjukkan jemari tangan kanannya. "Aku meninggalkan cincinku di dalam. Bisakah kau mengambilkannya?"

Pelayan itu tanpa sedikit pun kecurigaan masuk ke dalam kamar mandi setelah melihat ketiadaan cincin yang selalu menghiasi jari manis sang Nyonya. Dan tepat saat ia menemukan benda berkilau itu tergeletak di pinggiran wastafel, terdengar suara bantingan dari arah belakangnya. Saat ia berbalik semua sudah terlambat, bunyi klik yang menyusul menandakan pintu dikunci dari luar.

Alea menahan rasa sakit di punggung tangannya ketika mencoba menarik jarum infus. Ia pasti akan kesusahan berlari dengan tiang infus ini. Ia mengambil beberapa lembar tisu di nakas untuk mencegah darah mengalir lebih banyak dari punggung tangannya sebelum berjalan keluar. Memilih tangga darurat untuk turun ke lantai satu karena Janu dan pelayannya pasti akan memilih jalur di sebelah kiri.

Ia berhasil melewati pintu keluar rumah sakit dan mendapatkan taksi yang langsung membawanya ke rumah. Penjaga gerbangnya sempat terkejut menemukan dirinya yang tiba-tiba muncul dengan pakaian bermotif logo rumah sakit.

"Apa Arza ada di rumah?" tanya Alea setelah menyuruh penjaga gerbang itu membayarkan uang taksinya.

Penjaga gerbang itu menggeleng.

Alea sudah tahu akan mendapatkan jawaban mengecewakan itu. Tapi ia tetap masuk ke dalam rumah. Hendak mengganti pakaian di kamarnya.

"Nona?" Salah satu pelayan yang sedang membersihkan kamar Alea terkesiap kaget.

"Lanjutkan pekerjaanmu. Aku hanya sebentar." Alea langsung menuju lemari pakainnya, menyambar pakaian apa pun yang pertama kali dilihatnya dan membawanya ke kamar mandi. Tak lama ia keluar dan masih melihat pelayannya membersihkan kaca jendela.

"Apa Arza baik-baik saja?" tanya Alea. Menanyakan pertanyaan itu pada Arsen jelas hanya akan membuatnya semakin dongkol.

Pelayan itu menghentikan pekerjaannya, tapi tak langsung menjawab.

Menyadari perubahan raut pelayannya, jantung Alea berhenti berdetak. Ia melangkah mendekat. "Kenapa? Apa yang terjadi?"

Pelayan itu diam.

Alea memegan kedua pundak pelayan itu dan menggoyangnya. "Katakan! Apa yang terjadi dengan Arza?" tuntut Alea setengah memaksa.

"T-tuan Arza sudah lima hari yang lalu tidak pulang."


***

Sampai di sini, ada yang sebel ama Alea, ga?


Tuesday, 2 March 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro