Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23 || Memulai

Setelah bergulung cukup lama dengan ketakutan dan rasa cemas yang menyesakkan. Kini mereka dapat bernapas lega setelah Kaffa kembali membuka matanya, anak itu benar-benar menepati janjinya untuk keluar ruang operasi dengan selamat.

Firza tak mampu mengucapkan sepatah kata apa pun. Ia benar-benar berterima kasih pada pemilik semesta, sejuta asa yang ia pupuk sepanjang operasi berlangsung dapat terwujud. Tuhan dengan segala kemurahan hatinya mengabulkan pintanya hari ini, mengembalikan Kaffa padanya.

Sunguh, Firza tak ingin merasakan kehilangan seorang adik lagi. Kejadian sepuluh tahun lalu telah cukup menjadi memori kelam nan menyakitkan, ia tidak ingin lagi melihat adiknya terbujur kaku dan terkubur di bawah gundukkan tanah.

Masih begitu banyak hal yang ingin Firza lalui bersama Kaffa. Bocah manis yang ia kenal sejak sepuluh tahun lalu, di saat dirinya begitu terluka akan sang adik yang tiba-tiba karena kecelakaan. Firza jatuh hati pada anak tersebut celotehnnya, senyum manis hingga sikapnya mengingatkan Firza pada Azaf.

Sejak pertemuan mereka di toko kue Firza menjadi sangat tertarik pada Kaffa. Ia selalu datang ke sana, menghabiskan waktu dengan bermain bersama Kaffa. Firza awalnya mengganggap Kaffa sebagai sosok Azaf, kerap kali ia memanggil Kaffa dengan nama adiknya, membuat Kaffa kecil selalu memberenggut kesal padanya.

Bagi Firza Kaffa adalah pengganti adiknya. Ia menyayangi Kaffa selayaknya Azaf, menjaga dan menjadi sosok kakak yang baik untuk adiknya.

Tidak masalah bila ia harus kehilangan orang tua akibat perceraian, tapi ia tak pernah sanggup kehilangan Kaffa. Adik kecilnya yang selama ini selalu menjadi pelipur lara. Kaffa tak pernah sekalipun meninggalkannya.

"Dasar cengeng!"

Langsung saja Firza mengusap air matanya dengan kasar begitu pipinya mendapatkan sentuhan dari jemari Kaffa, ia mengalihkan pandangannya dari Kaffa yang kini memandangnya dengan nakal. Mendadak dirinya merasa malu telah sampai harus menitihkan air mata, ia pun tak dapat menyangkal bila ia sedang cengeng saat ini. 

"Firza itu khawatir sama kamu, wajar kalau dia sampai nangis karena saking bahagianya." Zibran berujar lembut, ia membelai rambut putranya. Segala kalimat syukur ia panjatkan pada sang pencipta, ia pun tak dapat menahan air matanya yang terus mendesak keluar.

"Kalian sama saja, cengeng! Aku 'kan sudah bilang aku akan baik-baik saja." Kaffa mencebik, ia mendengkus melihat Firza dan ayahnya yang tampak sangat kacau dengan jejak air mata.

"Nenek!" teriak Kaffa yang mengalihkan pandangannya pada wanita yang tak jauh darinya menyuruh kedua laki-laki di sisinya itu untuk menyingkir. "Suruh mereka keluar, Nek."

Zibran dan Firza sontak dibuat terkejut akan kalimat Kaffa pada Elma, keduanya saling melirik untuk sesaat lalu sama-sama menggeleng menolak keinginan Kaffa. 

"Wajah kalian menyedihkan, jelek." Kaffa  berseloroh memandang keduanya, wajah mereka yang kacau akan air jejak air mata, menjadi tampak menggemaskan bagi Kaffa. Terlebih ekspresi keduanya yang berusha tersenyum.

Kaffa tentu tidaklah benar-benar marah pada keduanya. Mana mungkin ia melakukannya pada mereka, dirinya paham kecemasan dan ketakutan keduanya. Sangat tidak tahu diri sekali bila ia kesal akan kasih sayang, dan perhatian keduanya.

"Ah,  Ayah mau cuci muka dulu."

"Aku juga," timpal Firza yang ikut bergegas menuju kamar mandi saat Kaffa kembali menatap keduanya.

Tak lama berselang keduanya pun keluar. Sedikit terlihat lebih segar dari sebelumnya, keduanya mengenyahkan jejak-jejak air matanya dan senyum yang  mengembang. Membuat Kaffa mau tidak mau mengulum senyum, ia tidak lagi memiliki alasan menyuruh mereka keluar.

***


Zibran dengan lembut mengusap keringat yang membasahi rambut dan wajah putranya dengan handuk kecil yang disediakannya. Hatinya berdenyut perih mendengar helaan napas lelah yang dihembuskan putra, tapi semampu mungkin ia mengulum senyum pada pada putranya yang telah berhasil melalui rangkaian proses fisioterapi pertamanya setelah masa pemulihan pasca operasi.

"Anak Ayah hebat, bukan?"

Zibran mengangguk, ia mengacungkaan jempol dan tersenyum bangga pada Kaffa. Gelak tawa Kaffa terdengar setelahnya, lelah yang ia tangkap sebelumnya kini samar terlihat membuat Zibran lagi-lagi merasa bangga akan putranya.

Setelahnya Zibran pun mendorong kursi roda putranya meniggalkan area tersebut. Kembali ke kamar rawat putranya yang akan mereka tanggalkan sebentar lagi, setelah masa pemulihan pasca operasi yang memakan waktu satu setengah bulan, Kaffa meminta untuk menjalani perawatan jalan saja.

Zibran tak menolak permintaan Kaffa, dokter Alka pun tak mempermasalahkan akan keinginan Kaffa. Ia turut tersenyum melihat Kaffa yang bersorak saat diijinkan untuk keluar.

"Aduh tampannya cucu nenek." Zibran turut tersenyum melihat Kaffa yang mengembangkan senyumnya kala Elma mencubit pipinya.

"Setampan Ayahnya dong, Bu."

Kaffa tergelak mendengar seloroh ayahnya yang tak ingin kalah, tapi bukannya mendapat pujian, seperti biasa neneknya hanya berdecak menganggapi ayahnya sambil berkata, "mimpi kamu tuh."

Keduanya memang entah sejak kapan jadi gemar saling meledek satu sama lain dan menjadi lebih akrab. Tidak lagi bersitegang seperti dulu, hal tersebut benar-benar membuat Kaffa bersyukur. Perlahan segalanya membaik, mereka kini hidup layaknya keluarga pada umumnya.

"Yah, mobilnya sepertinya sudah ada di bawah." Kaffa memperlihatkan ponselnya pada Zibran yang menunjukkan bila taksi Online yang ia pesan telah tiba di area rumah sakit.

"Ya udah buruan, kasian kalau lama nunggunya," ujar Zibran yang kemudian mendorong kursi roda Kaffa meninggalkan ruangan tersebut bersama Elma.

Kaffa tersenyum lebar begitu keluar area rumah sakit. Nyaris dua bulan ia menjadi tawanan di sana, tidak dapat bersekolah  dan melewatkan pertandingan final timnya beberapa minggu lalu. Meski cukup kecewa tak dapat menyaksikan permainan teman-temannya secara langsung, tapi ia cukup bangga akan keberhasilan timnya tersebut yang berhasil meraih kemenangan.

Rekaman pertandingan babak final yang Zibran dan teman-temannya tunjukan padanya membuat Kaffa tak dapat membedung air matanya bukan karena sedih, melainkan begitu bahagia. Seluruh anggota timnya bekerja keras untuk mendapatkan gelar juara, Kaffa  benar-benar bahagia melihat kemenangan itu pada akhirnya jatuh pada timnya. Ia bersyukur, sangat bersyukur karena kepergiannya dari tim merusak semangat yang lain.

"Memikirkan apa, hmmm?"  Zibran bertanya dengan lembut pada Kaffa yang sejak tadi hanya diam memandang ke luar jendela.

Kaffa menggeleng. Ia mengulum senyum tanpa menjawab pertanyaan ayahnya yang ia lakukan hanya menyandarkan tubuhnya pada Zibran, saat ini ia merasa benar-benar merasa lelah, proses fisioterapi ternyata cukup  menguras tenaga.

Zibran menghela napas lega untuk sesaat ia merasa cemas karena Kaffa tak mengatakan apa pun dan bersandar padanya. Dengkuran halus yang ia dengar setelahnya cukup menjelaskan segalanya, ia tahu bila putranya saat ini pasti sangatlah lelah. Ia yang hanya melihat saja merasa lelah akan terapi tersebut, lantas bagimana putranya?

"Kamu benar-benar luar biasa, Nak," ujar Zibran yang mengecup puncak kepala Kaffa penuh sayang. Ia benar-benar merasa beruntung memiliki Kaffa dalam hidupnya.

Perjalanan mereka pun berlangsung dalam hening. Elma sama sekali pun tak bersuara sama seperti Zibran, keduanya kompak untuk tidak mengusik tidur Kaffa, memberikan ruang untuk anak itu beristirahat karena setelahnya Kaffa akan sangat sibuk meladeni para teman-teman hingga lupa untuk istiharat.

***


Begitu tiba di rumahnya Kaffa telah disambut oleh Firza dan anak tim basket lainnya. Firza yang beralasan tak bisa menjemput ternyata sibuk mempersiapkan kejutan penyambutan bersama para teman-temannya, ijin dari Zibran dan Elma telah mereka kantongi sehari sebelumnya.

Kaffa tak dapat bekata apa pun akan kejutan yang ia dapatkan, keluarga dan para sahabatnya telah menyiapkan segalanya dengan matang. Sebuah pesta kecil-kecilan yang cukup ramai dengan kehadiran teman-temannya, sejak ia tiba siang tadi sampai adzan magrib bekumandang ia benar-benar terhibur membuat Kaffa semakin tak sabar untuk kembali bersekolah besok.

__________________________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro