Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog #4

Sekelompok remaja sedang melaksanakan tugas mereka dari sekolah untuk membunuh seekor monster, mereka harus melalui hutan untuk bisa sampai di tempat tujuan mereka.

"Gadis bodoh sepertimu memangnya mengerti apa?" Seorang lelaki dengan rambut pirang yang diarahkan ke atas, berdecak pinggang dengan tatapan sombong.

"Tentu saja arang bercat'kan tidak mengerti bahasa manusia," balas seorang gadis dengan rambut coklat kejinggaan pendek yang diikat satu bergaya soknya.

"Katakan saja bahwa kau iri dengan kulit eksotisku," bela lelaki berambut pirang sambil menunjukkan kulit tagannya yang berwarna coklat.

"Iri? Main di lumpur tidak ada bedanya," kata gadis itu lalu tertawa.

"Joana, Akiho, dapatkah kalian tidak bertengkar sehari saja?" Ejekan mereka berhenti karena perkataan salah satu temannya, seorang perempuan dengan rambut hitam yang dijepit agar tidak menghalanginya, yang berjalan didepan mereka menunjukan wajah sinis.

"Dia yang memulai!" seru keduanya saling menunjuk satu sama lain.

"Tak peduli siapapun yang memulai kalian akan terus beradu mulut." Matanya masih saja melihat kedua temannya dengan tatapan merendahkan.

"Tetapi bukankah ini menyenangkan Mei?" Teman sekelompok yang lain, gadis dengan rambut coklat kekuningan yang ia kepang, mencoba menjadi penengah.

"Menyenangkan? Mereka hanya akan mengundang monster-monster hutan dan menambah kelelahan." Perkataan gadis berambut hitam, Mei menjadi lebih tajam.

"Mei, kau tak perlu mengatakan hal seperti itu." Laki-laki berambut biru keunguan, mencoba menenangkan hati Mei.

"Lalu apa Acey? Kau ingin kembali berlagak seperti ketua?" tanya Mei kesal.

"Mei, itu sudah keterlaluan." Gadis berambut coklat kejinggaan, Joana, menatap Mei dengan kesal tetapi ia berusaha untuk menahannya.

Mei kini menatap Joana tajam. "Diam kau gadis bodoh. Kau hanyalah penghambat, jangan sok pahlawan dengan kekuatan yang lemah itu." Mei menjadi lebih kesal dan membuang wajahnya tidak peduli ke arah yang lain.

Akihiko, lelaki berambut pirang, maju beberapa langkah mendekati Mei. "Tetapi tidak begitu caranya kamu memperlakukan orang lain. Tidakkah kamu menghormati ketua walaupun sedikit saja?"

"Aku tetap mengikuti rencananya, bukankah itu artinya aku menghormatinya?" Mei menatap Akihiko dengan tatapan datar.

"Sudahlah teman-teman." Lelaki berambut biru keunguan, Acey, mencoba menenankan suasana kelompoknya.

"Ba-bagimana jika kita beristirahat sekarang untuk menyambut esok dengan semangat baru?" Pertanyaan gugup gadis berkepang satu itu disetujui oleh setiap anggota.

Semua langsung membubarkan diri menuju tendanya masing-masing. "Kerja bagus Yuka." Acey menepuk pundak Yuka, gadis berkepang satu.

"Ya, tetapi apakah ini akan terus berlangsung? Sepertinya Mei terlihat tak tahan dengan candaan mereka yang seperti itu." Sama seperti Acey, Yuka juga tidak merasa nyaman dengan keadaan kelompok yang dingin.

"Aku harap kita dapat bertahan dan kembali sesuai dengan rencana."

"Iya." Yuka membalas senyuman Acey yang sama-sama ragu.

........

Tetapi adu mulut yang saling mengejek itu tetap saja ada. Walaupun yang diejek dan mengejek tau bahwa kata-kata yang keluar itu hanyalah candaan, tetapi hal itu dapat menjadi serius jika Mei yang mengatakannya.

"Hei gadis bodoh! Diamlah!" seru Mei kesal.

"Hah?! Mengapa kau kesal?" tanya Joana bingung.

"Kau sangatlah berisik!" Mei menatap Joana dengan penuh amarah.

"Kali ini si arang yang memulai!" Joana yang tidak terima menunjuk Akihiko yang pura-pura tidak melihat jari Joana.

"Tak ada bedanya siapa yang memulai! Kau adalah perempuan, maka kau harus lebih dewasa!"

Joana menjadi bingung, "Itu juga berlaku padamu. Kau tak perlu marah-marah hanya karena hal itu." kata Joana dengan tenangnya sambil berdecak pingang. Ia mengetahui semua anggota kelompoknya sadar bahwa itu hanya candaan.

Mei terlihat bertambah kesal tetapi akhirnya ia memilih untuk berbalik dan berjalan untuk menenangkan hatinya. Joana hanya bisa menghela nafas menanggapi aksi Mei yang terlihat kekanak-kanakan olehnya.

"Mengapa ia selalu kesal saat kita mulai adu mulut?" Akihiko melipat tangannya di depan dada sambil mendekati Joana beberapa langkah.

"Entahlah, dia wanita yang aneh." Joana cuek sambil melihat arah pergi Mei.

"Teman-teman, kita tak boleh seperti itu." Acey menatap Joana dan Akihiko tegas. Ia masih harus menyatuan kelompoknya agar tugas bisa diselesaikan dan semua bisa kembali dengan selamat.

"Aku akan mengikuti Mei." Yuka berdiri dan mulai berjalan ke arah pergi Mei

"Baiklah, kembalilah sebelum gelap." Yuka mengangguk mengerti, meresponi perkataan Acer lalu mulai berlari ke arah yang ia tunjuk sebelumnya.

Kini Acey melihat Joana dan Akiho dengan tangan yang ia lipat di depan dadanya. "Sepertinya adu mulut kalian harus berhenti sekarang."

"Mengapa? Bukankah kami tak mengikut sertakan kalian?" tanya Akiho kesal.

"Lagi pula jika kalian sadar, aku tak banyak membalas Akiho akhir-akhir ini dan semakin banyak tak membalas. Aku yakin tak ada yang menyadari hal itu." Perkataan Joana memang benar adanya. Baik Akiho dan Acey memang tak sadar bahwa Joana sedikit lebih diam saat mulai beradu mulut. Mereka berdua terdiam, saling melirik satu sama lain. "Aku akan membuat tenda." Joana berbalik meninggalkan kedua lelaki yang masih saja terdiam.

"Aku merasa sangat bersalah," kata Acey pelan.

"Kali ini aku sama denganmu, hanya saja mengenai gadis bodoh itu," kata Akiho sambil melihat kearah perginya Joana.

"Apakah aku tidak cocok sebagai ketua?"

Akihiko menatap Acey yang menunduk lesu. "Hei sudahlah, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Seharusnya kami yang bisa mengerti satu sama lainnya." Acey mengangguk pelan. "Semangatlah, sedikit lagi pekerjaan ini akan selesai." Akiho merangkul Acey.

Acey melihat Akiho dengan senyuman kecil. "Kau benar."

Akhirnya perjalanan dilanjutkan keesokan harinya tanpa ada yang berbicara sedikitpun. Mei pada dasarnya memang tak banyak bicara, Joana merasa tidak ada gunanya menjadi ceria, sedangkan ketiga lainnya kebingungan dalam situasi itu.

"Ketua, apakah masih jauh?" Yuka merasa canggung dalam keadaan yang seperti itu.

"Eh, ah iya sebentar lagi."

"Coba saja kalau ada yang mempunyai kekuatan sayap, dengan begitu kita akan sampai dengan cepat bukan?" Akihiko berusaha untuk bercanda, tetapi hanya terdengar tawa ragu dari Yuka dan Acey. Kedua gadis itu tetap diam. Tak menampakkan emosi apapun. Ketiga teman mereka kembali terdiam.

Sampai mereka masuk secara diam-diam ke dalam tempat yang menjadi tujuan mereka. Mereka berada di sebuah ruangan kosong di gua yang tertutup untuk menyusun rencana. "Baiklah, kalian mengerti posisi kalian bukan?" tanya Acey saat mereka telah melihat target mereka yang sedang terlelap.

"Posisikan saja gadis bodoh itu di bagian yang tidak mengganggu kita. Aku tak ingin misi ini gagal karena satu gadis bodoh." Mei berbicara dengan datar tanpa memperdulikan tajamnya kata-katanya.

Ketiga teman mereka melirik Joana yang hanya datar menatap target mereka. Pandangan dilemparkan satu sama lain oleh ketiga teman yang merasa sangat-sangat tidak enak. "Mei! Kau tak boleh mengatakan hal itu!" Yuka panik dan tidak sengaja membentak Mei.

"Mengapa? Bukankah itu memang kenyataannya? Ia adalah yang paling terlemah diantara kita." Tidak ada ekpresi atau pun suara yang menandakan Mei merasa bersalah.

"Iya.. tetapi..."

"Aku mengerti." Pandangan mengarah ke Joana. "Aku akan diam di sini." Joana memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih nyaman dengan wajah datar.

"Tidak. Kamu harus ikut." Acey menatap tajam Joana yang tak berpengaruh pada yang ditatap. "Kita semua adalah kelompok. Setidaknya sampai misi ini selesai."

Joana menghembuskan nafasnya pasrah. "Baik." Jawaban singkat itu membuat senyum Acey merkah dan siap untuk menjalankan misi.

Setelah menebak mengenai asal usul, kelemahan dan kelebihan target, mereka telah siap dengan berbagai rencana. Mereka keluar dari persembunyian mereka dan mulai menyerah target yang kini bangun karena langkah kaki mereka.

Akihiko dan Acey menyerang duluan, dengan panah yang ditarik oleh Yuka dari belakang mereka mengarah pada target. Dengan gampangnya Akihiko dan Acey disingkirkan olehnya dan panah Yuka dapat dihindari. Mei maju dengan pedang sihirnya dan Joana yang ikut maju dengan sihir.

Dalam pikiran Joana ia terus menggali mengenai monster atau target yang ada di depannya, ada sesuatu yang ganjal. Di sisi pikirannya ia terus mengingat sihir untuk menyerang monster itu.

Monster yang telah terserang beberapa kali kini seakan-akan berteriak marah. Ia melawan yang datang padanya lebih keras dari sebelumnya dan lebih banyak bergerak, membuat yang melawannya kesusahan tetapi dari situlah Joana tau apa sebenarnya monster itu. Karena monster itu bergerak, ia menunjukkan jadi dirinya hingga Joana menyadari. Dengan cepat ia berlari kearah Acey, merebut pedangnya yang tergeletak tak jauh dari pemiliknya.

"Joana?!" Tanpa memperdulikan kebingungan sang ketua ia terus berlari dan mendorong Mei yang ingin menyerang monster itu.

"APA YANG KAU...-?!" Perkataannya terhenti saat melihat petir di tempatnya berdiri tadi.

Matanya membulat sempurna melihat hal itu karena seingatnya di dalam informasi monster itu tak dapat mengeluarkan sihir, yang membuat misi ini mudah. Pandangan matanya keatas dan menemukan Joana yang sedang mengayunkan pedang di tangannya. Tiba-tiba Akihiko menarik Mei menjauh ketepi, tempat Yuka berada dan Acey telah di sana.

"Apakah Joana bisa memakai pedang?" tanya Yuka tak percaya.

"Seingatku ia tak pernah sehebat itu, bahkan hal dasar saja ia tak bisa hanya tertawa lebar dengan... kesalahannya..." Akihiko melihat Joana yang kini bertarung sendirian.

Tanpa aba-aba Yuka menarik anak panahnya mengarah ke monster itu dan berharap dapat membantu Joana. Tetapi ternyata anak panahnya ditangkis oleh Joana yang melihat mereka dari ujung matanya. Melihat hal itu semua temannya kembali terkaget.

Joana menusukkan pedangnya ke monster itu dan membuat monster di depannya dilingkupi es dan segera Joana menarik pedangnya, melompat mendekati teman-temannya. "Joana! Jelaskan apa ini?!" Akihiko yang paling pertama mendekati Joana.

"Ketua, aku pinjam sejenak pedangmu yang lain." Joana berjalan ke arah Acey tanpa perlu membalas Akihiko.

"Tentu saja ... tetapi kamu bisa mengayunkan pedang?" Acey memberikan pedangnya ke Joana dengan ekspresi bingung dan segudang pertanyaan yang ada di kepalanya.

"Sebentar lagi ini bukanlah urusan kalian." Joana kembali berbalik tanpa perlu berputar melihat ekspresi teman-temannya.

"Joana!"

"Pergi. Tak perlu mengorbankan kalian untuk mengalahkannya."

"Tunggu, bukankah kita sudah menang?" tanya Yuka.

Joana berbalik, melihat Yuka dari ekor matanya. "Belum." Bersamaan dengan itu es yang berisi monster itu pecah dan kembali terdengar teriakan kemarahan. "Sebelum itu." Joana melemparkan sesuatu dan langsung ditangkap oleh Akihiko.

Akihiko melihat apa yang ia tangkap. Batu berwarna merah dengan rantai sebagai talinya. "Ini...?"

"Pergi." Joana berlari kearah monster itu dan mulai menyerangnya dengan berbagai sihir.

Keempat temannya menatap Joana yang sedang bertarung dengan tatapan tak percaya. Tak lama Acey menundukkan kepalanya lalu menarik Akihiko dan Mei pergi dari sana. "Ketua?!"

"Ayo kita pergi."

"Tetapi meninggalkannya di sini..."

"Kita hanya akan menjadi penghalangnya bukan? Ayo kita pergi saja." Mei menggigit bibir bawahnya dan lengannya ikut menarik Akihiko ke tempat yang terlihat aman dari jangkauan monster itu.

Mereka semua menahan kebingungan mereka sambil terus melihat Joana. Di sana Joana terus melafalkan sesuatu di mulutnya sambil terus mengayunkan pedangnya dan melihat sela-sela peluang untuknya. Tak lama pedang yang di pakainya hancur membuat kelima orang itu membulatkan matanya.

"Ck!" Tak lama keluarlah banyak sekali bunga sakura dan tiba-tiba terlihat tombak hitam di tangan Joana.

"Bunga ini..."

"Apa kau bernostalgia?" tanya Joana yang mendarat di dekat monster itu dengan senyum sinisnya.

"Ini mirip seperti...-"

"Ya, itu aku." Bukan hanya sang monster yang terkejut, tetapi keempat teman Joana yang kembali terkejut dan mengira-ngira apa yang sebenarnya mereka katakan. "Bagaiamana? Kamu ingin membalas dendam?" tanya Joana yang membuat kepala monster itu panas.

Sang monster menghentak-hentakkan kakinya yang lebih dari dua itu. Hal itu membuat tempat itu tergoncang, pijakan yang di pijak keempat teman Joana sedikit menurun karena itu. Karena merasa keempat temannya sedang tak melihat, ia merasa inilah saatnya untuk langsung menghabisi yang ada di depannya.

"Kau sama sekali tak takut mati lagi ya?" tanya Joana dengan kuda-kuda dan tangannya siap mengayunkan tombaknya.

......

Setelah beberapa lama Acey, Akihiko, Mei dan Yuka sudah dapat memanjat tempat tadi mereka pijak. Mereka tercengang dengan apa yang mereka lihat. Monster itu kini tak bergerak dengan banyak luka goresan di tubuhnya. Darah tercetak dimana-mana membuat mereka melihat sekeliling tak percaya.

"JOANA!!" seru Yuka sambil berlari ke satu arah dan menjadi perhatian ketiga temannya dengan sekejab. Terlihat tubuh Joana yang tergeletak dengan luka dan darah yang terciprat ke tubuh dan bajunya. "Joana, bangunlah." Yuka menggoyang-goyangkan tubuh Joana yang tak lagi bernyawa.

Akihiko ikut membangunkan Joana dengan melempar beberapa candaan tetapi tak di balas oleh Joana. Acey dan Mei terdiam sambil menahan rasa sakit mereka. Walau hanya sejenak, tetapi Joana adalah teman setim mereka.

Beberapa kelopak bunga sakura kini menjadi saksi bisu mereka yang berteriak histeris memanggil sebuah nama.

.
.

Seorang gadis kini membuka kedua kelopak matanya, memandangi lapangan hijau dari kamarnya yang mewah. Suara pintu yang terbuka kini membuatnya menoleh ke belakang.

"Apa kau siap Nicoleta?" tanya seorang wanita.

Gadis itu terdiam sejenak lalu mengangguk dengan wajah datar. Wanita itu berbalik dan menghilang, meninggalkan gadis itu sendiri. Ia menatap ke suatu arah dengan ekor matanya, sebuah brosur sekolah yang sangat ia kenali.

.
.
.
.
.

Jadi mulai sekarang saya akan update setiap 2x seminggu.

Ini dia list ceritanya:

1. The 7 Element Controllers

2. New Daily Life Royal Twins

3. A Little Hope [Revisi]

4. As Blue Sea

5. My Family is Perfect But I'm Not

6. Akar Merah

Itu dia urutannya, bisa dicari setelah saya posting.

Mungkin ada perubahan dari tata bahasa dsb-dsb tapi semoga kenyamanan dalam membaca masih bisa dinikmati yaa~

Sampai jumpa kembali :3

-(13/07/23)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro