Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 20


A Lover

Alec & Alea

###

Part 20

###


"Dan satu lagi. Cage juga tahu kalau Arza hanyalah anak angkat keluarga Mahendra. Jadi, jika kau masih peduli padanya sebagai seorang yang kaukasihi ataupun sebagai seorang kakak. Sebaiknya yakinkan Cage bahwa kau benar-benar milik pria itu seutuhnya, Alea. Limpahi Cage dengan perhatianmu dan patuhi semua perintahnya. Buat dia sibuk hanya denganmu. Jangan sampai dia melirik Arza karena keteledoranmu. Apa kau mengerti?" Arsen mengakhiri panggilan tersebut tanpa menunggu jawaban dari Alea. Ia yakin adiknya itu mendengarkannya dengan saksama dan hanya butuh beberapa saat untuk mencernanya ke dalam otak.

Alea menangis, ingin menjerit tapi ia malah membanting ponselnya ke cermin. Ponsel itu terbanting dengan keras dan bercampur dengan pecahan kaca di lantai. Tubuh Alea menggelosor di karpet. Kepalanya tertunduk dan menangis tersedu dalam bekapan kedua telapak tangannya.

Hidupnya benar-benar berada dalam genggaman tangan Alec. Bahkan udara yang ia hirup pun dimiliki oleh pria itu.

***

Alec pulang tepat jam tujuh malam dan langsung masuk ke kamar. Langkahnya terhenti di tengah ruangan ketika melihat kejanggalan di kamarnya. Tidak ada Alea dan meja rias yang sudah tanpa kaca serta ponsel wanita itu yang retak bagian layarnya tergeletak di meja. Alec mengambil ponsel itu dan mengamatinya.

Pantas saja ia tidak bisa menghubungi Alea siang tadi dan pesannya juga tidak masuk. Laporan ponsel Alea pun hanya berisi beberapa panggilan keluar ke nomor Arza yang tidak diangkat dan tiga menit pembicaraan Alea dan Arsen yang tidak dibacanya. Karena tujuannya menyadap ponsel Alea hanya ingin tahu komunikasi antara Alea dan Arza.

"Apa yang terjadi? Di mana istriku?" tanya Alec pada pelayan yang baru keluar dari ruang ganti dengan membawa selembar pakaian Alea.

"Nyonya sedang berenang di halaman belakang, Tuan," beritahu pelayan.

"Apa? Semalam ini?"

Pelayan itu mengangguk. "Nyonya menyuruh saya membawakan pakaian ganti. Beliau bilang hendak tidur di kamar bawah."

Kerutan di kening Alec semakin dalam. Tanpa melepas jasnya, ia keluar kamar. Menuruni anak tangga dan sampai di kolam renang dengan cepat. Di sana ia melihat Alea yang mengenakan hotpants dan kaos berwarna biru, masih berenang di dalam kolam. Dengan rahang mengeras, ia membentak, "Keluar dari sana sekarang juga, Alea!"

Alea menenggelamkan kepalanya, lalu muncul untuk menarik napas dan kembali menenggelamkan kepalanya ke dalam air. Sejenak ia mendengar teriakan amarah Alec, tapi ia mengabaikannya. Ia sedang ingin mendinginkan kepalanya, melihat Alec hanya akan kembali membuatnya terpuruk.

"Apa kauingin aku menyeretmu naik?!!" Amarah Alec menggelegak. Ia tahu Alea sengaja mengacuhkan dirinya dan itu membuatnya geram bukan main.

Byuurrr ... dengan pakaian lengkapnya. Alec melompat ke dalam air. Berenang menghampiri Alea dan dengan mudah menangkap pinggang Alea. Menyeret wanita itu yang memberontak dan mendorong naik ke pinggiran kolam.

"Apa yang kaulakukan di sana?!"

"Berenang," jawab Alea dengan dingin.

Alec menyambar handuk yang dibawa pelayan mendekat ke arah keduanya. Alec langsung melilitkan handuk itu di tubuh Alea. Merasakan tubuh Alea yang seingin es dan bibir membiru. "Apa kau sudah gila?!"

Alea berdiri, melepas lilitan handuk yang diberikan oleh Alec dan melemparnya ke lantai.

Alec tercengang dengan sikap Alea yang mendadak penuh keberanian. Ia mencekal pergelangan tangan wanita itu sebelum berbalik. "Apa yang terjadi?"

"Tidak ada!" Alea menghentakkan tangannya. Tapi cekalan tangan Alec terlalu kuat dan ia menyerah dengan cepat.

"Apa yang terjadi dengan ponselmu."

"Tidak ada."

"Bukan jawaban yang tepat, Alea," geram Alec mulai tak sabaran.

Alea diam.

"Katakan! Apa kau yang memecahkan cermin di kamar?"

"Ya," aku Alea. "Aku melemparnya dengan ponsel yang kaubelikan. Apa kaupuas?"

"Kenapa?"

"Selama ini, diam-diam kau mengawasiku dan Arza. Apa kau juga menyadap ponselku?"

Kening Alec berkerut sedikit. Ternyata wanita ini sudah tahu. Alec pun tak mengelak. "Apa kau memberontak karena hal ini?"

"Kau bisa memaksaku menikah denganmu, tapi bukan berarti kau bisa merampas seluruh privasi yang kumiliki dengan cara rendahan seperti ini, Alec."

"Kenapa aku tidak bisa?"

"Kaubilang kau memercayaiku, kan?"

"Kepercayaan yang tidak pernah kau pegang. Kau masih saja mencoba menghubungi kekasihmu itu di belakangku, kan?"

Alea mundur, membuatnya meringis karena gerakannya membuat cekalan tangan Alec di pergelangan tangannya semakin mengetat. "Apa kau akan menyakiti Arza?"

"Selama ini aku mencoba menahan diri, tapi sepertinya kau semakin memojokkanku. Aku tidak suka milikku disentuh orang lain."

Air mata Alea bercampur air kolam yang masih membasahi seluruh wajah dan rambutnya. "Dia tidak bersalah. Aku yang memaksanya bertemu. Aku yang tidak bisa hidup tanpanya. Aku mencintainya!"

"Aku tahu," jawab Alec ringan. "Dan kau masih keras kepala untuk menghubunginya di belakangku bahkan setelah aku tahu hatimu berkhianat. Jangan salahkan aku jika aku benar-benar akan membunuhnya untuk membuatmu berhenti mengkhianatiku."

Tangisan Alea semakin membanjir bak air bah. Kepalanya menggeleng-geleng dengan pilu.

Alec melepas tangan Alea dengan menyentakkannya ke udara. "Mulai besok, tak ada lagi ponsel dan keluar rumah tanpa seijinku. Dan kembali ke kamar dalam lima menit," perintahnya sebelum berjalan melewati Alea menuju pintu belakang. Dalam perjalanannya, menyambar pakaian Alea yang dipegang pelayan dan melemparnya ke kolam. "Kunci semua pintu kamar di rumah ini."

"B-baik, Tuan."

***

Lebih dari lima menit, Alea muncul di kamar dengan tubuh berbalut handuk. Alec sudah selesai membersihkan diri dan mengganti pakaian dengan piyama tidur. Kopi dan susu hangat sudah disiapkan pelayan di meja. Juga beberapa makanan ringan.

"Cepat masuk ke kamar mandi," sergah Alec tak sabaran dengan Alea yang hanya berdiri kikuk di dekat pintu. Apa wanita itu tidak risih dengan pakaian basah yang masih melapisi tubuhnya yang sudah menggigil kedinginan seperti itu?

Alea berjalan ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya dengan air hangat dan mengenakan jubah mandi ketika Alec membuka pintu. "Kenapa kau begitu lama? Minumanmu sudah dingin."

Alea tak berkata apa-apa. Ia berjalan keluar dan duduk di sofa sambil menyesap susu hangatnya. Keduanya duduk sibuk dengan minuman masing-masih tanpa sepatah kata pun. Dan saat Alea hampir menandaskan isi gelasnya, tiba-tiba ponsel Alec di meja berdering. Pria itu meletakkan cangkir kopi di tangannya dan menjawab panggilan itu.

Alea hanya mendengarkan percakapan itu sekilas, karena Alec langsung berjalan keluar kamar menuju ruang kerja. Alea pun meletakkan gelas kosongnya kembali ke meja kemudian berjalan ke kasur dan berbaring. Mencoba memejamkan mata dengan benak yang masih tak menyerah untuk mencari seribu cara menghubungi Arza. Memastikan pria itu baik-baik saja dan jauh dari jangkauan Alec. Karena meskipun ia berusaha menyenangkan pria itu agar Arza tidak terluka, ia tidak pernah memercayai Alec. Sedikit pun.

***


Thursday, 18 February 2021



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro