• Tiga •
New York. December 27, 2018.
Suara ketukan pintu yang terdengar dari luar sontak menarik perhatian Alex. Ia memalingkan wajahnya dari layar laptop dan berkerut kening. Bertanya - tanya siapakah sosok di balik pintu yang berani mengganggunya di masa hibernasi sebelum peluncuran novel keduanya. Alex bahkan sudah menitipkan pesan pada manajer (Ben) agar tidak mengganggunya. Jadi, siapakah sosok tamu yang berani mengetuk pintu rumah Alex pada pagi hari seperti ini?
Pria berusia 27 tahun itu kemudian beranjak dari kursinya, meninggalkan pekerjaannya dan berjalan menghampiri pintu utama rumahnya.
Sejak memutuskan untuk hidup berpisah dari kedua orang tuanya, Alex mengambil pekerjaan menulis sebagai salah satu kegiatan yang ia tekuni sampai detik ini. Misteri, adalah genre novel yang berhasil membawanya pada kesuksesan. Ia pertama kali menerbitkan novelnya tiga bulan lalu dan alur cerita yang begitu nyata, berhasil membuatnya menyentuh hati para pembaca dengan cukup baik. Kritikus nasional bahkan memuji akhir dari novel yang sama sekali tidak terduga. Dan dalam waktu dua pekan, Alex akan kembali merilis novel misteri dimana aksi pembunuhan mengerikan akan menjadi tema utamanya.
"Apakah anda adalah Alex Morton?" tanya Zach.
Zach dan Nathaniel berdiri di depan pintu rumah Alex. Zach dengan kemeja putih dan mantel panjang cokelatnya sementara Nathaniel tampil santai dengan kemeja pendek biru dan celana panjang hitam serta kacamata hitam yang menutupi kedua mata sipitnya. Zach jelas akan menjalankan pekerjaannya, sedangkan Nathaniel berusaha melakukan dua hal sekaligus;bekerja dan bertemu idola.
Alex tidak langsung menjawab. Ia bahkan hanya membukakan setengah pintunya dan menyembunyikan sebelah wajahnya di balik benda besar berwarna cokelat tersebut. "Siapa kalian? Aku sedang tidak menerima tamu saat ini," kata Alex dengan ketus. "Silakan datang ke acara perilisan bukunya jika kalian ingin mendapatkan tanda tangan."
Pria dengan rambut hitam pendeknya itu hendak menutup pintu rumahnya kembali, bahkan sebelum kedua detektif itu mengatakan apapun. Namun dengan cepat, Zach mengulurkan satu tangannya yang kokoh dan menahan daun pintu rumah Alex.
Membuat sang empunya rumah mengernyitkan kening seketika. Ia lantas mencoba mendorong kembali pintu dan sempat terjadi adu dorong - mendorong di sana untuk beberapa saat sampai akhirnya Alex membuka suara. "Apa yang kalian inginkan?"
"Apakah kau mengenal Maria Pollow?"
Mendengar nama temannya disebut, Alex sontak menghentikan aksinya mendorong pintu. Ia mengangkat satu alisnya dan memundurkan posisi tubuhnya, sehingga pintu dapat terbuka seluruhnya. Matanya yang berwarna cokelat terang pun melihat Zach lalu ke Nathaniel bergantian. Sorot matanya jelas menunjukkan keingintahuan, tapi Alex berusaha menutupinya di sana. "Bagaimana kau ... kalian mengenal Maria?"
Tanpa basa - basi, Nathaniel mengangkat kartu identitasnya ke udara, menunjukkannya pada Alex sehingga kedua alis pria itu terangkat naik sesaat. "Kami adalah detektif yang menangani kasus Maria," terangnya.
Yang justru membuat Alex semakin kebingungan. Ia menyilang kedua tangannya di dada dan mengerutkan dahinya dalam - dalam.
"Kami menemukan fakta bahwa kau adalah orang terakhir yang menghubungi Maria dan tampaknya kalian memiliki sebuah janji untuk bertemu," timpal Zach menjelaskan. "Apakah dia sempat menemuimu setelah kau menelponnya?"
"Tunggu, tunggu," sela Alex cepat. Masih dengan ekspresinya yang kebingungan, ia pun melanjutkan. "Kasus Maria? Ada apa ini? Apakah Maria terlibat masalah, sampai detektif kepolisian mendatangiku di pagi hari seperti ini?"
Zach dan Nathaniel saling beradu pandang sebelum akhirnya Zach mengambil alih. "Maria ditemukan tewas di sebuah rumah tua yang berada di ujung jalan ini," katanya memberi tahu. "Kami sedang menyelidiki kasus kematian Maria."
Wajah yang sebelumnya terlihat bingung, heran, tak mengerti, tiba - tiba berubah. Alex mematung bak tersambar petir di siang hari. Ia bahkan tak bisa mengucapkan apapun selama beberapa detik, sebelum akhirnya kesadarannya kembali dan kedua matanya tampak sedih. "Maria ... dia meninggal? Bagaimana bisa?"
Alex sungguh tidak tahu apa - apa, tapi bagi Zach dan Nathaniel yang sudah berkecimpung di dunia kriminal selama lebih dari 3 tahun tidak dapat menyimpulkan hal tersebut semudah itu. Zach menghela napas, sementara Nathaniel menyimpan kembali kartu identitasnya ke dalam saku kemeja. Zach kemudian mengeluarkan jurnal kecil dari dalam saku mantel cokelatnya serta pena hitam yang senantiasa menemani jurnal pribadinya tersebut. "Kami perlu menanyai beberapa hal terkait Maria. Bisakah kau meluangkan waktumu untuk kami?" tanya Zach dengan sopan. "Karena kami memiliki nama dan nomormu sebagai satu - satunya orang yang dihubungi oleh Maria pada malam dia dinyatakan menghilang."
"Apa? Bagaimana bisa?" Alex merasa arah pembicaraan ini tidak akan berlangsung mudah. Kedua polisi di hadapannya sudah seperti karakter dalam novelnya sendiri. Polisi mendatangi saksi, menanyai beberapa hal dan pada akhirnya menuduh saksi itu sebagai tersangka atau bahkan pelaku dari sebuah kasus pembunuhan. "Aku sama sekali tidak mengetahui soal kematian Maria."
Alex refleks mengatakan hal tersebut karena sudah terbiasa menulis kisah misteri dalam novelnya. Namun, Zach serta Nathaniel menanggapinya berbeda. Kecurigaan itu lantas muncul, menyergap suasana canggung yang menyelimuti atmosfer di antara mereka. Lalu, Zach pun berinisiatif untuk melanjutkan obrolan dan mengubahnya menjadi interogasi serius. "Kami tidak berkata bahwa kau terlibat, kami hanya perlu mengkonfirmasi sesuatu darimu." Alex menggigit bibirnya, tampak ragu - ragu. "Jika kami boleh tahu, dimana kah kau berada pada rentang tanggal 24 - 25 desember?"
"Tentu saja di rumahku." Tanpa sadar Alex meninggikan suaranya. Yang membuatnya seperti panik atau gugup karena Zach melempar pertanyaan seperti itu. Alex lantas berdeham, memperbaiki intonasi suaranya di hadapan kedua detektif itu. "Maksudku, aku benar - benar sudah berada di rumahku selama kurang lebih satu pekan karena sibuk menyiapkan perilisan buku. Aku meninggalkan pesan pada manajerku untuk tidak menghubungiku atau melakukan komunikasi selama aku menyelesaikan semua pekerjaan itu."
"Kenapa kau harus menutup kontak dari semua orang, tapi kau menghubungi Maria malam itu?" timpal Nathaniel. "Kau bahkan menyuruhnya untuk datang ke rumahmu. Bukankah ini sedikit aneh?"
Alex sama sekali tidak bereaksi untuk pertanyaan yang satu itu. Ia hanya memutar kedua bola matanya malas dan menghela napas jengah. "Di saat seperti inilah aku sangat membenci alibi dan saksi. Aku tahu meski aku berkata yang sejujurnya, kalian tetap memerlukan bukti, bukan?"
Zach dan Nathaniel hanya saling beradu pandang untuk sejenak, kemudian kembali pada Alex yang kini menatap mereka dengan malas.
"Maria menghubungiku dan berkata bahwa dia membutuhkan uang dalam jumlah banyak. Aku tidak bisa meminjamkan uang pada sembarang orang, terutama untuk sesuatu yang tidak penting," ucap Alex menjelaskan. "Jadi, aku memintanya untuk datang ke rumahku sehingga dia menjelaskan alasan mengapa dia membutuhkan uang sebanyak itu. Aku menghubunginya lagi, tapi dia sama sekali tidak menjawab panggilanku."
"Apakah dia sama sekali tidak sempat datang ke rumah ini?" tanya Zach lagi.
Dan Alex pun menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku juga tidak mencarinya karena aku benar - benar sibuk selama berada di rumah."
"Apakah ada bukti atau saksi yang dapat memperkuat alibimu itu?" tandas Nathaniel.
"Ya. Itulah yang membuatku membenci situasi ini," kata Alex kesal. "Kamera CCTV ku sedang diperbaiki dan tidak ada satupun teman ku yang berkunjung karena mereka tahu aku tidak bisa menerima siapapun saat dalam masa hibernasi ini."
Zach menutup jurnalnya dengan keras dan memandang Alex lurus - lurus. "Artinya alibimu tidak kuat dan statusmu ... bisa berubah menjadi tersangka pembunuhan dalam kasus ini."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro