Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

第二十四天 (24)

Masa-masa liburan penuh dengan banyak cerita. Separuh musim panas sudah terlewati, bersama ponsel apelnya, Sung Yi semakin percaya diri untuk mendalami otaknya ke dalam buku pelajaran. Ia jadi tahu ke mana arah mata pelajaran yang ia suka. Antara bahasa inggris atau biologi. Ia masih butuh bantuan Darren jika belajar Fisika, sementara Alan untuk Matematika. Kadang mereka bertiga menghabiskan waktu di kafe yang sama seharian penuh demi mengajarkan Sung Yi beragam materi dan tips mengerjakan soal berulang-ulang. Sung Yi sendiri lama kelamaan terbiasa dengan banyaknya pasokan materi di otaknya. Malah ajaibnya, karena keseringan belajar itu, jika ia sedang tidak belajar bersama, dibanding membaca komik, sekarang ia lebih senang menonton film yang berbahasa inggris.

Contohnya film yang lagi populer saat ini, To All the Boys I Loved Before dari Jennie Han yang diangkat ke layar lebar. Karena film itu berasal dari novel, Sung Yi jadi mencoba membeli novel bahasa inggrisnya dan ia jadi menambah banyak sekali kosa kata baru dan ia sangat menyukainya waktu bisa menghapal banyak kata.

Kata Alan waktu itu, kebanyakan orang yang tidak pintar di matematika atau fisika, biasanya akan pintar di sosiologi atau sejarah. Sung Yi bilang ia suka membaca jadi hal-hal berbentuk penjelasan yang runut akan lebih terasa masuk akal daripada angka-angka yang dijumlah sana sini, bisa berubah jadi angka yang lain. Yah, walaupun kedengarannya angka itu menyebalkan tapi Sung Yi tetap menguatkan diri untuk membiasakan belajar demi universitas Taipei dan ponsel apel yang kini digenggamnya terus.

Hari itu, waktu siang hari yang terik, semua orang sedang sibuk di depan kipas angin di depan wajahnya, menikmati sup buah atau semangka di depan TV, Sung Yi sedang membaca novel inggris yang lain tiba-tiba mendapat telepon video.

"Xiao Xing?" sapa Sung Yi yang melihat pantulan gadis itu di sebuah ruangan. Wajah Xiao Xing terlihat bersemu merah, rambutnya yang sebahu dikuncir cepol ke atas kepala. Ia mengipasi wajahnya sambil tertawa-tawa.

"Kau harus tebak apa yang baru saja terjadi padaku."

Selama beberapa minggu terakhir, Darren dan Xiao Xing sama-sama sering membantunya belajar Fisika. Kalau Xiao Xing boleh keluar rumah, biasanya mereka berempat menghabiskan waktu di rumah Alan atau kadang belajar bersama di rumah Xiao Xing juga. Xiao Xing dan Darren menghabiskan waktu untuk mempelajari materi Olimpiade Fisika sementara Sung Yi dan Alan akan sibuk tertawa-tawa merasakan penderitaan mereka berdua. Alan tidak akan mengikuti Olimpiade lagi karena ia sendiri ingin fokus dengan ujian. Dan Darren akan debut untuk pertama kali keluar dari panggilan kerasnya selama ini; Preman Sekolah.

"Apa yang kulewatkan?" tanya Sung Yi.

Sejak kedekatan dengan Darren juga, Xiao Xing nampak sedikit lebih sering bercerita. Sering kali Sung Yi mengobrol lewat chat dengan cewek itu. Membicarakan bagaimana rasanya waktu Darren menghubunginya dan mengingatkannya akan sesuatu dan itu membuat dada Sung Yi ikut berdebar. Kalau Darren yang perhatian begitu, apa jadinya ya Sung Yi? Yah, sayangnya itu tidak akan terjadi karena Darren menyukai Xiao Xing. Cukup bagi Sung Yi bisa melihat cowok itu mengukir masa SMA-nya dengan cara yang seharusnya. Sudah tidak bertarung saja, kebanggaan Sung Yi selalu meledak kalau melihat sepasang sejoli itu sedang belajar bersama.

"Kemarin waktu aku dan Darren belajar bersama di kafe, aku tanpa sengaja menceritakan masalah ibu dan ayahku. Kau tahu, kan, mereka berdua terlalu sering bertengkar sampai aku sendiri bingung kenapa mereka tidak bercerai. Tapi waktu aku menceritakan kalau aku sebenarnya terlalu takut untuk mereka bercerai, Darren memelukku dan mengatakan kalau aku bisa menghadapinya. Aku begitu bahagia daripada merasa sedih."

Sung Yi menyamarkan kecut di bibirnya sebelum menjawab, "dia benar. Kau pasti bisa menghadapinya, kok." Walau permasalahan itu hanya kadang-kadang mengisi ruang obrol keempatnya jika sedang belajar bersama, tapi Xiao Xing jarang menunjukkan kesedihan yang mendalam. Wajar saja jika suatu hari ia kelepasan dan merasa kalau sebenarnya tekanan itu hanya pura-pura hilang namun sebenarnya masih begitu mengganjal.

"Lalu, apa kau masih merasa tersipu?" Sung Yi jadi seperti bisa membayangkan Darren memeluk Xiao Xing. Dengan proposional tubuhnya yang tinggi, itu pasti akan menjadi pemandangan menakjubkan seperti di film-film. Wah, Darren memang hebat!

"Ini sudah beberapa jam setelah kemarin, tapi setiap aku menonton drama yang sedang aku ikuti dan adegan itu, aku merasa itu memang nyata! Dan aku yang mengalami itu!" Kali ini sedikit melompat kegirangan, Xiao Xing mengubah layarnya ke sebuah laptop tempat drama A Love So Beautiful yang diperankan Shen Yue dan Hui YiTian di depannya. Drama itu cukup terkenal di China.

"Ah, aku kadang tidak percaya Darren adalah pelukan pertamaku."

Perkataan itu membuat Sung Yi teringat hal yang sama. Hari itu, sebelum liburan musim panas hari pertama, waktu Darren memboncenginya lewat taman sembilan, Sung Yi memeluk punggung Darren erat di atas sepeda yang terlonjak. Kenapa tiba-tiba ia mempunyai pernyataan yang sama juga?

"Selanjutnya, ia akan jadi ciuman pertamamu, bukan?" sahut Sung Yi menghalau ingatannya tadi.

Kamera berbalik lagi ke wajah Xiao Xing yang mungil tapi membelalakkan mata, "Sung Yi! Bagaimana bisa kau berpikir sejauh itu?"

Sung Yi terkikik, "kau harus memikirkannya. Apa dia sudah mengajakmu pacaran? Ah, ayolah kapan aku mendapat kabar itu?"

"Hey, aku dan dia masih terlalu jauh. Selalu ada tahapannya, pertemanan, sahabat, lalu saling jatuh cinta. Yah tak masalah bagiku untuk menunggunya, karena aku yakin Darren juga perlu waktu untuk menyatakan perasaan, bukan?"

"Wah, wah, lihat siapa yang begitu percaya diri. Aku juga yakin sih," sembur Sung Yi membuat keduanya saling tertawa.

Semakin sering mereka berdua menghabiskan liburan musim panas, semakin cepat juga bagi Sung Yi melewatkan masa-masa ini tanpa Darren. Supaya waktu masuk sekolah lagi, ia tidak perlu lagi terbiasa menunggu Darren. Bagaimana pun, Darren harus pacaran dengan Xiao Xing!

"Aku pasti akan mengabarimu secepatnya karena aku juga berharap demikian!—" seseorang mengetuk pintu kamar Xiao Xing, gadis itu agak terperangah lalu terdiam sejenak dan menjawab ketukan itu.

"Eh, Darren sudah di bawah nih, aku harus mengerjakan kuis lainnya. Ah, dramanya belum selesai padahal."

"Jangan terburu-buru, habiskan waktu berduamu dengan baik. Drama masih bisa ditonton lain kali, kok."

Xiao Xing melempar senyum manis, "kau benar. Aku tutup dulu ya," Xiao Xing melambai.

"Dadah! Semoga dia menciummu hari ini!"

Belum sempat Xiao Xing melotot, Sung Yi keburu menutup teleponnya setengah tertawa. Lalu ketika hening di kamar menyambar, ia baru ingat kalau ia dan Alan belum pernah sekali pun kontak fisik. Sung Yi tidak mengharapkan hal itu juga. Walau dulu ia sangat bermimpi bisa melakukannya tapi ada sesuatu yang sampai sekarang tak ia mengerti dan masih terasa janggal untuknya bisa merasakan itu. Hal-hal kecil yang baru, lama-lama menutupi sesuatu yang asing dalam dadanya. Bahkan Sung Yi sendiri tidak akan pernah sadar perasaan itu.

Ponsel Sung Yi berdenting sekali. Ada pesan masuk dari Alan. Ia mengeceknya lalu tersenyum.

"Apa kau mau menemaniku bermain sepatu roda? Adikku bilang ia ingin bertemu denganmu, nih."

Dengan senang hati, Sung Yi membalas cepat, "tentu saja boleh! Ayo kita main sebelum malam ini mengerjakan kuis yang lain."

"Let's go!" Alan mengetik dengan cara yang imut.

Langit cerah di luar jendela menghiasi bingkai jendela kamar Sung Yi. Ia sudah jarang mengharapkan Darren muncul lagi di balkon sejak tiga minggu terakhir. Walaupun masih sering bertemu untuk belajar bersama, tapi dari yang Sung Yi ingin batasi adalah hal-hal kecil seperti mengobrol berdua di atap itu. Bagaimana pun, Xiao Xing dan Darren sebentar lagi akan jadi pasangan. Dan Sung Yi harus tahu batasan-batasan itu sendiri.

Walau selalu ada perasaan kosong yang semakin jelas terasa.

xx

Arena sepatu roda nampak ramai. Tidak biasanya banyak anak-anak kecil ikut berseluncur bersama orangtua mereka. Mereka banyak mengenakan helm pengaman, mengamati itu dari bangku tunggu, Sung Yi tersenyum kecil. Bukankah mereka itu imut-imut!

Dari arah pintu masuk, seseorang memanggilnya. Sung Yi menoleh dan mendapati Alan yang tersenyum manis menggandeng seorang gadis berumur sekitar sepuluh tahun yang langsung sumringah. Adik Alan, Luo Min Yue. Waktu pertama kali bertemu saat belajar di rumah Alan, Yue Yue sangat baik. Dia membantu Alan menjamu mereka semua dan menawarkan makanan. Bagi anak kecil seumur itu, Sung Yi merasa sudah cukup pengertian.

Yue Yue melambai lalu agak berlari dan memeluk Sung Yi yang hanya sepinggangnya.

"Kak Sung Yi, tebak hari ini kakakku berdandan cukup lama di depan cermin berapa lama? Dia bahkan menyemprotkan wewangian di tubuhnya."

Sung Yi hampir menyemburkan tawa sambil melirik Alan yang salah tingkah. Cowok itu mencubit pipi Yue Yue yang tembam sambil mengomelinya setengah bercanda.

"Siapa yang tadi berjanji padaku untuk tutup mulut?"

"Aaaa! Baik-baik, tapi Kak Sung Yi, apa kau setuju kalau kakakku itu tampan?"

Wow, pertanyaan dadakan yang mengejutkan. Sung Yi lantas mengangguk langsung, ia tidak berani menatap Alan yang jelas-jelas memang ganteng. Tidak perlu dipungkiri lagi, tidak perlau ada yang bertanya juga semua orang tahu kalau Alan memang ganteng.

"Aku sangat setuju. Eh, Yue Yue, apa kau hari ini mau makan sesuatu?"

Yue Yue langsung tersenyum manis, "tentu saja. Tapi setelah aku main berdua denganmu! Kak, ayo kita main!" Yue Yue punya ekspresi lebih ceria dibanding Alan yang kadang-kadang kalem dan rendah hati. Tapi perbandingan ini amat menggemaskan. Pantas saja Alan nampak begitu menyukai adiknya.

"Kalau begitu aku saja yang mengambil sepatu roda!" Yue Yue hendak berlari seperti seorang dewasa yang mengerti cara menyewa sepatu. Tapi Alan tidak mencegahnya dan hanya memberikan uang dua puluh NT padanya dan membiarkan gadis kecil itu mengantre di kasir penyewaan.

Sung Yi berjalan mendekat ke arah Alan yang memandangnya dari jauh.

"Adikmu lucu sekali. Terakhir kami bertemu dia nampak malu-malu, sekarang dia sangat bersemangat! Apa kau menceritakan sesuatu tentangku padanya?"

Alan mendecak kecil lalu terkekeh, "yah, kita kan terlalu sering belajar bersama, jadi ia pasti sering bertanya."

Pertanyaan seperti apa itu ya? Apakah aku sering ada diobrolan malam mereka? Memikirkan itu hati Sung Yi terasa berbunga-bunga, tapi ia langsung mengendalikan bibirnya yang nyaris merekah senyum karena Alan tiba-tiba menatapnya.

"Kau masih ingat alasan aku dulu sering bermain sepatu roda?"

Sung Yi mengerjap pelan, "tentu. Ah, itu soal adikmu."

"Benar, karena ayah dan ibuku sering bertengkar, aku jadi sering membawanya pergi dari rumah ke tempat bibiku. Kami sering tertidur di sana dan Yue Yue selalu khawatir kalau ibu akan meninggalkan kami. Karena ketakutan Yue Yue, aku jadi berpikir, apakah mereka berdua akan berpisah? Aku takut sekali itu akan membuat Yue Yue sedih, jadi aku sering bermain sendirian di sini dan memikirkan itu sepuasnya. Sampai suatu saat aku bertemu Darren dan Xiao Xing. Kau pasti tahu juga kan masalah Xiao Xing?"

SUng Yi baru mengerti kenapa Xiao Xing dan Alan selama ini cukup dekat. Mereka berpikir menerima nasib yang sama. Perbedaanya, orangtua Xiao Xing sering bertengkar karena terlalu sering bekerja sementara Alan...

"Apa pertengkarannya sampai parah?" tanya Sung Yi hati-hati. Tatapan Alan agak kosong, tapi ia terus bercerita dengan santai. Seakan hal itu sudah biasa ia ceritakan berulang-ulang.

"Pertengkarannya tidak parah. Mereka tidak berteriak sana sini, tapi ibuku hanya akan berbicara dengan ayah di dapur lalu salah satu dari mereka akan pergi. Yang membuatku takut sampai sekarang adalah, aku tidak pernah tahu apa yang mereka bicarakan sampai harus pergi."

Pikiran Sung Yi seketika larut dalam pandangan Yue Yue yang masih mengantre dengan sabar. Kedua tangannya yang menggenggam selembar uang itu pasti tidak sabar menyambut mainan yang ia nantikan. Masih terlalu kecil untuk menerima kesalahan orang dewasa.

"Apa kau pernah bertanya pada mereka, Alan?" Sung Yi berusaha menjaga suaranya yang hampir terdengar serak. Tapi Alan tersenyum dan menghela napas.

"Mereka bilang, ini urusan orang dewasa. Kami hanya perlu saling menjaga supaya tidak terjadi hal seperti ini. Maka itu, aku tidak berani bertanya lagi hingga sampai hari ini. Aku hanya ingin menjaga Yue Yue sebisaku, membantunya belajar dan memberinya seluruh kasih sayang yang seharusnya orangtuaku berikan."

"Itu pasti sulit," gumam Sung Yi, saat itu Alan menoleh padanya.

"Sung Yi, apa kau merasa kalau aku ini terlalu naif?"

Sung Yi terbelalak seketika, "ke—kenapa kau tiba-tiba mengatakan itu?"

"Entahlah. Aku berpikir, semua orang menganggapku sempurna. Bahkan kepsek menunjukku sebagai wakil siswa. Padahal, wakil siswa ini tak pernah punya orangtua yang baik."

"Jangan bicara begitu, Alan. Kau sudah berusaha, dan kau pantas mendapatkannya. Lagipula, siapa sih yang punya orangtua sempurna? Kurasa semua orang pasti mempunyai kesalahan dan mereka tidak pernah sempurna di mata siapa pun."

Seperti yang terjadi pada Darren. Apa yang selama ini memicunya bertarung, tidak rajin sekolah lagi, senang memerintah orang, tapi sebenarnya, dibalik kesalahan-kesalahan itu, kita bisa menemukan sesuatu yang ajaib. Kekuatan untuk saling menjaga supaya dari antara kita tidak ada yang melakukan kesalahan yang sama.

"Kalau misalnya kau ke Taipei... adikmu bagaimana?" tanya Sung Yi pelan. Ia melihat ke sebrang ruangan, Yue Yue sudah bicara di depan kasir dan mengambil tiket.

Alan berujar setengah melamun, memandang adiknya dari kejauhan juga, "aku akan menitipkan adikku di tempat bibi. Lalu akan pulang setiap minggu untuk mengeceknya."

Perkataan itu membuat Sung Yi merasa tersanjung. Sebagai adik juga, Sung Yi tahu rencana itu sungguh terdengar mengharukan. Perjuangan seorang kakak yang sulit terlihat ketika kita kecil dulu akan terasa menyentuh ketika dewasa nanti. Bahkan, Sung Yi tahu kalau seandainya Alan dan Darren juga sama-sama seorang kakak yang baik, mereka tidak akan membiarkan adiknya mendapat pengaruh yang sama seperti apa yang lewat dalam hidup mereka masing-masing.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro