第十三天 (13)
Sejak percakapan semalam dengan Darren, Sung Yi jadi terus terpaku ke punggung Xiao Xing di depannya. Ia tidak fokus dengan laoshi yang sedang menerangkan pelajaran. Ia lebih tertarik dengan pikirannya yang menduga-duga seperti apa perasaannya waktu melihat orangtuanya bertengkar. Bagaimana bisa seseorang lembut seperti Xiao Xing mendapat banyak sekali tekanan di rumahnya sendiri? Sung Yi juga pernah dengar orangtuanya bertengkar. Tapi yang tidak pernah ia khawatirkan lebih lanjut adalah, karena ibu yakin ayah terlalu fokus bekerja dan selalu menurut karena ibu cukup galak, Sung Yi selalu tahu kalau takaran pertengkaran mereka tidak akan membuat ia dan kakaknya pusing. Selama enam belas tahun hidup dengan mereka, orangtua Sung Yi bertengkar secukupnya. Beruntung ayah yang memiliki sifat lapang dada.
Setelah beberapa menit kelas selesai, anak-anak mulai beranjak meninggalkan kelas. Sha Yue menghentikan Sung Yi yang hendak beranjak. Disusul Wei Wei yang menebarkan tiga kupon diskon McDonald ke depan wajahnya.
"Kalian mengajakku?" tanya Sung Yi. Tangan Sha Yue menjitak kening Sung Yi.
"Kau pikir? Kami akan menyelamatkanmu dari Darren hari ini," tukas Sha Yue sambil merenggut lengan Sung Yi, disusul Wei Wei lagi. Dengan gerak riang, menarik Sung Yi keluar kelas.
"Maaf teman-teman tapi aku tidak butuh diselamatkan," sahut Sung Yi sambil memicingkan mata. Sha Yue agak bingung dengan reaksi itu.
"Apa maksudmu?"
Wei Wei menambahkan, "oh tidak. Apa otakmu sudah dicuci—"
Sung Yi keburu menoyor kepala gadis berkepang dua itu.
"Aku mendapat les tambahan gratis untuk mengerjakan materi Sains semester depan. Jangan harap kalian meminta!"
Sung Yi mendengus sambil beranjak duluan. Tangannya dicekal Sha Yue cepat, "eh! Siapa? Siapa yang bisa memberimu waktu?"
Mungkin ini akan kedengaran aneh buat teman-temannya. Dan Sung Yi jadi sadar sekarang kalau ia dan Darren cukup dekat. Mayoritas, orang-orang hanya tahu kalau Darren itu si Preman Kelas, si Dewa Tawuran dari Taipei. Anak kota yang lebih berkelas, maka ia punya perkumpulan sendiri. Tapi soal beasiswa dan keyakinan Zong Bao laoshi waktu SMP...
"Darren akan mengajarkanku," sahut Sung Yi santai. Melahirkan jerit kaget keduanya. Sha Yue dan Wei Wei saling merangkul takjub.
"Wah, wah lihat siapa yang semakin dungu. Bagaimana kau percaya si Preman Kelas itu pintar?" Sha Yue agak membetulkan poni ratanya, diikuti Wei Wei yang mengangguk.
"Sung Yi, lebih baik kau cepat-cepat menjauh dari Darren sebelum kena imbasnya. Kalau kau sampai dekat sama dia, Alan bagaimana!? Kau mengkhianati dia? Juga suamimu, Eric!"
Sung Yi mengibaskan kedua tangannya, "jangan khawatirkan mereka. Aku hanya mengambil keuntungan. Bagaimana?" Alisnya ditaik-taikkan meyakinkan kedua temannya. Sebenarnya Sung Yi agak menggoda mereka juga. Tahu kalau mereka sama-sama kurang dalam materi itu. Dan mereka lebih mau nilainya di atas rata-rata daripads mengulang tahun.
"Ayo, tidak perlu banyak pikiran." Sung Yi langsung menarik kedua temannya menyusuri koridor yang cerah. Langkah Sha Yue dan Wei Wei masih terasa berat waktu Sung Yi menyeretnya paksa. Tapi lebih dari ingin belajar, Sung Yi ingin membuat kedua temannya kagum dengan kebenaran yang disembunyikan Darren selama ini.
xx
"Kau mengajak mereka untuk apa, dungu?" Hidung Darren mulai kembang kempis, tapi cuma senyum kering yang menjawab. Dari ujung kafe di tengah kota, menepilah Sung Yi bersama kedua temannya, juga Darren yang ditemani kedua kacungnya.
"Apa salahnya? Temanku itu, juga temanmu. Bagaimana? Kau harus menepati loh. Lagipula, mubazir jika ilmu tidak disebarkan secara meluas," sembur Sung Yi sedikit melirik Sha Yue yang tahu-tahu sedang terkikik pada sesuatu yang dibicarakan Liao Ren. Pemandangan aneh sekaligus lucu.
Darren menghela napas. "Baiklah. Tidak ada jalan keluar selain mengajari dungu-ers."
Sung Yi melompat girang, mengikuti Darren yang berputar ke meja kafe yang agak memojok di dekat jendela. Dari luar, cuaca agak mendung. Beberapa orang mulai memenuhi sisi trotoar. Kendaraan mengisi separuh persimpangan. Kesibukan memisahkan diri dari dalam kafe yang tenang. Suara musik mengalun lembut, mengiringi bisik-bisik obrolan pengunjung lainnya.
Meja bundar itu praktis dikelilingi keenam anak sekolahan. Menghabiskan hari sebelum petang, di sebelah mereka masing-masing berdiri satu gelas minuman yang sudah dipesan. Sambil duduk di sebelah Darren dan Wei Wei, Sha Yue memanggil Sung Yi.
"Eh, Liao Ren bilang dia ingin mengajakku bermain sepatu roda. Lihatlah siapa yang ketinggalan jaman ini!" Sha Yue mendelik ke arah Liao Ren yang tidak terima. Poni ratanya terkibas sedikit, ia refleks merapikannya.
"Lalu kau kalau pacaran mau diajak ke mana?" tantang Liao Ren tak mau kalah. Seakan-akan perbincangan beberapa menit mereka sudah mengubah lukisan menjadi hidup, anjing kucing jadi akur.
"Tentu saja ke kafe itu cukup, mengobrol bersama, jalan-jalan di mall sambil berfoto..."
A Shu yang sudah mengeluarkan bukunya mendecih, "anak perempuan normal memang membosankan. Tengoklah Sung Yi, ia mau diajak bos bermain ke arena sepatu roda."
Yang dipanggil namanya refleks mengangkat wajah dari buku. Ia menatap dengan mata setengah terbuka. "Itu karena aku dalam kendali. Kalau tidak, yah..." Merasa was-was, Sung Yi melirik ke Darren yang ternyata fokus ke buku pelajaran. Untuk beberapa detik, pemandangan itu cukup... mententramkan.
"Eh, kau ini mau menggosip atau ikut belajar, sih?" tegur Sung Yi mengubah topik. Ternyata buat para kacungnya sendiri, Darren turut membantu mereka. Sejak kejadian laporan warga itu, sebenarnya Sung Yi sudah bisa menduga kalau hal kecil seperti ini pun Darren pasti mau membantu.
Separuh hatinya agak menghangat ketika menyadari kalau kenyataan itu terjadi di depan matanya sekarang. Siapa yang bisa mengira kalau si Preman Sekolah atau si Dewa Tawuran ini jago akademik? Ze Hua mungkin tidak mau menjelaskannya sejak awal karena mungkin percuma. Dan mereka yang cuma tahu Darren dari luar memang harus menyaksikannya sendiri.
"Nih," Darren mendorong materi baru dari buku cetak, lalu A Shu menyusun ringkasannya sendiri. Disusul Liao Ren yang ikut menyalin. Kelihatannya kedua anak itu dapat ujian ulang, sementara Darren membagikan materi. Hal-hal ini yang kesannya tipuan. Dulu, sewaktu kelas sepuluh, Darren sering bolos kelas, bahkan hampir siswa kelas 10-4 selalu kosong. Mereka selalu jadi langganan contoh siswa buruk setiap pertemuan orangtua per semester. Bahkan tak jarang beberapa minggu sekali, semua murid disuruh hati-hati dan tidak boleh pulang malam. Lalu besoknya akan ada gosip kalau Darren dan kedua kacung ini di hukum. Bagi siswa cewek, Darren di mata mereka hanya sosok yang tidak dianggap ada, atau kalau ada sekali pun, Darren pasti sedang menjalani hukuman.
Tapi jauh setelah ini, mungkin Sung Yi bisa mengubah garis bintang Orion, membelok dan membuat satu arah baru.
"Yang mana tadi kau bilang?" tanya Darren. Cowok ini kalau memegang pulpen kesannya jadi menakjubkan. Darren tidak buruk untuk menyaingi Alan. Ia tinggi dan punya dua alis yang meneduhkan kedua mata elangnya. Rahangnya agak kotak, tapi ketegasan itu menunjukkan sosok cowok yang kuat dan keren.
Tunggu, kenapa jadi membahas ini?
Kening Sung Yi tahu-tahu dipukul ujung pulpen.
"Dungu, yang mana? Ayo cepat, jangan mengulur waktu."
Sejenak Sung Yi membenarkan kacamat bundarnya lalu menunjuk rumus-rumus fisika beserta diagram di bab terakhir yang ia pelajari. Wei Wei dan Sha Yue ikut mendekatkan diri sebelum Darren menarik napas dan memandang materi itu dengan tatapan malas.
"Yang ini kan tinggal menghapal satu rumus saja," gumam Darren. Ia menarik buku catatannya yang tenggelam dengan buku cetak. "Oke, kalian para dungu-ers mungkin agak lamban jika tidak diberi contoh. Seperti ini..."
Darren setengah menunduk, memberikan dirinya fokus ke buku pelajaran sembari Sung Yi terkekeh pelan. Dari luar jendela, mata Sung Yi sempat berpindah ke seseorang yang tak asing lewat di depan mereka. Sung Yi tertegun sejenak, suara Darren mulai menjelaskan.
Di antara kedua gadis yang berseragam sama, Sung Yi menemukan tatapan penuh binar dan senyum kecil di bibir Xiao Xing. Matanya tak menatap Sung Yi. Yang Sung Yi tahu jelas, Xiao Xing sedang memandang punggung Darren yang membelakanginya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro