Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 11: Valley Of Regret

Erick bolak-balik memandangi ponsel dan bangunan yang sedang terbakar itu dengan keringat bercucuran. Selain karena panasnya suhu di sekitar akibat kobaran api, juga pilihan yang harus dilakukannya.

Dia harus memilih, menangkap seorang pembunuh atau menyelamatkan masa depan.

Di lain tempat, Tony sudah mendapatkan jemputannya. Sebuah mobil sedan warna hitam lengkap dengan supirnya. Pria itu melangkah masuk ke dalam mobil, kemudian sedan itu melaju kencang menjauhi hutan. Sembari melemaskan otot-otot kakinya, dia melirik bangunan yang masih terbakar dan mengambil detonator di sakunya tadi.

"Selamat tinggal, peluru kecil."

Kemudian dia menekan tombol merah itu.

*****

Ledakan yang amat keras terdengar dari lantai satu. Erick menoleh dan mendapati bahwa sebuah bom baru saja menghancurkan separuh area lantai satu, akibatnya bangunan itu mulai miring ke sebelah kiri karena ledakan menghancurkan lantai sebelah kanan.

Dalam gerakan lambat, bangunan itu runtuh. Waktu terasa bagaikan seabad bagi Erick ketika iris biru cobalt itu menjadi saksi akan hancurnya masa depan. Lebih tepat disebut masa depan anaknya.

"Roni! Elena!" Teriakannya menggaung di kedalaman hutan. Memanggil nama kedua orang yang disayanginya, salah satunya bahkan sudah dia anggap anak sendiri.

Dari kejauhan, sirene pemadam dan mobil polisi bercampur jadi satu. Tujuannya sama, sayangnya mungkin mereka sudah terlambat.

Erick mencoba berjalan mendekat, tetapi hawa panas yang teramat sangat langsung menerpa wajahnya. Membuat mata terasa meleleh dan berair seketika.

"Bodohnya aku!" Ia berteriak sembari memukul kepalanya sendiri. Dengan pandangan putus asa, Erick kembali mengamati bangunan yang masih terbakar itu. Aroma bensin berputar di sana seperti tak ada habisnya, membuat aroma menyengat yang menyesakkan dada.

Sayangnya dia belum tahu, akan ada kejutan yang telah menantinya di langit.

*****

"Subarashii!"

Eko menelengkan kepalanya pada Rinka yang sibuk membaca sebuah buku. Rambut cokelat gelapnya berkibar penuh semangat ketika kepalanya mengangguk-angguk.

Eko mengambil buku yang tengah dibaca Rinka, gadis itu langsung mendelik marah.

"Apanya yang 'subarasi'? Bahasa planet mana tuh?" tanya Eko.

BUAAK!

"Sakiiiittt!" pekik Eko, seraya mengusap kepalanya yang dihantam Rinka.

"Dasar bodoh! Itu bahasa Jepang, masa' kamu gak tau?"
Rinka balas berteriak.

"Kukira bahasa mars, aduh!" Eko berteriak lagi saat hantaman kedua diterima pucuk kepalanya. Ia langsung lari terbirit-birit dari lantai satu markas UB. Bisa dimaklumi, jika Rinka marah gadis itu bisa saja merubah diri menjadi ular anakonda.

Rinka menaruh bukunya seraya mendengus kesal. Diliriknya Budi yang duduk di sisi lain sofa, wajahnya terlihat tegang dengan beberapa bulir keringat menghiasi kening.

"Ada apa denganmu?" tanya Rinka, "kelihatannya ada yang tidak beres."

Budi menjawab tanpa menoleh sedikitpun. "Roni dan Elena tak bisa kuhubungi." Jeda sejenak, kemudian dia menambahkan, "mereka ikut dengan Erick, untuk menangkap Tony."

"Antony Wiran, kan?"

"Kau pikir siapa lagi?" Budi balas bertanya. "Rubah licik satu itu punya masalalu yang bisa dibilang, menyakitkan," tambahnya.

Rinka mengangkat setumpuk kertas yang dijilid silinder dengan rapi. "Aku sudah baca filenya, jujur saja itu mengerikan." Ia berkomentar.

"Tuh kan?" Budi membalas, senyum kecut terpatri di wajahnya.

Mendadak, laptop milik Budi berbunyi. Suara yang mirip lonceng gereja itu membuat keduanya tersentak. Budi langsung membuka kembali layar laptopnya dan mendapati ada sebuah e-mail baru di kotak surat.

"Surat? Dari siapa?" Rinka ikut-ikutan memandangi layar laptop.

Budi membuka e-mail tadi tanpa menjawab pertanyaan Rinka. Dia tahu betul, siapa orang yang suka sekali memakai akun surat elektronik yang anonim.

"Dasar makhluk satu itu," komentar Budi, "dia benar-benar sulit didefinisikan!"

*****

Elena melempar tubuh Rian Krein yang tergolek lemas -untungnya masih bernapas- di salah satu tumpukan daun kering. Kemudian gadis itu menghela napas dan balik menatap Roni yang masih menggendongnya. Sebuah hang glider berwarna hitam terpasang pada bahu lelaki itu.

"Roni, apa kau yakin akan rencana ini?" Iris hitamnya melirik Erick yang berdiri tak jauh dari mereka. "Apa ayahmu tahu?"

Roni menggeleng. "Antariksa menyuruh kita untuk tak berdekatan lagi dengan polisi, karena itu mengira kita telah mati jauh lebih baik untuknya daripada mengetahui kalau di kepolisian sudah ada mata-mata."

"Tapi ayahmu kan sudah tahu tentang kita?" tanya Elena.

Lagi-lagi Roni menggeleng. "Memang, tapi mata-mata yang masuk ke kepolisian bukanlah mata-mata biasa."

Kemudian ia ikut melirik Erick yang sudah dikerubungi oleh James dan Andi, lalu menambahkan dengan nada pelan,

"Sudah ada merpati yang merangsek masuk dan mencoba membuat kekacauan lagi seperti 10 tahun yang lalu."

*****

Erick menatap dua jasad yang ada di depannya lekat-lekat. Kedua jasad yang sudah hangus terbakar itu, salah satunya adalah anak sendiri. Pandangannya mengabur, bukan karena kepalanya pusing atau mau pingsan. Tapi karena air mata yang sudah tak bisa lagi ditahannya.

James di belakangnya hanya bisa menatap iba. Separuh dari pikirannya ingin sekali menghantam rahang si rubah hitam sampai copot, kalau perlu dikeroyok hingga mati. Tapi separuhnya lagi menahan, mencoba untuk tidak membuat kesedihan Erick semakin dalam.

Walau belum menikah apalagi punya anak, James tahu perasaan itu. Rasa sakit yang sama seperti beberapa bulan lalu.

"Bodohnya aku."

James membalas, "bodoh? Kenapa?"

"Enam tahun yang lalu aku meninggalkannya demi memburu si dalang boneka," katanya, dengan suara tercekat, "sekarang kami sudah bertemu lagi dan dia harus meninggalkanku juga?!"

Bahunya bergetar hebat. Kedua tangannya juga terkepal kuat. Beberapa tetes air mata mengalir ke pipinya. James yang melihatnya cuma terdiam, lalu pria setengah abad itu melemparkan sebuah kain pada Erick.

"Apa ini?"

"Saputangan. Lap wajahmu dengan itu. Biarpun menangis, nyawa seseorang tak bisa kembali." James membalasnya seraya tersenyum kecil.

Erick menghapus air mata di wajahnya. Mendadak ekspresi dingin nan kejam seperti biasa kembali terpatri di wajah itu.

"Kau benar," katanya, "Roni dan Elena tak bisa kembali lagi, tapi aku tahu hal apa yang akan kulakukan nanti."

James mengangkat sebelah alis. "Oh ya? Apa itu?"

"Memburu si rubah hitam," jawab Erick, sambil menyeringai lebar.

*****

Satu bulan kemudian....

Tempat pemakaman umum Peron Sanjaya kala itu terlihat sepi. Hanya ada sedikit pelayat yang datang untuk mengunjungi orang-orang terkasih yang telah pergi dari dunia. Namun, ada dua orang yang terlihat sangat memendam emosi sembari menatap batu nisan yang menancap. Meski keduanya tidak memandang nisan yang sama.

Iris ungu terang itu memandangi batu nisan berwarna kelabu sembari menggertakkan gigi-giginya. Sedangkan yang satunya lagi menatap dua nisan sekaligus dengan iris biru cobalt yang berkilat marah.

Walau begitu, kalimat dalam hati keduanya sama:

"Jika kita bertemu lagi, akan kubunuh kau!"

*****

[The End]

Udah tamat nih, kamu kaget? Wkwkwk aku kaget juga XD.

Becanda kok XP, nanti bakal ada bab tambahan. Tunggu aja ya!

Btw, selamat puasa buat yang merayakan! Aku juga puasa nih, perut teriak terus dari tadi. Tapi langsung teringat sama kajiannya om Holmes yang ini:

"Berpikir akan jauh lebih baik dengan perut yang kosong, Watson."

Iya deh om, tapi aku punya cadangan lemak sih, jadi aku rapopo *ditinju Holmes*.

Udah lama aku gak update disebabkan beberapa hal ini:

1. Ngerombak Human Puppet buat dikirim ke penerbit (baru 42 halaman, prospeknya masih redup bwahaha). Itupun kalau nembus juga *in your dream, hamster*. Targetku sih sampai 200 halaman, insyaallah sih itupun belum diedit.

2. Ngurus grup FPW (anakku di grup udah berkurang dan tersisa 42 orang) *gara-gara gak pakai kb* /dordor/

3. Bikin storyline buat HP yang baru (bukan Harry Potter tapi Human Puppet). Tokohnya sama, alur ceritanya juga sama tapi ada beberapa hal yang ku rombak karena UB series di wattpad ini banyak plot holenya. *digantung di pohon pepaya*

Haisshh intinya 3 hal tadi yang bikin updatenya lambat, tapi tetap kuusahakan kok buat update :) demi kalian, para pembaca (\^v^/)

Regards,

Hunyu si Hamster yang doyan muter-muterin charlie-charlie pencil.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro