Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2


Insiden Kebun Binatang

Ellie makin giat menggunakan kamera barunya akhir-akhir ini. Tidak hanya di ajarkan memotret oleh Mrs. Sheloinee, tapi Ellie juga diajarkan cara memakai zoom in dan zoom out. Kawasan yang ia jangkau untuk memotret juga bukan hanya di dalam rumah saja, tapi kini ia merambah ke halaman depan dan halaman belakang. Ia memotret kupu-kupu kuning yang hinggap di bunga dengan tepat, juga memotret rentetan semut yang berbaris menuju ke sarangnya.

Mr. dan Mrs. Sheloinee mengamati kegitan Ellie itu setiap hari. Mereka sangat bersyukur akhirnya anaknya tidak hanya mendekam di kamarnya sambil melihat ke luar jendela, sekarang ia sedang berjalan menyusuri taman untuk mengikuti gerombolan semut hitam. Manis. Mereka tak pernah merasakan kebahagiaan ini sebelumnya. Ellie kecil mereka telah menemukan apa yang ingin ia capai.

"Mom! Pops!" seru Ellie dari ujung taman sambil melambai-lambaikan tangannya. "Lihat! Ada semut yang kepalanya sangat besar!"

"Jangan dipegang, Ellie!" Mrs. Sheloinee memperingatka dari teras rumah. "Kau bisa tergigit dan kulitmu akan gatal!"

"Baik, Mom!"

Mr. dan Mrs. Sheloinee tersenyum lebar. Mereka sadar bahwa anak ini sangat aktif. Mereka yakin anaknya kelak akan menjadi seseorang yang dapat mereka banggakan. Penyakit yang menetap dalam tubuh mungil Ellie kini tak pernah menunjukkan keberadaannya lagi, seakan hilang dari tubuh Ellie. Harapan orang tua Ellie salah satunya adalah itu, penyakit epilepsi yang diderita Ellie tak akan mengganggu masa depannya.

*

"Hai, Ellie!" sapa Mr. Sheloinee pada putri kecilnya yang baru saja bangun dari tidur malamnya. Ellie masih lengkap menggunakan piama biru bergambar Winnie the Pooh dan sandal rumahnya yang berbentuk babi berwarna pink. Matanya terlihat sangat berat, seperti tak mau bangun dari alam mimpinya semalam. "Bagaimana tidurmu semalam, sayang?"

Ellie mangambil duduk di seberang Mr. Sheloinee kemudian mengambil sebuah piring yang ada di hadapannya. Ia sedikit berdecak, "Aku tidur terlalu larut Pops. Sorry."

Wajah tenang Mr. Sheloinee mengukir seulas senyuman. "Apa yang kamu lakukan malam-malam, Ellie?"

"Aku hanya mengambil gambar London saat malam." Ellie mengambil dua lembar roti tawar, lalu mengoleskan selai strawberry di atasnya. "Aku bosan hanya mengambil gambar jalanan macet, atau binatang-binatang kecil di halaman rumah. Aku ingin sesuatu yang beda, Pops."

Mr. Sheloinee menatap putrinya dengan tajam selama sesaat. Ia tampak tak tega melihat Ellie kecilnya hanya berada di sekitar rumah saja, tanpa mengetahui apa yang ada dibalik pagar besi rumahnya yang menjulang tinggi. Padahal, anak-anak seusia Ellie biasanya sudah mulai bermain bersama dengan teman-temannya mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada.

"Ehm, Ellie dear." Mr. Sheloinee akhirnya berkata setelah terdiam agak lama, "Hari ini Pops dan Mom berencana mengajakmu pergi ke Kebun Binatang. Jadi, apa kamu—"

Perkataan Mr. Sheloinee terhenti ketika tiba-tiba Ellie kecil memeluk perutnya. Walaupun awalnya Mr. Sheloinee tampak terkejut oleh perbuatan putrinya, tapi tatapannya kembali melunak dan ia tersenyum hangat kepada putrinya.

"Thank you, Pops!" suara melengking Ellie terendam perut bidang Popsnya. Mr. Sheolinee mengelus dengan sayang rambut keriting Ellie yang mulai panjang.

"Your welcome, dear." Katanya sambil bangkit berdiri setelah Ellie kecil melepaskan pelukannya. "Nah, sebaiknya kau mulai membenahi diri. Pops serta Mom akan menunggu di bawah."

"Okedokeey, Pops!" Ellie turun dari tempat tidurnya, lalu melompat-lompat kecil menuju ke salah satu babysitternya yang sudah menyiapakan perlengkapan mandinya.

Sekitar 20 menit kemudian, mereka bertiga berangkat menuju ke Kebun Binatang terdekat yang berada di sana. Jika biasanya Mr. dan Mrs. Sheolinee selalu menggunakan sopir untuk mobil Caravellenya, kali ini berbeda. Mr. Sheolinee memilih mengemudi sendiri menggunakan mobil Nissan Juke miliknya yang kadang ia gunakan untuk bersantai dengan istrinya.

"Mom, apa itu?" tunjuk Ellie ketika mereka sedang melewati sebuah restaurant. Restaurant itu berbentuk seperti kuil-kuil yang ada di China dengan cat tembok berdominan merah dan kuning. Di depannya terdapat lampiaon-lampion yang berwarna senada. Lampu di dalamnya berkelip-kelip seperti lampu pada pohon Natal.

"Itu restaurant, Ellie." Jelas Mrs. Sheolinee.

"Restaurant?" Ellie menatap ibunya dengan tatapan polos, "Apa itu restaurant, Mom?"

"Restaurant itu tempat di mana kita bisa memesan makanan apa saja yang kita inginkan. Kau bisa memesan—eh, Lassagna di restaurant itu?"

"Be-benarkah itu, Mom?" Tanya Ellie terkagum-kagum saat makanan kesukaannya disebut

"Tentu saja, Ellie." Jawab Mr. Sheolinee sambil memandang putrinya dengan sayang. "Nanti saat pulang kita akan makan di restaurant itu."

"Benarkah!" pekik Ellie senang, "Pops janji?"

"Aye, Pops janji."

Beberapa saat kemudian mereka sudah berada di kebun binatang. Suasana liburan membuat kebun binatang hari ini dikunjungi banyak wisatawan. Loketpun tampak penuh dengan antrian pembeli. Tapi untunglah antriannya berjalan dengan cepat, sehingga keluarga Sheolinee bisa segera masuk dan menikmati pemandangan kebun binatang. Mr dan Mrs. Sheolinee mengikuti putrinya yang berlari-lari kecil melintaasi kandang-kandang para binatang sambil sesekali berhenti untuk memotret mereka. Wajahnya tampak sekali raut bahagia. Raut muka yang sangat jarang Ellie tunjukkan. Ia tampak sangat cantik dengan jaket jeans dan celana pendeknya.

"Ellie, jangan lari-lari terus! Nanti kau kecapaian." Tegur Mrs Sheolinee ketika Ellie habis mengambil gambar dari seekor panda.

"Iya, Mom!" jawab Ellie, yang walaupun menjawab begitu tetap saja berlari-lari kecil.

"Ellie!"

Sang Mom kembali menegurnya, tapi Ellie sudah tak dapat mendengarnya karena semakin jauh dari kedua orang tuanya. Mr. Sheolinee menepuk bahu istrinya dengan pelan sambil berkata, "Jangan terlalu panik. Aku yakin ia takkan kenapa-napa."

Sementara kedua orang tuanya sedang bercakap-cakap, Ellie sedang mengambil gambar seekor burung Murray yang berwarna merah di bagian dadanya. Saat hendak berlari menuju ke kandang yang berikutnya, tiba-tiba kakinya tak dapat digerakkan dan ia terjatuh.

Kamera yang dipegangnya terlepas dan terjatuh hingga pecah. Orang-orang yang lewat sampai berhenti karena dentuman yang terdengar cukup keras. Ellie kaget dan panik karena tubuhnya tak bisa digerakkan. Semua sarafnya terasa menegang dan ia mulai mengalami kejang-kejang. Pandangannya mulai kabur dan bergerak-gerak. Ia kehilangan kontrol diri.

"Nak? Nak! Kau baik-baik saja?" orang-orang mulai mengerumuninya.

Ellie kecil yang malang tak dapat membalas ucapan mereka, bahkan saraf-saraf di tubuhnya tak mau menuruti apa yang ia inginkan. Hal terakhir yang ingin ia dengar sebelum rasa sakit membuatnya pingsan adalah jeritan histeris sang Mom dan tatapan cemas sang Pops.

*

Ellie bangun seminggu setelah ia pingsan di kebun binatang itu. Samar-samar karena matanya belum bisa terfokus, ia melihat hampir di seluruh tubuhnya terdapat selang-selang medis. Ia kembali memejamkan mata dan mulai menghirup nafas dalam-dalam.

"Ellie, Miss," suara seseorang yang terdengar sangat berwibawa membuat Ellie menengadah menatap sumber suara. Orang itu mengenakan jas putih dan kemeja biru serta dasi berlorek-lorek di baliknya.

"Hm?" saat menjawab, Ellie seperti tercekik sesuatu sehingga ia terbatuk-batuk hebat.

Sang dokter menekan saraf yang terdapat di pergelangan tangannya untuk mengecek denyut jantungnya. Setelah merasa yakin, sang dokter mengeluarkan senter dan mulai memeriksanya sesuai dengan prosedur yang ada di rumah sakit. Menit demi menit berlalu sampai akhirnya sang dokter selesai.

"Bagaimana kondisi Ellie, Dok?" Mrs. Sheloinee bertanya kepada Dr. Riley yang sedang menulis sesuatu di sebuah kertas yang lantas diberikannya kepada seorang perawat yang menungguinya.

"Well," ujar sang Dokter, "Begini, Ma'am. Sepertinya kau tak pernah membawanya pergi keluar rumah, dan begitu sekalinya ia pergi keluar dari rumah, tubuhnya menjadi terkejut dengan perubahan drastis. Itu yang pertama kali memicu penyakitnya."

"Tapi apakah ia akan baik-baik saja, Tim?" Tanya Mr. Sheloinee kepada sahabatnya.

"Dia akan baik-baik saja, Sir." Ujar sang dokter dengan pelan, "Asalkan kalian tidak membiarkannya kecapaian. Ingat, semakin ia kecapaian, semakin parah pula kondisinya jika ia kumat."

"Apakah kau tak bisa menyembuhkannya, Tim?"

"Maafkan aku, Sir. Tapi kami baru menemukan obat penahan rasa sakit untuk penyakit ini saja. Jika penyakit ini bisa disembuhkan, sudah dari dulu aku sembuhkan Ellie kecil."

"Apakah sudah tak ada harapan lagi, dok?" Tanya Mrs. Sheloinee sambil menatap putrinya khawatir.

"Tenang saja, Nyonya. Ellie itu kuat, aku yakin dia pasti bisa bertahan." Ujar Dr. Riley mantap. "Lagipula, kasus epilepsi Ellie kecil bukanlah yang pertama."

"Apakah kau yakin?"

"Aku percaya kalau Miss Ellie pasti bertahan," Dr. Riley berkata dengan hati-hati, "Tentu saja jika kalian bisa menjamin Ellie kecil tak kecapaian."

Mr. Sheloinee menatapnya sedih. Ia menghela nafas berat dan berkata, "Ini semua salahku, harusnya aku tidak membawanya keluar. Aku—"

"Maafkan aku, Sir." Potong Dr. Riley "Sebenarnya saya masih ingin berlama-lama di sini, tapi ada panggilan darurat. Jadi aku harus pergi sekarang."

"Ah, aku mengerti. Maaf telah merepotkkanmu, Tim." Ujar Mr. Sheloinee sambil mengangguk.

Setelah Dr. Riley pergi, Ellie yang sedaritadi hanya diam saja menatap Mr. Sheolinee dengan pandangan kosong. Mr. Sheolinee berjalan mendekatinya dan menyibakkan rambut poni Ellie ke belakang dengan pelan. Ia menggumamkan sesuatu yang Ellie tidak mengerti sama sekali.

"Pops," panggil Ellie akhirnya.

"Ada apa, Kiddo?"

"Di mana aku?" tanyanya tak yakin.

"Tidakkah kau ingat ruangan ini, Ellie dear?" Tanya sang Pops sambil menatap langit-langit ruangan. "Ini adalah ruangan yang sama seperti yang biasa kau tempati sebelum kembali ke rumah."

"London Premier Hospital." Ujarnya dengan nada datar. Kedua matanya membulat sempurna, lalu ia memejamkan mata dan mengernyitkan hidungnya. Ia sudah tahu kalau ini adalah akhir dari kebebasannya.

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro