Ku kira hanya sesaat namun nyatanya terlalu kuat.

Kukira rasa ini akan hilang, ternyata malah rindu kian menyerang.

Ku kira, aku hebat dalam hal melupakan, tapi aku selalu saja kalah perihal merindukan.

Ku kira cerita ini akan usai setelah sekian lama kita tak berjumpa, tapi nampaknya kisah ini selalu berlanjut meski kita tak bertegur sapa.

Ku kira, akan mudah meperkarakan soal melupakan yaitu Waktu, namun nyatanya malah waktu yang menertawakanku sebab aku selalu merindu.

Ku kira, hanya dengan keikhlasan aku bisa melepaskan, tapi takdir sepertinya memilihkan aku untuk bertahan dalam bayangan tanpa bisa melupakan.

Ku kira, belajar merelakan dan mengikhlaskan adalan cara yang saat ini bisa ku jalani untuk bisa menata lagi impian dan masa depanku yang sesaat terhenti karena terlalu banyak memikirkan cara untuk melupakanmu. Namun lagi-lagi dan untuk ke sekian kalinya, aku merasa.. ini hanya sementara, karena yang terjadi berikutnya adalah dimana aku tidak bisa lagi berfikir mana yang harus ku dahulukan. Menata impianku dan mulai melangkah kemasa depan atau malah terjebak dalam khayalanku yang tak henti-hentinya meng-andai-kan segalanya yang sudah tak lagi sama dan berharap waktu kembali dimana semuanya masih baik-baik saja.

Dan ku kira, selama ini yang ku lakukan untuk melupakan semua kenangan yang pernah terjadi serta mengikhlaskan yang telah terlanjur kita jalani ini adalah sebuah pembelajaran, nyatanya tetap saja hati dan pikiranku tak pernah lepas dari bayang-bayang itu dan selalu berharap kepada ketidakpastian dalam kesepian..

Dariku, untukmu. untuk cerita kita yang bahkan belum dimulai namun sepertinya harus diselesaikan.

bagaimana bisa aku menyelesaikan hal yang bahkan belum ku mulai?

entah aku harus berterimakasih padamu untuk perkenalan kita dan sedikit kenangannya, atau meminta maaf padamu karena menceritakan tentang kita yang seharusnya tak pernah ada cerita, sebab aku dan kamu tak pernah menjadi KITA.

22 Desember 2017 // -trpst