Part 17
A Lover
Alec & Alea
###
Part 17
###
Alec mengerutkan kening ketika membuka foto-foto yang dikirim salah satu pengawal yang ia tugaskan untuk mengawasi Alea masuk ke ponselnya. Melihat Arza dan Alea yang berpelukan di depan salah satu klub malam. Itu lokasi yang tertulis di sana. Dan foto itu diambil satu menit sebelumnya. Sudah jam sepuluh malam, tapi istrinya itu masih berkeliaran di luar sana.
Saat Alec melihat wajah Arsen, Karen, dan Alea, semua pasti tak akan menyangkal hubungan darah yang dimiliki ketiga bersaudara tersebut. Berbeda ketika dengan Arza. Meski pria itu memiliki ketampanan di atas rata-rata, karakter wajah yang dimiliki Arza berbeda dengan ketiga saudaranya yang lain. Begitu pun dengan kedua orang tua mereka.
Bukan hal yang tak mungkin Arza anak di luar pernikahan atau anak angkat? Melihat biografi dan pernah mengenal Mahendra senior, kemungkinan Arza anak di luar pernikahan bisa ia sisihkan sejenak.
"Roy, cari informasi tentang ketiga saudara istriku. Sedetail mungkin. Terutama untuk Arza," ujar Alec pada Roy yang mulai melajukan mobil keluar basement gedung Cage Group.
Roy mengangguk patuh.
***
"Alea, apa itu?" tanya Arza ketika Alea memutar tubuh hendak membuka pintu penumpang karena mobil sudah sampai di depan gerbang rumah Alec.
Alea menoleh dan bertanya tak mengerti. "Apa?"
Arza mengulurkan tangan kanannya. Menyingkirkan rambut Alea yang menutupi leher wanita itu. "Ini. Apa tadi kau terluka ketika pria itu mengganggumu?" Arza menajamkan matanya dan berusaha melihat lebih jelas ke leher Alea.
Seketika wajah Alea berubah seputih kapas. Tangannya terangkat untuk menutupi bekas merah yang dimaksud oleh Arza. Itu adalah kissmark yang ditinggalkan oleh Alec tadi pagi. "Bukan," jawabnya sambil menggelang dan menghindar membalas tatapan Arza.
Melihat gelagat yang ditunjukkan oleh Alea, seketika Arza menyadari apa itu yang melekat di kulit leher Alea. Membuat kecanggungan seketika meliputi keduanya. Arza segera menyesali pertanyaannya. Mengingatkan dirinya bahwa Alea sudah menjadi wanita pria lain. Saat ini, ia adalah kakak Alea.
Arsen melihat panggilan masuk di ponselnya dari Alea.
"Apa Alea masih sering menghubungimu?"
Arza tak menjawab.
"Mulai sekarang, jangan angkat ataupun balas pesan darinya. Kita tak ingin masalah datang ke depannya. Cage melihatmu sebagai kakak Alea dan buat itu menjadi seperti yang terlihat."
Arza memasang senyum, teringat kata-kata Arsen. "Turunlah. Suamimu pasti khawatir kau pulang semalam ini."
Alea mengangguk. Satpam langsung datang dan membukakan pintu untuk Alea. Setelah pintu gerbang kembali ditutup, Alea langsung menanyakan apakah Alec ada di rumah atau tidak.
"Belum, Nyonya." Jawaban satpam itu membuat Alea menghela napas. Kemudian bergegas masuk ke kamar dan membersihkan diri sebelum naik ke ranjang. Tapi saat ia keluar kamar mandi, pintu kamarnya terbuka dan ia melihat Alec berjalan masuk.
Pria itu berhenti di tengah kamar, mengamati penampilan Alea dari atas ke bawah. "Kau baru mandi?"
Alea menurunkan handuk yang digunakan untuk mengeringkan rambutnya. Ia tak berniat mandi, tetapi ketika mengingat tubuhnya telah disentuh oleh pria di klub malam. Ia tak ingin membawa bau apa pun ke ranjang Alec yang akan membuat pria itu mencurigai sesuatu tentang dirinya hari ini.
"Apa kau baru sampai di rumah?"
Tubuh Alea menegang. Bibirnya membeku. Berharap satpam yang berjaga tidak memberitahu Alec bahwa ia juga pulang terlambat, tapi dia sendiri yang ketahuan pulang malam. Seharusnya tadi ia mandi lebih cepat dan segera berbaring di tempat tidur. Setidaknya ia tidak perlu tersudut untuk menjawab pertanyaan Alec.
Satu seringai terbit di bibir Alec melihat tubuh Alea yang menegang dan wajah istrinya yang mendadak pucat. "Aku tak tahu kau begitu merindukan keluargamu hingga sampai di rumah semalam ini, Alea."
Kalimat selanjutnya Alec memberikan udara segar di tenggorokan Alea.
"Apa kau ingin sekali-kali kita bermalam di rumahmu?" Alec sengaja mencairkan suasana tegang yang melapisi kulit wajah istrinya. Membuatnya semakin yakin, bahwa apa pun yang disembunyikan oleh Alea tentang Arza bukanlah hanya kecurigaannya semata. Ia akan menunggu waktu yang tepat untuk memberi pelajaran istrinya, bahwa tidak ada siapa pun yang bisa menyentuh milik Alec Cage.
Alea mengerjap, ketegangannya berlalu lalu ia menggelang pelan. "Aku tak ingin merepotkanmu," jawabnya beralasan. Berjalan ke arah meja rias dan duduk sembari menyisir rambutnya. Alec berjalan mendekat dan berhenti di belakang Alea. Meletakkan kantong berwarna perak di meja rias yang tadi tak dilihat oleh Alea karena wanita itu terlalu terkejut dengan kedatangan Alec.
"A-apa ini?" Menatap manik Alec dari cermin, Alea tahu kantong itu diberikan Alec untuknya.
Alec tersenyum melewati cermin. Meletakkan kedua tangannya di pundak Alea, lalu membungkuk dan berbisik mesra di telinga istrinya. "Hadiah."
Alea hanya mampu melirikkan matanya ke arah kantong itu tanpa menggerakkan tubuhnya. Sentuhan Alec di tubuhnya benar-benar membuatnya bulu kuduknya berdiri, ditambah hembusan panas napas pria itu di telinganya. Seketika memberikan gelenyar yang aneh di perutnya.
"Aku ingin kau memakainya saat aku selesai mandi dan tunggu aku di ranjang." Alec memungkasi kalimatnya dengan jilatan di daun telinga Alea. Wanita itu boleh saja bersenang-senang di luar sana, tetapi sebaiknya sangat paham posisinya di rumah ini. Terutama di ranjangnya. Alec harus menegaskan bahwa Alea harus menyadari, bahwa di mana pun dan kapan pun istrinya berada, Alea Mahendra adalah miliknya. Seluruh jiwa dan raga wanita itu.
Alea membuka kantong itu setelah Alec menghilang di balik pintu kamar mandi. Menarik keluar kain sutra tipis berwarna merah maron. Pakaian dalam yang jelas tak menutupi apa pun saat ia mengenakannya. Kenapa pria itu tidak menelanjanginya saja seperti biasa? Daripada harus mempermalukan dirinya dengan pakaian yang sama sekali tak berguna ini, gerutu Alea dalam hati.
***
"Jadi, Arza hanyalah anak angkat yang sama sekali tak memiliki hubungan darah dengan isriku?" Alec sekali lagi menggumamkan pertanyaan itu pada Roy. sembari menutup map yang di hadapannya yang berisi lembaran-lembaran salinan bukti pengadopsian Arza dan pergantian nama dari Sena Ryanzyah menjadi Arza Mahendra.
Alec sendiri tak terlalu terkejut dengan hasil penyelidikan kaki tangannya tersebut, tetapi ia lebih terkejut dengan gemuruh panas yang mendadak menggelitik dadanya. Pantas pelukan antara Alea dan Arza terasa melebihi batas selayaknya saudara pada umumnya. Perhatian Arza terhadap Alea dan perhatian Alea terhadap Arza, semuanya tampak sangat sulit disebutkan sebagai pasangan kakak adik. Firasatnya memang tak pernah meleset. Sejak awal, ia sudah mempertanyakan hubungan kakak beradik antara Alea dan Arza, dan inilah jawabannya.
"Apa istriku masih sering menemuinya?"
Roy mengangguk pelan. "Hari ini mereka sedang makan siang di restoran dekat MH."
Alec menggaruk-garuk dagunya yang tak gatal. Selama dua minggu ini, nyaris setiap hari istrinya keluar rumah dan makan bersama Arza. Alec sendiri berpura-pura tak tahu tentang kegiatan Alea di luar sana, membiarkan sampai mana istrinya akan berani melangkah. Menunggu saat yang tepat, untuk mengembalikan akal sehat Alea. Dan saat itu sepertinya tidak lama lagi.
Sebulan lebih umur pernikahannya dan Alea, rasanya itu waktu yang cukup agar istrinya mulai belajar menerima dirinya di hati wanita itu.
"Katakan pada sopirnya bahwa aku akan pulang lebih cepat hari ini."
***
Seperti biasanya, ketika Alec selesai menuntaskan gairah pria itu dan turun dari atas tubuhnya, Alea menarik selimut menutupi tubuh telanjangnya dan bergerak memunggungi Alec. Berharap pria itu terlalu lelah untuk sentuhan berikutnya dan membiarkannya terlelap.
Rasanya hatinya sudah begitu mati rasa menganggap dirinya hanya sebagai pemuas nafsu suaminya.
"Apa kau sudah tidur?" Alec menyentuh pundak Alea.
Alea membuka matanya dan menoleh. Sepertinya tenaga pria itu sudah kembali lagi. Alea pun memberikan wajahnya dan bersiap untuk menerima ciuman Alec sebelum pria itu memulai permainan panas mereka lagi.
Alec hanya diam, menatap kepasrahan Alea dengan seringai kepuasan di ujung bibirnya. Ia memang sudah berhasil menguasai tubuh Alea. Menguasai setiap inci tubuh Alea. Tetapi tidak dengan jiwa wanita itu. Pikiran wanita itu tidak pernah bersamanya bahkan ketika keduanya mengerang nikmat secara bersamaan.
"Mulai sekarang, jangan tidur membelakangiku, Alea. Kemarilah." Alec memberikan lengannya untuk dijadikan bantal Alea.
Alea sedikit terkejut dengan permintaan Alec yang tidak biasanya. Menatap sejenak wajah Alec kemudian ia mendorong tubuhnya untuk berbaring di lengan Alec tanpa membantah.
"Apa saja yang kaulakukan hari ini?"
Sikap aneh Alec tak hanya berhenti sampai di situ. Pertanyaan pria itu pun mengundang rasa curiga di hati Alea.
"Aku hanya ingin tahu. Selama ini aku terlalu sibuk bekerja dan tidak memberikan perhatian untukmu. Mulai sekarang, aku akan menjadi suami yang lebih baik untukmu."
Alea sedikit mengangkat wajahnya untuk melihat wajah Alec. Tatapan mereka bertemu dan Alea tak pernah mampu membaca apa yang ada di kedalaman manik suaminya tersebut. Yang memiliki banyak kejutan tak terduga.
"Kau bebas melakukan apa pun di luar sana, Alea. Asalkan kau mengerti batasan-batasan tertentu."
"Batasan? Apa maksudmu, Alec?" Alea mengerti batasan-batasan tersebut dengan sangat paham. Hanya saja, kalimat yang diucapkan oleh Alec baru saja bernada peringatan. Dan jika Alec sudah mengingatkannya seperti ini, bukankah itu berarti pria itu tahu beberapa batasan yang sudah ia langgar?
"Aku tak suka dikhianati oleh orang terdekatku. Dan karena kau adalah istriku, sepertinya kau satu-satunya orang yang paling dekat denganku." Alec memberi jeda sejenak untuk mengamati raut muka Alea yang berubah seputih kapas. Baru beberapa menit yang lalu, ia membuat wajah itu merah terbakar hasrat. "Kau tak mungkin mengkhianatiku, kan?"
"A-apa maksudmu, Alec." Kepala Alea sedikit tertarik ke belakang karena tercengang oleh pertanyaan Alec yang menyiratkan tuduhan.
"Aku mendengar kasak kusuk yang aneh akhir-akhir ini."
Rasanya wajah Alea tak bisa lebih pucat lagi. Bibirnya yang mendadak kering dan suaranya tersekat ketika bertanya, "Apa itu?"
"Tentang kau dan kakakmu." Alec sengaja memberi jeda sejenak. Merasakan ketegangan tubuh dalam pelukannya. "Arza."
Alea tampak tersentak, bola mata wanita itu melebar dan langsung beringsut menjauh. Tetapi Alec menangkap wanita itu dan kembali dalam pelukannya.
"Kenapa kau begitu terkejut, Alea? Memangnya apa yang kau sembunyikan dengan kakakmu itu? Aku tahu apa yang kudengar tidaklah benar."
Alea menahan dirinya untuk tidak melompat dari pelukan Alec dan turun dari ranjang. Kemudian berlari keluar kamar untuk melarikan diri. Alec tak mungkin tahu, kan?
"Beberapa gosip membicarakan kalau kau, mengidap brother complex." Alec terkekeh pelan. "Well, meski aku tahu kau begitu perhatian pada kakakmu. Tapi aku tahu apa yang mereka katakan tidak benar, bukan?"
Alea menahan gemetar yang menyerang bibirnya dengan menggigit bibir bagian dalamnya. Manik wanita itu berkaca oleh rasa takut. Senyum yang ditunjukkan oleh Alec menyiratkan ancaman yang tersembunyi di baliknya. Seketika Alea menyadari bahaya yang memeluk tubuhnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro