Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 22

A Lover

Alec & Alea

###

Part 22

###

Seorang pelayan mendekat dan menyerahkan jubah satin berwarna krem kepadanya ketika Alea keluar dari ruang makan. Kedua tangannya memeluk tubuh untuk menutupi dadanya yang terbuka dengan pakaiannya yang robek. Berharap tak ada robekan lain selain di bagian depan.

Meski Alec tak membiarkan para pelatan melihat ketika pria itu menyetubuhinya seperti hewan di ruang makan, Alea yakin para pelayan itu tahu ayang mereka lakukan di dalam sana. Dan berpura-pura tak tahu adalah satu-satunya pilihan yang mereka miliki.

Alea mengambil jubah satin itu, mengenakannya untuk menutupi pakaiannya yang tak tertolong. Setidaknya penampilannya harus terlihats sopan dalam perjalanannya menuju kamar. Ya, kamar Alec. Ia tak ingin ke atas, tapi seluruh jenis kamar di ruangan ini sudah dikunci. Tujuan mutlak hanya di sana.

Alec tak ada di kamar, membuat Alea sedikit bisa bernapas. Ia langsung menuju kamar mandi, membersihkan diri, sebersih mungkin hingga tubuhnya bersih dari segala macam bekas sentuhan Alec. Alea benar-benar merasa jijik pada tubuhnya sendiri. Tubuhnya terasa sangat kotor. Dan memang selalu kotor sejak ...

Alea berhenti. Langsung membuat sekat tinggi-tinggi atau ia akan ... seketika tubuhnya melengkung ke depan, seluruh isi perutnya tumpah dengan keras ke lantai. Bercampur air dingin yang mengguyur punggungnya.

Kakinya jatuh ke lantai, tubuhnya merosot dan bersandar di dinding kamar mandi yang dingin. Napasnya tersengal, wajahnya tertunduk menatap air membersihkan seluruh muntahannya. Tetapi tidak dengan tubuhnya.

***

"Nyonya? Nyonya?! Nyonya!!!" Sayup-sayup Alea membuka matanya dan gigil yang menyelimuti tubuhnya terasa menusuk setiap inci kulitnya dan semakin menusuk saat kesadarannya kembali sempurna.

Air di shower sudah berhenti membanjiri tubuhnya. Tak ada lagi suara gemericik air yang menjadi lagu pengantar tidurnya. Dan ia masih bernapas, meski dengan sudah payah karena rasanya seluruh organ pernapasannya membeku.

Tubuhnya yang lemah di gotong keluar dari kamar mandi, beruntung ia masih berpakaian lengkap, dan berat. Sangat berat.

"Ada apa ini?!" Suara Alec bergema di ruang kamar tidur itu. bersamaan ketika ia masuk dan melihat kedua pelayannya membopong tubuh istrinya yang lunglai. Dan basah dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Ny-nyonya pingsan di kamar mandi, Tuan."

Alec menyeberangi ruangan dengan cepat menghampiri tubuh Alea yang masih basah kuyup berada dalam rengkuhan kedua pelayan. Air masih menetes-netes membasahi lantai di bawah mereka. Alea mencengkeram dagu Alea, mengangkat wajah wanita itu ke arahnya. Mata wanita itu terbuka dan menutup dengan lemah. Bibirnya yang pucat gemetar karena menggigil, tapi ia bisa merasakan tatapan wanita itu yang keras kepala. Apa wanita itu mencoba menentangnya? Lagi?

Alec menggeram. Menahan tubuh Alea dan menyuruh kedua pelayan itu membawakan handuk kering sebelum mengusir mereka keluar untuk membawakan sesuatu yang hangat. Ck, bahkan wanita itu tak sanggup berdiri dengan kedua kaki. Alec menanggalkan pakaian basah yang melekat di tubuh wanita itu, membungkus dengan handuk kering sebelum mengangkat tubuh tak berdaya itu ke ranjang.

Wanita itu langsung meringkuk di balik selimut dengan mata terpejam dan memunggungi Alec.

"Apa kau sengaja melakukan ini?!" bentak Alec membalik tubuh Alea menghadapnya.

Alea bungkam. Dan bersumpah akan tetap bungkam.

"Jawab pertanyaanku, Alea!!"

Alea masih membisu.

Dengan gerakan gusarnya, pria itu berdiri sambil mengerang penuh kefrustrasian. Bagaimana mungkin sebuah kerapuhan bisa membuatnya membuang tenaga sebanyak ini. Bagaimana mungkin sebuah kelemahan bisa membuat kesabarannya terkikis habis seperti ini.

"Apa kau ingin mati?!!"

Alea diam.

Alec yakin tak akan mendapatkan jawaban apa pun meski ia merobek mulut wanita itu. "Kalau begitu aku akan membuatmu hidup. Aku akan melakukan apa pun untuk membuatmu hidup dan menjadi milikku seumur hidupmu. Aku tak peduli, jika hanya tubuhmu yang kumiliki."

Alea akhirnya bereaksi. Wanita itu melirik ke arah Alec yang berdiri menjulang di samping ranjang. Menitahkan ancaman yang Alea tahu tak akan pernah menjadi sebuah omong kosong belaka. Pria itu gila. Pria itu tidak waras.

Alec mendekat, kembali duduk di sisi ranjang, tubuhnya condong ke bawah dengan tangan mencengkeram wajah Alea yang sepucat mayat dan bisu. "Aku akan memiliki setiap inci tubuhmu, meski itu hanya cangkang kosong."

Alea tahu hidupnya tak akan pernah menjadi miliknya sejak menikah dengan Alec. Menyerah dan putus asa adalah satu-satunya hal yang selalu mengelilingi hidupnya sejak itu. Dan sekarang, ketakutan itu menjadi semakin terasa mengerikan ketika Alec mengucapkannya. Ada kegelapan yang tak akan sanggup Alea hadapi.

Pelayan mengetuk pintu. Alec melepas cengkeramannya di wajah Alea dan menyuruh pelayan itu masuk. Setelah mengambil nampan yang berisi cangkir yang masih mengepulkan asap, Alec kembali mengusir pelayan itu.

"Bangun!" Alec tahu wanita itu tak akan bangun dengan sukarela, jadi ia menarik lengan Alea dan memaksa istrinya duduk. Saat Alec mendekatkan cangkir ke bibir Alea, Alea langsung mendorong cangkir itu hingga terbanting ke lantai.

Alec diam, rasanya wajahnya tak bisa lebih mengeras lagi. Kedua tangannya yang terkepal bergetar oleh gelombang kemarahan yang datang bergulung-gulung. Godaan untuk menghangatkan tubuh Alea dengan menyetubuhi wanita itu terasa menggelitik hatinya, tapi ia tahu cara itu tetap tak akan membuat Alea menyerah. Dan memang itu yang diinginkan oleh Alea. Wanita itu seolah sengaja mengusik kemarahannya dan seakan-akan sengaja menghancurkan diri sendiri menggunakan dirinya. Tak akan mengabulkan keinginan wanita itu semudah itu.

Alea sudah menyiapkan diri jika Alec akan menamparnya, menjambak rambutnya, atau melakukan tindak kekerasan apa pun termasuk memerkosanya lagi. Lakukan! Lakukanlah! Hancurkan saja aku! Berikan aku kehancuran yang lebih. Berikan aku lebih! Tapi pria itu tampaknya memiliki kesabaran yang sangat banyak. Amat sangat banyak. Alec hanya diam, rautnya yang mengeras terlihat sama sekali tak terpengaruh dan bahkan dengan suara tenang kembali memanggil pelayan dan menyuruh membawakan cangkir yang sama.

Alec bergeming di tempatnya, mata keduanya saling bertemu dan bertahan. Saling mempertahankan posisinya masing-masing.

Pelayan kembali muncul tak lama kemudian. Memberikan cangkir yang sama kepada Alec. Alea pikir pria itu akan kembali mendekatkan ke bibirnya, tapi Alec malah menyesap minuman itu. Tanpa melepaskan tatapan pria itu sedikit pun dari matanya. Hingga tandas.

Alea berusaha menilik apa yang akan pria itu lakukan, tapi lagi-lagi rencana pria itu tak pernah terbaca olehnya. Saat tiba-tiba Alec mendorong tubuhnya kembali berbaring di kasur. Tubuh pria itu tiba-tiba menindihnya, kedua tangannya terkunci di atas kepala, dan rahangnya dicengkeram. Sengaja untuk membuka paksa mulutnya.

Saat mulut Alea berhasil membuka dengan sempurna, Alec menempelkan bibirnya ke sana. Mengeluarkan cairan di mulutnya ke dalam mulut Alea, kemudian menutup kedua lubang hidung Alea sehingga tak ada pilihan bagi Alea selain menelan apa pun itu yang ada di mulut dan bernapas menggunakan mulut.

Alec menyeringai, menarik tubuhnya menjauh dan membiarkan Alea mengangkat kepala dan tersedak sejenak lalu bernapas dengan tersengal-sengal.

"Aku tak tahu kalau ternyata kau lebih menyukai cara lembut seperti ini." Alec berdiri, saling menepuk-nepukkan kedua telapak tangannya seakan-akan baru saja menyelesaikan pekerjaan berat dengan hasil yang brilian. "Pelayan akan membawakanku satu cangkir lagi, jika aku keluar dari kamar mandi dan cangkir itu masih penuh. Aku akan menganggap itu sebagai isyarat undangan yang kaukirimkan."

Alec berbalik, dengan seringai yang semakin meninggi. Alec Cage tak pernah kalah. Ataupun mengalah. Meski untuk seorang wanita.

***

Friday, 26 February 2021



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro