Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

第二十六天 (26)

Sung Yi sengaja pergi duluan supaya dia bisa mengejutkan Darren yang tidak mengabarinya juga. Ia menunggu beberapa saat di depan arena sepatu roda bersama sepedanya. Sesekali ia melihat jam dan mengecek pesan. Walaupun gatal rasanya ingin memarahi cowok itu karena sampai sepuluh menit belum datang, Sung Yi pun memilih sabar. Orang-orang berlalu lalang di pinggir jalan, Sung Yi menepikan diri dan melindungi diri dari cahaya matahari di depan sebuah toko. Darren nampak belum datang juga.

Dari kejauhan, Sung Yi nampak mendapati Ze Hua, gadis berambut panjang yang sering dikuncir dua itu melambai ke arahnya.

"Sung Yi! Kau sedang apa di sini?" Ze Hua menyapa. Nampaknya gadis itu ingin ke suatu tempat.

"Ze Hua! Aku sedang menunggu bos, dia bilang dia ingin bermain sepatu roda jadi aku tunggu saja."

"Eh? Darren masih sering main sepatu roda?" Ze Hua terlihat tidak kaget-kaget amat.

"Hm...memangnya sudah dari dulu ya dia suka main sepatu roda?"

"Sering. Dulu itu, kami para cewek-cewek senang mengintip dia bermain sepatu roda."

Mata Sung Yi langsung berbinar, "sungguh? Dia cukup keren sih kalau bermain, tapi aku tidak tahu sampai ada cewek-cewek yang menontoninya."

Ze Hua menghela napas, "yah, kau tahu sendiri sejak dia SMA, Darren yang dulu sudah hilang. Lenyap entah ke mana."

"Ze Hua, aku sendiri tidak tahu dulu Darren itu seperti apa. Aku saja baru tahu kalau kemarin adiknya datang dari Taipei dan orangtuanya benar-benar tidak tinggal bersamanya."

Ze Hua menyerocos, "Darren itu punya sedikit masalah keluarga. Aku sendiri tidak tahu apa, karena dia selalu diam saja. Kau lihat saja deh, kalau Darren tidak memerintah di sekolah, dia itu sebenarnya cukup pendiam."

Sung Yi sangat menyetujui itu. Pertama kali bertemu di balkon saja, Darren cuma memerintah hal-hal konyol dan tidak mengatakan satu hal pun tentang hidupnya. Jarang sekali kalau bukan sampai ia bisa sedekat ini dengan cowok itu.

"Dulu, Alan dan Darren cukup dekat karena mereka sering belajar bersama. Kasusnya sama seperti Alan dan Xiao Xing sekarang ini. Yah, mungkin Alan tahu sesuatu. Jadi waktu kelas Darren waktu itu mau dibubarkan, dia membelanya, kan?"

"Ya, aku tahu itu karena Alan juga bercerita." Teringat hari-hari bersama Alan dan obrolan yang mereka punya hanya Darren. Meski Sung Yi selalu berusaha mengulik kehidupan lama cowok itu, ia tidak pernah benar-benar mendapatkannya.

"Alan bercerita padamu? Wah, kupikir berita kau dan Alan sudah dekat itu cuma hoax. Ternyata sungguhan, ya?"

Seketika Sung Yi sadar dan ia menunduk tersipu. Kalau bukan rencanna idiot Darren, mana mungkin ia sampai ke tahap itu?

"Yah, kami sering belajar saja. Tidak hanya dengan Alan kok, karena Xiao Xing dan Darren mau Olimpiade bersama nanti musim gugur, kami juga jadi dekat. Yah, hitung-hitung membantuku yang bodoh ini."

Ze Hua tertawa, "aku setuju. Kau butuh perubahan besar. Oh ya, omong-omong, kau masih lama?"

Ponsel Sung Yi menunjukkan pukul sepuluh lewat empat puluh menit. Tidak biasanya Darren selama ini datang. Ke mana ya anak itu?

"Aku tidak tahu. Tapi sepertinya aku harus mengabari Darren lebih dulu."

"Eh, liburan ini tinggal seminggu lagi, kau ingin melakukan apa?"

"Kau sendiri? Aku ingin menggunakan liburanku untuk belajar saja. Aku ingin mengejar universitas Taipei."

Giliran Ze Hua yang membeliak, "sungguh? Wah-wah, pantas saja. Kau ini sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui ya. Aku juga akhir-akhir ini sibuk meninjau universitas mana yang mau kutuju nanti. Dan siapa sih yang tidak mau ke Taipei?"

Sebuah kota metropolitan yang punya kereta bawah tanah, mall-mall dan gedung apartemen bersinggungan di satu tempat yang sama, papan iklan besar dan lampu-lampu gedung yang meramaikan malam. Bagaimana pun, itu pasti lingkungan baru yang penuh gemerlap kedewasaan.

"Siapa yang tidak mau? Wei Wei mungkin!" keduanya tertawa karena tahu Wei Wei setiap tahun di Taipei itu selalu jadi gelandangan di mata keluarganya sendiri.

Kemudian Ze Hua pamit lebih dulu. Dia ingin membeli sesuatu di toko buku lalu mereka berpisah di depan toko. Ze Hua dengan ringan berjalan sendiri, dia jarang mempunyai teman dan geng kalau di sekolah. Tapi sikap ramah dan supelnya memudahkan dia dikenal banyak orang. Entah kenapa, Sung Yi jadi cukup iri untuk bisa merasa sebebas itu. Kadang-kadang, ia ingin bisa supel ke siapa pun termasuk ke orang-orang populer di sekolah. Meski sekarang ia sudah memiliki status yang jelas dengan Alan dan Xiao Xing, tapi untuk beberapa kali kadang ia merasa tidak yakin apakah ia benar-benar layak berteman dengan mereka.

Sung Yi kembali melihat jam di ponselnya. Ini sudah satu jam lebih. Terima kasih ke pada Ze Hua yang menemaninya. Sambil mendengus kesal, Sung Yi mengangkat sepedanya, berputar arah lalu pergi meninggalkan arena sepatu roda.

Darren tidak pernah datang hari itu.

xx

Sisa musim panas masih terasa. Sekolah kembali dibuka, libur telah usai. Sung Yi sudah mengayuh sepedanya, sengaja lebih pagi supaya tidak bertemu Darren. Sejak hari itu, Darren benar-benar tidak menghubunginya sama sekali. Sumpah, ia kesal sampai rasanya benci mau bertemu cowok itu. Buat apa sih berjanji temu jika ujung-ujungnya lalai? Atau memang dia saja yang senang bercanda? Tapi bercandaan itu kelewatan. Kecuali...

Darren mau mengetes perasaannya?

Tidak-tidak! Mana mungkin!

Sung Yi turun dari sepeda dan memakirkannya di parkiran sepeda depan sekolah. Ia berusaha mungkin cepat-cepat masuk kelas untuk mempersiapkan hari pertama sekolah setelah libur hampir satu bulan. Memikirkan Darren selama sisa liburan sudah cukup membuatnya muak. Ia tidak mau bertemu anak itu sekali pun. Lebih baik siap-siap belajar kembali dan fokus untuk ujian beberapa bulan ke depan. Setelah ujian itu... naik kelas?

Wah, waktu terasa cepat juga.

Sung Yi menyusuri lorong kelas sebelas yang sudah ramai beberapa anak murid dengan seragam musim gugur mereka. Sebentar lagi peralihan musim akan terasa. Daun-daun yang tadinya hijau di bawah sinar matahari, mulai berubah tua. Sha Yue dan Wei Wei yang ternyata sudah datang lebih dulu langsung menyambarnya dari pintu belakang.

"Eh, lihat rambutmu jadi lebih panjang ya. Wah, jadi tambah cantik! Eh, gimana pendekatannya dengan Alan?" Wei Wei yang justru memotong rambutnya jadi lebih pendek—bahkan terlalu pendek sudah menggaet lengan Sung Yi. Di sebelahnya, poni rata Sha Yue yang khas, kini sudah memanjang dan agak dijepit ke samping. Sha Yue memang lebih imut kalau tanpa poni.

"Ssst! Jangan bicara itu sekarang," cegah Sung Yi sambil menatap kesekeliling ruang kelas. Beberapa murid sibuk berkelompok membicarakan liburan mereka, ada yang menonton sequel baru dari To All the Boys I Love Before yang baru saja rilis beberapa hari yang lalu. Sementara dari tengah kelas, Xiao Xing dengan rambut panjang yang dikuncir membuat tatapan Sung Yi tertahan beberapa detik.

Lihat teman barunya yang imut itu! Dia menguncir rambutnya!

"Sudahlah, aku tahu kau pasti masih sebal dengan si Darren Idiot itu. Jangan terlalu dipikirkan. Lebih baik kau bagikan pada kami apa saja yang sudah kau lakukan dengan kencan bertubi-tubi selama liburan kemarin bersama Alan," ini dia, permulaan dari hari pertama sekolah yang menyenangkan. Setidaknya ada kedua sahabatnya yang bisa ia ajak bicara. Tidak seperti di rumah yang hanya ada Darren atau paling mentok, Alan yang mengajaknya keluar.

"Sebelum itu, aku tidak lagi memikirkan Darren, tapi kau harus tahu, kencan yang kalian bilang itu bukan kencan. Kami hanya belajar bersama, kok," tepis Sung Yi berusaha tenang.

"Ah, kencan atau bukan, intinya kau sudah menjadi cewek yang kini jadi bahan bicara anak-anak kelas lain tahu!" kata Wei Wei penuh semangat. Terlalu banyak gosip, tapi Sung Yi cuma terkekeh saja. Suasana hatinya mendadak sebal kalau mendengar nama Darren.

"Dibanding berita Olimpiade Fisika Darren dan Xiao Xing, kau ini sekarang jadi bintang baru di sekolah! Kurasa, nanti setelah kita naik kelas dua belas, pasti adik kelas bakal jatuh hati padamu dan mereka menitipkan surat cinta buatmu sebelum kelulusan nanti. Dengar ya, kau harus siap-siap untuk itu." Sha Yue seperti biasa, selalu memulai provokasi yang bahkan hanya ada di imajinasi mereka. Dari tengah kelas, Xiao Xing menoleh, mungkin mendengar obrolan Sha Yue yang berisik. Kalau di sekolah Sung Yi sedang bersama Sha Yue dan Wei Wei, biasanya Xiao Xing jarang mendekat. Batas-batas kecil itu kadang masih terlihat karena Sha Yue dan Wei Wei masih sukar bergaul dengan cewek populer.

Meski sekarang Sung Yi masuk hitungan cewek populer.

"Eh, apa Xiao Xing dan Darren sudah pacaran?" tanya Wei Wei setengah berbisik waktu gadis itu sudah kembali berbalik fokus ke kawanannya sendiri.

Sung Yi jadi mempertanyakan pertanyaan itu sendiri. Siapa yang tahu? Darren saja sudah tidak pernah muncul di rumah, chatnya diabaikan, buat apa juga mau tahu?

"Mungkin sudah. Makanya dia tidak mau berhubungan lagi denganku," kata Sung Yi agak ketus tapi sedikit perih di hatinya.

Sha Yue mengggeleng-geleng, "kurang ajar memang. Sudah jadi sorotan berbeda saja dia sombong begitu. Tapi lebih baik begitu lah, kau tidak perlu lagi berhubungan dengan cowok itu. Memang dari awal saja kau terus yang dirugikan."

"Eh tapi dia membantu Sung Yi dengan materi Fisika, kau sendiri harus siap-siap tersaingi oleh Sung Yi," sahut Wei Wei yang dibalas tos singkat Sung Yi. Bisnis tetaplah bisnis.

"Aku akan mengakui Darren lebih baik kalau dia berhasil memenangkan Olimpiadenya. Kapan sih itu diselenggarakan?" tanya Sha Yue menjaga harga dirinya terus.

Sung Yi menjawab sambil berpikir, "setahuku minggu ini. Mereka ada babak seleksi beberapa minggu baru ke minggu final."

"Wah, baru libur pasti sudah sibuk," komentar Sha Yue.

Dari kolong meja, ponsel Sung Yi bergetar sekali. Pesan dari Xiao Xing ternyata.

"Sung Yi, kau benar, permen kunyah itu dari Darren."

Sesuai dugaan. Mungkin ajakan Darren ke arena sepatu roda kemarin memang janji terakhir yang akan Darren ingkari selamanya.

Lalu muncul lagi pesan tambahan.

"Kurasa status kami sebentar lagi akan berubah."

Sung Yi mengangkat wajah dan menatap punggung Xiao Xing yang menoleh diam-diam sambil mengepalkan tangan dan tersenyum penuh kemenangan. Tanpa Sung Yi sadari, ia terpaksa mengulas senyum tipis dan mengangguk.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro