Baby's Breath
Suara hiruk-pikuk manusia terdengar begitu riuh, aura bahagia pun jelas terpancar dari wajah-wajah itu. Mereka sengaja datang ke alun-alun kota bersama keluarga memanfaatkan libur yang dimiliki pun merayakan pergantian tahun bersama.
Seorang pemuda tampak menatap langit penuh gemintang dengan hampa. Netranya sayu, wajah oval itu menyiratkan kesedihan mendalam. Ia duduk seorang diri kursi taman, acuh tak acuh pada keramaian di sekitarnya. Andra—nama pemuda itu.
"Alisya, apakah kamu masih ingat tentang janji kita? Menghabiskan malam pergantian tahun di sini bersama," gumamnya.
Andra menunduk dalam, mengingat setiap keping memori yang dimiliki tentang Alisya—tambatan hatinya. Kedatangannya kali ini karena berharap akan menemukan sosok gadis bertubuh mungil itu di sana, meskipun keadaan telah berbeda. Ia tak akan mengusik, sekadar ingin melihat wajah ayu gadis itu.
"Mas, terima kasih karena mengajakku ke sini. Anak kita pasti turut bahagia di dalam sana."
"Apa pun akan kuberikan untukmu dan calon jagoan kita, aku harap tahun baru besok dia sudah hadir ke dunia sebagai kado terindah di awal tahun."
Suara lembut itu menyadarkan Andra dari lamunan. Pandangannya diedarkan ke sekeliling mencari asal suara itu, setahun tak bersua tak membuatnya lupa pada nada bicara sang gadis pujaan. Sejenak ia terpaku, gadis itu duduk tak jauh darinya. Tubuh Alisya jauh lebih berisi dibanding setahun lalu dengan kondisi hamil besar.
Pemuda itu tersenyum masam, menyaksikan gadis itu bersama pria lain yang memang berstatus sebagai suaminya. Alisya menikah dengan pria lain karena dijodohkan oleh orang tuanya, memutuskan hubungan secara sepihak dan pergi begitu saja.
"Aku akan bahagia ketika kamu bahagia, Sya. Kurasa suamimu jauh lebih sempurna dibanding denganku, tak heran jika kamu lebih memilih hidup bersamanya."
Andra mendekat, tetapi tak berani menegur. Hanya ingin melihat wajah gadis itu untuk terakhir kali sebelum meninggalkan kota.
"Mas, aku mau permen kapas yang itu." Alisya menunjuk penjual permen kapas di seberang jalan.
"Aku akan membelikanmu, tetapi kamu tunggu di sini saja demi kebaikanmu dan calon putra kita."
Gadis itu bangkit ketika melihat Farel—sang suami—telah menjauh. Sedari awal ia meminta duduk di sana karena mengetahui bahwa Andra berada tak jauh darinya. Kedatangannya untuk menepati janji pada pemuda itu.
"Ndra, aku datang untuk menepati janjiku."
Suara Alisya membuat Andra terpaku beberapa saat, tetapi segera tersenyum ketika tersadar. Ia mundur tiga langkah, menjaga jarak pada gadis yang telah berstatus istri orang.
"Sya, bagaimana kamu tahu kalau a–"
"Aku mengenalmu selama bertahun-tahun, bagaimana mungkin tidak bisa mengenali meskipun wajahmu tertutup masker," Alisya terkekeh.
Andra turut terkekeh, gadis di hadapannya masih tak berubah. Namun, ia memilih kembali memundurkan langkah sembari menunduk. Tak ingin kembali terjatuh pada pesona gadis yang pernah menjadi penghuni hatinya.
"Sya, aku bahagia karena sempat melihatmu sebelum pergi. Aku turut bahagia untuk keluarga kecil kalian. Sedalam apa pun cintaku padamu tak akan pernah merusak kebahagian kalian. Semoga di kehidupan kedua nanti, kita punya kesempatan untuk saling mencintai. Selamat tinggal." Andra berlalu pergi.
Pemuda itu berlalu menuju parkiran, meninggalkan Alisya yang masih terpaku. Mengambil kuda besi miliknya dan melajukan dengan kecepatan standar. Fokusnya menurun ketika sekelebat kenangan muncul di benak. Ia menepikan motor dan beristirahat sejenak, akan sangat berbahaya jika memaksakan untuk melanjutkan perjalanan.
"Ini yang terbaik, Ndra. Alisya sudah bahagia dengan kehidupan barunya, sekarang giliranmu untuk mencari kebahagiaan."
Setelah tenang, ia kembali melanjutkan perjalanan. Ia menoleh ke sisi kanan. Kendaraan di sana masih jauh sehingga ia segera berbelok. Namun, sebuah lori tiba-tiba melaju kencang ke arahnya.
"Astagfirullah!"
Andra tak sempat menghindar, sehingga tabrakan pun tak bisa dielakkan. Tubuh kekar pemuda itu terpental hingga sepuluh meter. Beberapa orang segera menghampiri dan mengecek kondisinya. Namun, raga berlumuran darah itu tak lagi bernyawa.
Andra terbangun di sebuah tempat yang luas dengan sungai kecil mengalir di sisi kanan. Ia melangkah kesana-kemari mencari jalan keluar dari tempat itu. Namun, nihil sejauh mata memandang hanyalah padang bunga yang terlihat.
"Apakah ini surga? Jika benar, maka aku telah mati?"
"Tugasmu di dunia telah purna, sekarang kamu bisa menikmati semua keindahan ini tanpa batas."
Andra menoleh ke kanan-kiri mencari pemilik suara yang baru didengarnya, tetapi tak ada siapa pun di sana. Di tempat itu hanya ada ia seorang diri.
"Kumohon beri aku satu kesempatan untuk kembali ke dunia sebagai seorang yang paling berharga di hidup Alisya."
"Apakah wanita yang kau temui terakhir kali sebelum mati?"
"Benar. Aku rela menjadi siapa pun asal bisa dicintai olehnya sepanjang masa.
"Baiklah, akan kukabulkan permohonanmu."
Andra tersenyum girang, tak sabar rasanya menjadi orang paling berharga di hidup Alisya.
****
Seorang bayi lelaki tampan terlahir tepat di awal tahun baru, menjadi kado terindah bagi kedua orang tuanya. Mereka tersenyum lembut, menatap bayi mungil yang baru saja lahir ke dunia itu.
"Terima kasih, Sayang karena kamu telah berjuang agar putra kita bisa melihat dunia," bisik Farel.
Alisya menelusuri setiap inci wajah putra dengan jemari, alis tebal bak, hidung mbangir, bibir tipis, pun pipi gembulnya. Senyum tak lepas dari bibir ranum ibu muda itu.
"Sya, kenapa seluruh wajahnya tak ada kemiripan dengan kita?" Farel mengamati wajah putra pertamanya.
Alisya turut mengamati dengan teliti. Apa yang dikatakan sang suami memang benar, wajah putranya tak ada kemiripan sama sekali dengannya maupun Farel.
"Mas, dia tetap amanah terbesar dalam hidup kita." Alisya menatap manik cokelat sang suami.
Farel mengangguk, dikecupnya kening sang istri dan putra pertamanya bergantian. Hidupnya terasa lengkap sekarang dengan kehadiran malaikat kecil itu di tengah-tengah mereka.
"Aku akan memberinya nama Andra Bagaskara. Semoga kelak dia bisa menjadi matahari untuk kita, menerangi dalam gelap dan memberi kehangatan ketika dibutuhkan. Bagaimana menurutmu?"
Sejenak Alisya terpaku, tak menyangka sang suami akan memberikan nama itu untuk putra pertamanya. Namun, ia mengangguk. Biarlah bayi itu menjadi pengganti Andra yang telah pergi.
Alisya maupun Farel tak pernah tahu bahwa bayi yang ada dalam dekapan mereka adalah reinkarnasi dari Andra. Permintaan pemuda itu untuk terlahir kembali dikabulkan pun dengan keinginannya agar bisa dicintai sepanjang masa oleh gadis pujaannya.
Namun, siapa sangka bahwa mereka ditakdirkan sebagai ibu dan anak? Bukan sebagai pasangan kekasih seperti yang diharapkan oleh Andra. Mungkin semua karena karena kesalahan pemuda itu sendiri, meminta agar bisa dicintai sepanjang masa.
Bukankah, cinta yang sepanjang masa hanyalah milik seorang ibu untuk anaknya?
-selesai-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro