Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

第七天 (7)

Tahun berapa ini? Siapa yang masih main sepatu roda? Dan bisa-bisanya di tengah Tainan ada yang membuka rental arena sepatu roda untuk bermain ditemani area boling. Di sekitar arena itu juga dilengkapi bar-bar dan kantin makanan. Hanya ada beberapa pengunjung yang datang siang itu. Sisanya Darren yang dengan tingkat kesenangan seperti bocah dungu, berputar-putar lincah di atas arena sepatu roda. Ia dengan lincah dan pandai meluncur di atas sepatu itu seperti orang berselancar. Kemeja seragam yang tidak dikancing ikut berterbangan di udara seakan menikmati kebahagiaan di antara cowok itu.

Berbanding terbalik dengan Sung Yi yang meringis di pojok arena. Kakinya dibungkus sepatu roda yang agak berat. Rasanya sangat berbeda setelah mengenakan ini. Bumi yang tadinya rata, berubah menjadi air yang tidak bisa dipijak. Belum selesai mengomeli dirinya sendiri atas surat permintaan maaf yang bisa-bisanya berubah menjadi surat ganti rugi, ia sudah melangkah ke tahap selanjutnya.

Pertemanan yang abadi.

Itulah yang diajukan Darren setelah menambahkan Id Line-nya tadi. Itulah yang akan Sung Yi jalankan selama musim panas ini. Petaka yang tidak pernah ia bayangkan, malah benar-benar terjadi. Dan sekali lagi, suara Sha Yue menjemputnya pada akhir masa-masa SMA-nya.

"Weh, dungu, aku punya pertanyaan." Darren melipir ke sudut tempat Sung Yi menyusut sendirian dari arena dan orang-orang sembari berhenti lembut di atas sepatu roda..

Sung Yi menahan raut bersungutnya, lalu sambil membenarkan kacamata, ia menyahut ketus, "katakan."

"Seperti apa namamu jika dieja? Sun-g Yi? Kurasa tidak ada huruf Sung dalam kamus China kita?"

Mendengar pertanyaan konyol itu, Sung Yi menghela napas. Ia memang belum pernah cerita ke siapa pun soal campuran nama China dan Korea-nya ini. Ia dan keluarganya sendiri yang membentuk marga tersebut. Sung karena marga ayah Sung Yi campuran Korea Selatan dan China. Nenek dan Kakek Sung Yi berasal dari Korea Selatan, sayangnya mereka sudah meninggal jauh sebelum Sung Hee, kakaknya, lahir.

"Sung ejaan dari keluargaku sendiri. Ayahku separuh Korea dan China." Sung Yi menjawab malas, tapi Darren menatap sumringah.

"Wah, apa kau tidak berniat melakukan operasi hidung? Supaya agak tinggi dan tidak perlu capek-capek menaikkan tungkai kacamatamu itu?"

Darren beranjak sambil tertawa sementara Sung Yi hanya berteriak memarahinya. Lagi-lagi, cowok itu sudah cukup meledekinya dengan hal-hal tidak penting. Bagaimana pun, ini semua harus cepat-cepat dilewati. Kalau tidak, bisa jadi hidup Sung Yi tidak pernah—yang ia maksud di sini adalah—selamanya, di buku kenangan SMA nanti ketika tua, yang bisa ia ingat hanya bagaimana rasa kesalnya terhadap Darren si preman tidak tahu diri ini.

Baiklah, jika itu cara Darren memerlakukannya. Setidaknya ia tidak mau menyia-nyiakan waktu pulang sekolahnya dengan merasa kesal terus. Ia berusaha bangkit dan berpegangan pada besi seputar arena. Kakinya tergelincir, tapi dengan cekatan Sung Yi menyeimbangkan tubuhnya. Kacamatanya terus-terusan melorot, ia terganggu dengan keseimbangan. Rambutnya yang pendek dan kaku karena jarang disisir itu saja membuatnya kesal. Tapi semua tekanan itu tiba-tiba lenyap ketika tanpa sengaja Sung Yi melihat seseorang yang baru masuk dari pintu depan.

Mata Sung Yi membelalak. Jarak arena sepatu roda ke pintu utama meski jauh, ia masih bisa mengenali dengan jelas sosok itu.

Sekejap, Sung Yi segera berbalik, bersamaan dengan Darren yang sedang berputar ke sisinya, ia meraih tangan cowok itu lalu menariknya hingga Darren hampir saja jatuh. Cowok itu berseru marah, tapi Sung Yi segera meletakkan satu jari ke depan bibir. Berharap Darren paham maksudnya. Cowok itu hampir saja mengomel lagi sebelum Sung Yi menunjuk ke Alan dan Xiao Xing yang sedang berdiri di depan kasir penyewaan sepatu roda.

Mata Darren yang lancip dan agak besar itu memelotot, ia menarik pegangan tangannya yang masih dipeluk Sung Yi tanpa sadar. Saking paniknya dengan pertemuan mendadak ini, Sung Yi sampai tidak peduli kalau Darren lebih merasa kesal dengan perhentian mendadaknya tadi.

"Apa sih kau ini?" seru Darren tertahan. Mereka bersembunyi di balik batasan pegangan rental. Sung Yi memohon pada cowok itu.

"Tolong, jangan biarkan Alan melihatku di sini, bisa habis riwayatku." Sung Yi berbisik, sedikit melirik sepasang murid itu berjalan mendekat.

Darren mendecakkan lidah, "riwayat apa sih? Alan saja belum tentu mengenalmu. Buat apa repot-repot memikirkan riwayat? Dia bahkan tidak peduli denganmu." Wajah Darren nampak menekuk sebal. Ia juga ikut-ikutan melirik ke balik batasan arena, diikuti Sung Yi lalu keduanya merunduk cepat.

"Aku tidak yakin apa aku bisa bermain lagi, Alan," suara Xiao Xing yang lembut dan lemah terdengar mendekat. Jantung Sung Yi berdegup keras, ia semakin merasa batasan arena itu mendekat ke arah mereka. Sementara Darren di sampingnya terlihat merengutt. Ada penolakan di eskpresi itu. Tapi Sung Yi hanya meliriknya sekilas, lalu kembali fokus ke pembicaraan mereka.

"Apa kau benar-benar masih merasa sakit di bagian selangkangan itu?"

Darren dan Sung Yi sama-sama membelalak. Sung Yi menahan napas, sementara Darren lebih memelotot tak terima.

"Sedikit. Agak perih," jawab Xiao Xing. Jawaban yang membuat Sung Yi semakin ingin menjerit dan menangis. Apa-apaan pertanyaan barusan? Apa yang mereka lakukan dengan selangkangan? Sung Yi menahan napasnya, berusaha tidak memikirkan hal-hal kotor, tapi wajah Darren yang membeliak tertahan malah semakin menyetujui suara pikirannya.

Mana mungkin Xiao Xing dan Alan—Alan cowok tersuciku...

"Besok pagi aku akan bawakan obat yang lain dari toko ya. Kuharap itu bisa mengurangi sedikit rasa perihnya. Yang penting kata tabib, daerah paha dan pinggangmu aman. Tidak ada cidera yang parah."

Sung Yi bisa mendengar suara Alan yang tersenyum. Dengan dibalas tatapan penuh binar Xiao Xing yang menggemaskan, gadis itu pasti mengangguk dan menyetujui hal yang merupakan baik-baik saja bagi mereka.

"Ini semua salahku juga sih, aku yang mengajakmu bermain dan berputar. Kalau tidak, kau kan tidak perlu sampai split kedua kaki juga," tambah Alan. Penjelasan itu menghentikan alur pikiran Sung Yi seketika. Ia menoleh ke arah Darren, lalu sambil memutarkan bola matanya, Sung Yi menggeleng cepat.

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Cuma sedikit perih."

"Hmm.. kalau begitu, kita ke toko buku saja langsung gimana?" ajak Alan terdengar ingin pergi.

Xiao Xing menjawab ragu, "eh, tapi kita sudah menyewa sepatu roda ini—"

"Tidak masalah. Aku bisa menyimpan jam sewanya untuk hari lain kalau kita mau bermain."

Kalau kita mau bermain. Entah kenapa kata-kata itu terdengar agak menusuk.

"Baiklah. Kau memang baik, Alan. Terima kasih ya."

"Kau juga baik, ayo. Kita kerjakan beberapa materi baru saja!"

"Ayo!"

Lihatlah sepasang sejoli itu. Rasanya terlalu dekat sampai-sampai membuat Sung Yi merasa kehilangan arah. Ia mendudukkan tubuhnya, menggeletakkan diri di pojokan batasan arena. Kedua langkah mereka sudah pergi menjauh, disusul suara pintu yang mengayun pelan, Darren menghela napas.

"Kau ini ya, kenapa segala membuatku ikut-ikutan bersembunyi sih?" tegur Darren masih tidak terima.

Sung Yi menelan ludah, melepas kegugupan yang masih terasa, "kau bilang kita ini teman? Kalau begitu, kau juga harus membantuku supaya terlihat baik di mata Alan!"

"Memang sepatu roda itu buruk? Kau ini benar-benar dungu ya?"

"Bukan begitu maksudku. Aku ingin Alan melihatku tidak sedang jalan berdua denganmu sebagai—" kacung. Ups. Mata Darren membulat, tapi Sung Yi hanya menaikkan kedua jarinya membentuk V.

"Kau tahu levelmu sendiri, Darren. Kau itu seperti apa di mata mereka."

"Level seperti apa maksudmu, hah dungu?"

Sung Yi merapatkan bibirnya, tapi mendesis pelan, "preman kelas kakap."

"Bisa lebih keras?" bentak Darren.

"Baik-baik. Oke aku kan sedang menjalankan tugasmu, aku tidak mau terlihat seperti itu."

Mata Darren menyipit, "ternyata si dungu ini masih bisa berpikir terlihat baik ya? Baiklah kalau itu maumu. Kau tidak mau berteman dengan cowok sepertiku, hah? Apa begitu juga cara berpikir Xiao Xing selama ini?"

Sung Yi agak menahan napas, ia setengah bingung waktu Darren tiba-tiba menyebut Xiao Xing. Dilihat-lihat, dari rumah mereka yang bersebelahan, apa benar Xiao Xing tidak pernah menyapa Darren? Yah, walaupun tidak bakal ada yang benar-benar menyapanya juga, tapi rumah mereka itu benar-benar dekat. Dibanding di sekolah, jam di rumah pasti lebih banyak, dan waktu untuk bermain dengan tetangga yang ternyata satu sekolah harusnya lebih mudah terjadi. Tapi, kenapa kesannya Xiao Xing dan Darren tidak pernah saling menyapa sedikit pun?

Ah, Sung Yi tahu. Darren terlalu mengerikan untuk menjadi tetangganya. Haha. Lucu sekali. Buat apa mempertanyakan hal yang jelas? Wah, sepertinya Darren benar, ia sudah terlalu dungu untuk mempertanyakan hal yang sudah pasti jawabannya.

"Semua orang takut padamu, jelas Xiao Xing menghindar," jawab Sung Yi asal sambil beranjak berdiri. Ia melirik ke arah Darren yang tidak ikut beranjak. Cowok itu agak termangu dalam keheningannya. Tatapannya berubah serius, alisnya tidak lagi bertaut, malah diamnya yang tiba-tiba itu membuat Sung Yi tertegun.

"Kenapa? Apa aku salah bicara?"

"Eh, dungu," sela Darren tanpa beralih dari pikirannya sendiri, "apa kau pernah berpikir kalau aku ini cocok untuk Xiao Xing?"

Hampir saja Sung Yi tersedak ludahnya sendiri. Ia terbatuk sekali, menahan gelak di ujung lidahnya lalu melirik ke arah Darren.

"Kau bilang apa? Cocok dengan Xiao Xing?" Sung Yi membetulkan kacamatanya, lalu berjongkok. Giliran Sung Yi yang berbisik menggoda, "kau menyukai Xiao Xing ya?"

Dengan tampang lugu, Darren menoleh, "memangnya siapa di sekolah yang tidak menyukainya?"

Saking mengejutkannya, mungkin tampang Sung Yi sekarang sudah seperti badut. Ia tak menyangka, preman seperti Darren yang selalu membawa tongkat pemukul bisa tahu yang namanya cinta.

***

Maaf ya kalau ada yang menemukan typo, sebelum publish ini aku kadang baca sekedarnya aja buat edit bold italic karena dari aku nulis bukan dari words jadi suka ada yang miss :'( semoga part ini menghiburr!! <3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro