Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 12


A Lover

Alec & Alea

###

Part 12

###


Tepat jam dua pagi Alec masuk ke kamarnya. Melihat Alea yang sudah tidur di sisi ranjang. Ia pun langsung berjalan ke kamar mandi, melempar kemeja kotor dengan noda darah yang sudah mengering ke keranjang kotor. Melepas semua pakaiannya dan berdiri di bawah guyuran air hangat.

"Tuan Arza datang ke rumah untuk menjemput nyonya Alea."

Alec tercenung mengingat laporan pengawalnya saat ia datang. Tak ada kecurigaan apa pun jika Arsen yang menjemput Alea, tapi entah kenapa Alec merasakan kecurigaan yang tak seharusnya pada Arza. Informasi pria itu sama sekali tak ada yang mencurigakan, sama seperti yang dimiliki Alea. Bahkan Arsen yang terkenal sebagai pria bertanggung jawab saja memiliki beberapa gosip dengan beberapa wanita. Berbeda dengan Arza, yang dengan ketampanan di atas rata-rata. Pria itu sama sekali tak pernah dekat dengan seorang wanita mana pun. Bahkan bisa dibilang, Alealah satu-satunya wanita yang paling dekat dengan pria itu. Di mana pun ada Arza, Alea tak akan berada jauh.

Alec mematikan shower, menggeser pintu kaca sambil mengambil handuk untuk mengeringkan tubuhnya sambil berjalan ke ruang ganti. Mengambil celana karet dan bergabung di ranjang bersama Alea yang tertidur sangat lelap.

Alec menarik selimut menutupi dada Alea, tapi kemudian kepalanya melongok saat menyadari tangan Alea menggenggam ponsel. Alea mengambil ponsel tersebut bermaksud meletakkannya di nakas. Akan tetapi layar yang tiba-tiba menyala, mau tak mau membuat rasa penasaran Alec tergelitik.

'Sudah sampai di rumah?'

'Beberapa menit yang lalu. Kau merasa lebih baik?'

'Sangat. Terima kasih untuk malam ini."

'No sorry, no thanks. Ingat?'

'Aku sudah mengucapkannya.'

'Aku tak pernah bisa menolaknya.'

'Aku tahu.'

'Tidurlah. Sudah larut.'

'Oke. Have sea dreams.'

Kecurigaannya tak pernah meleset. Jika Alec tidak tahu itu dari Arza, sudah tentu ia akan mengira pesan tersebut adalah untuk kekasih Alea. Merasa tak puas, Alec memeriksa galeri foto di ponsel tersebut mengingat ketika ia membelikan ponsel untuk Alea kemarin, wanita itu menggunakan kartu memori yang sama. Benar saja, kebanyakan gambar foto di ponsel tersebut dipenuhi oleh gambar-gambar Alea dan Arza. Kemesraan adik kakak itu membuat Alec mau tak mau dirayapi rasa cemburu melihat keduanya yang saling pandang dengan tatapan penuh cinta.

Well, well, well. Haruskah ia merasa dikhianati sekarang?

***

Alea benci dengan tatapan itu pada tubuhnya. Alea sangat jijik hingga perutnya mual ketika tangan kotor itu menyentuhnya.

'Jangan sentuh aku!' tangisnya menyesakkan dada. 'Kumohon.'

'Tidakkk!!!'

Alea terbangun dengan rasa haus luar biasa dan sangat membutuhkan udara. Keringat membasahi sekujur tubuhnya dan napasnya ngos-ngosan. Ia segera membekap mulutnya ketika melihat Alec berbaring di samping menghadap ke arahnya. Beruntung pria itu tak terganggu oleh keresahannya. Ia pun menyalakan lampu nakas dan menandaskan segelas air putih yang tersedia di sana. Lalu turun dan melangkah ke kamar mandi tanpa membuat suara sekecil apa pun.

Setelah mengusap wajahnya dengan air dingin, Alea menatap pantulan wajahnya yang sepucat mayat di wastafel. Bagaimana pun ia menyangkal kecantikan yang terukir di setiap sudut wajahnya, Alea tak bisa tak mengakui bahwa dirinya memang cantik. Mungkin bagi sebagian besar orang, kecantikan adalah sebuah anugerah yang mereka inginkan. Tetapi bagi Alea, wajah cantiknya adalah petaka yang membawa mimpi buruk menghantui tidurnya. Bersembunyi dalam kegelapan mengintai dirinya. Menunggu kelengahannya.

Kedua tangannya dicekal di belakang, wajahnya yang memerah dan basah karena terlalu banyak menangis membuat pemuda itu semakin puas. Pisau kcecil, tipis, dan sangat tajam yang mengkilat diusapkan di pipinya membuatnya seluruh tubuhnya menahan getar ketakutan. Sedikit saja ia menggerakkan wajahnya, bisa dipastikan darah akan langsung mengucur. Seperti yang dilakukan pemuda itu pada perutnya. Nyeri itu sering terasa di sana.

"Kau sangat cantik, my princess."

Alea menutup kedua telinganya. Bisikan itu membuat kakinya gemetar dan tubuhnya terjatuh ke lantai. Mimpi itu datang lagi meskipun ia sudah tertidur dengan sangat lelap. Dan sekarang kilasan-kilasan itu kembali muncul.

Selama ini, Arza lah yang membantunya melupakan semua kenangan pahit itu. Mengobati luka batin yang menganga di dadanya dengan kasih sayang setiap mimpi itu datang. Tapi tidak ada Arza di rumah ini dan membangunkan Alec hanya karena dia bermimpi buruk jelas akan membuatnya terlihat konyol. Jadi pilihan satu-satunya hanyalah memeluk dirinya sendiri di bawah guyuran air dingin, agar ia tidak tertidur dan kembali bertemu dengan mimpi buruk itu. Menggantikan bayangan itu dengan semua kebahagiannya bersama Arza.

***

Alec menggeliat ketika samar-samar suara gemericik air membangunkannya dari tidur. Rasanya ia baru terlelap satu menit yang lalu. Tangannya meraba dan mencari tubuh yang seharusnya berbaring di sebelahnya. Lampu nakas yang menyala membuat Alec bisa melihat dengan jelas jam beker yang masih menunjukkan jam setengah empat pagi.

Alec mengangkat kepalanya, menatap pintu kamar mandi. Suara gemericik air dari dalam kamar mandi membuatnya segera turun dari ranjang. Siapa yang mandi di saat hari masih gelap begini?

"Alea?" Alec memutar handle pintu tapi terkunci dari dalam. "Alea?! Apa kau di dalam?" panggilnya dengan suara lebih keras.

Tak ada jawaban.

"Alea!!" Alec menggedor pintu dengan keras sambil memutar-mutar handle pintu tak kalah kerasnya. "Alea?!"

Pintu terbuka tepat ketika Alec benar-benar berniat mendobrak pintu itu. Melihat rambut Alea yang basah dan masih meneteskan air. Untuk apa wanita itu mandi sepagi ini, dan melihat bibir Alea yang hampir membiru, sudah jelas wanita itu mandi dengan air dingin.

"Apa yang kaulakukan di dalam?" Alec menangkap lengan Alea yang sedingin es ketika wanita itu mencoba berjalan melewati tubuhnya.

Alea menggeleng takut dengan kepala tertunduk.

"Kenapa?" Alec menangkap pundak Alea dan menghadapkan wanita itu ke arahnya. "Apa kau menangis? Ada apa?"

Alea menggeleng lagi.

"Aku tak akan mengulangi pertanyaanku," tandas Alec disertai tatapan mengancamnya.

"Aku ... Aku hanya bermimpi buruk dan ketakutan," cicit Alea.

"Seburuk apa?"

"Aku tak ingin mengingatnya. Kumohon."

Mata Alec menyipit menyelami wajah Alea. Keresahan dan ketakutan membuat wanita itu tampak linglung. Ia tahu pertanyaannya akan membuat Alea semakin tertekan dan jawaban istrinya tak akan memuaskannya. Alec pun menyeret Alea ke ranjang, mendudukkannya di pinggir ranjang. Kemudian pria itu berjalan mendekati lemari yang ada di dekat jendela. Mengeluarkan botol anggur dan gelas, mengisinya setengah dan memberikannya pada Alea.

Alea mendongak, mengerutkan kening terheran.

"Minumlah, wajahmu sepucat mayat."

Alea menerima gelas itu dan meneguknya.

"Perlahan, Alea." Alec mengingatkan.

Alea pun menyesap anggur itu dengan pelan hingga tandas. Rasa hangat melewati tenggorokannya, turun ke perut dan mulai menghangatkan seluruh tubuhnya.

Alec mengambil gelas yang sudah kosong dari tangan Alea, meletakkannya di nakas. Kemudian tangannya terulur ketika hendak menyentuh tali jubah mandi Alea.

Alea beringsut menjauh. Bagaimana mungkin Alec menginginkan tubuhnya di saat yang tak tepat seperti ini. Di saat hatinya sedang dilanda duka dan ketakutan karena terbangun dari mimpi buruk.

"Jangan membantahku!" sergah Alec tak sabar. Menepis tangan Alea dan menarik tali jubah di pinggang Alea.

Alea tak membantah. Membiarkan Alec mengurai simpul tali jubah mandinya dan melepaskannya dari tubuhnya. Kemudian pria itu membaringkan tubuhnya di kasur. Setelah itu Alec langsung naik ke ranjang, alih-alih menindih tubuhnya, pria itu malah berbaring di sebelahnya. Memiringkan tubuh Alea memunggungi pria itu, lalu menyelipkan tangan di balik leher Alea sambil mencari posisi yang nyaman untuknya maupun Alea.

"Sekarang tidurlah," kata Alec menarik selimut menutup tubuh mereka hingga ke pundak.

Alea masih termenung, tak memercayai dengan apa yang baru saja dilakukan Alec. Pria itu tidak menidurinya. Pria itu hanya menempelkan kulit telanjang mereka, menyalurkan kehangatan tubuh pria itu untuknya.

Getaran halus menjalari hati Alea. Detak jantung pria itu terasa sangat jelas berdebar di belakang punggungnya. Dalam pelukan Alec, ia merasa terlindungi. Rasa takut ketika ia memejamkan mata tak lagi muncul. Inilah yang ia butuhkan.

***


Thursday, 10 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro