Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

001. Masha and The Bear

Tidur Oceana terganggu. Mimpi indah wanita itu cukup terusik, ketika tubuh kecilnya diguncang hebat.

"Sumpah, ini anak gak gerak juga?!" takjub seseorang. "Ta, ini gimana?!"

"Ya dipanggilin terus, Joya!" sahut Lita panik. "Oce, bangun, ih! Oceanaaaa!"

Hampir seluruh penghuni kantin menoleh bersamaan karena suara membahana Lita.

Namun, begitupun objek yang menjadi alasan keributan masih bergeming. Meringkuk di atas meja dengan beralaskan lipatan tangan. Tak peduli dengan panas mentari di atas sana yang terasa menusuk kulit.

Dua wanita yang mengerubungi Oceana itu garuk-garuk kepala melihat kelakuan sahabat mereka.

Pasalnya kalau sudah tidur, Oceana tak ada beda dengan orang mati.

Departemen tempat Oceana yang ada sidak dadakan, tapi mereka berdua yang heboh bukan main.

"Bener-bener si Oce! Orang lain sibuk lari-lari karena sidak absen. Dia malah molor di tengah cuaca neraka bocor begini! Mana masih pakai jas koas pula!"

"Oce, bangun, woi! Nama lo udah mau kelewatan itu!" gemas Joya.

Wanita berambut panjang bergelombang itu masih berusaha menarik Oceana dari alam mimpi.

Lenguhan samar Oceana terdengar, tapi tak sampai membuat kedua kelopak mata dokter gigi muda itu terbuka.

"Gue nyerah, sih, Ta." Joya berakhir duduk di sebelah kursi kosong Oceana.

"Terus gimana, dong? Bella ada balas chat— lha, itu anaknya! Bella!"

Kembaran tidak identik Oceana melenggang santai memasuki area kantin yang cukup padat.

Wanita berbando ungu itu mengambil tempat di bagian seberang meja.

"Gak perlu dibangunin lagi. Nama dia keburu dicoret Dokter Erlang!" lapor Bella setengah dongkol. "Si ganteng gak percaya waktu gue bilang Oce di toilet kena diare."

Pekara tadi bohong pada dosen yang melakukan sidak, Bella jadi kena tegur keras di depan umum.

Malunya itu, lho! Apalagi dia itu selebgram hits kampus. Buat Bella ingin menggetok kepala Oce sekarang juga.

Ternyata dari jendela ruangan Airlangga yang tepat menghadap ke arah kantin, lelaki itu sudah tau kalau Oceana tak sadarkan diri di sana.

"Jadi, kelanjutannya gimana, Bel?" tanya Joya penasaran. "Gak mungkin lewat gitu aja 'kan?"

Raden galak Airlangga. Begitulah banyak mahasiswa menjulukinya, di luar pujian fisik paripurna dosen berjiwa disiplin tersebut.

Mana ada sejarahnya Airlangga melepaskan mahasiswa yang ketahuan tak di tempat saat jam kuliah, terlebih jika itu Oceana. 

Sudah pasti akan ada hukuman yang menanti. Kecuali koas gigi tersebut sedang berada di klinik integrasi* untuk mengerjakan pasien. Itupun harus disertai bukti kuat.

Semenjak insiden salah paham dua tahun silam di zaman pre-klinik, Airlangga seolah menaruh dendam kesumat yang diingat lelaki itu sampai Oceana menjadi koas. 

And here we go, begitu Oceana giliran masuk ke departemen Pedodonsia**— tempat Airlangga berada— alhasil, wanita itu menjadi sasaran amukan setiap hari.

"Habis ishoma, orang-orang yang kena blacklist disuruh ke ruangan Dok. Erlang."

"Mampus dah, si Oce," ringis Lita agak kasihan. "Perasaan kena mulu."

"Kagak kelar-kelar urusan dia sama Dokter Airlangga," timpal Joya ikut prihatin.

Kedua bahu Bella terangkat cuek. Ia masih kesal karena terkena cipratan sial dari adik kembarnya.

Pergelangan tangan Lita berputar, menampilkan arloji. "Terus, kapan kita bangunin Oce? Udah jam dua belas lewat. Teringatnya dia mau masuk klinik jam satu nanti."

Kedua tangan Joya terangkat ke atas.

Duta kampus itu menggeleng-geleng pasrah.

"Gue ampun bangunin Oce. Ini anak mirip kadaver*** disiram formalin! Diem aja gitu."

"Ya kalau si Guru Besar bergerak, satu ruang anatomi pada kabur, Joy!" sewot Lita.

"Urusan Bella, nih," titah Joya melempar tanggung jawab. "Buruan, Bel!"

Baik Joya maupun Lita sebenarnya sangat penasaran bagaimana cara Bella membangunkan Oceana, sebab biasanya mereka hanya menunggu sampai wanita itu tersadar sendiri.

Bola mata Bella memutar malas. Lagi-lagi dia yang terkena imbas. 

"Lihat! Perhatikan tutorial berharga dari gue. Ini berlaku di saat kalian gak punya stok air dingin buat siram muka Oce," ucap Bella. 

Mulut Lita terplongo. "Buset, Bel. Sama kembaran sendiri sadis amat."

"This way is mujarab, guys! Kapan Oce begini lagi, tinggal praktekin ajaran gue."

"Siap, Bu Bos!" sahut Joya semangat 45'.

Kedua teman dekat Oceana itu memperhatikan dengan seksama. Sementara Bella menarik napas dalam sebelum mendekatkan bibir glossy pink-nya pada sebelah telinga Oceana.

Satu... 

Dua... 

Tiga...

"CARABELLI OCEANAAA, DIPANGGIL DOKTER AIRLANGGAAA!" teriakan super Bella berhasil membuat punggung kecil si pemilik nama terbangun tegap.

"Hah?! Apa-apa? Mana?" Wanita berwajah bantal itu celingukan linglung. "Sekarang?"

"Iya! Sana buruan!" titah Bella.

Dengan tergopoh-gopoh, Oceana membuka mata. Tanpa pikir panjang ia langsung melesat menuju departemen tempat Airlangga bersemayam.

"Lho! Lho, Bel! Itu si Oce?"

"Oce! Heh, mau kem—"

"Biarin aja, Ta. Paling dia jadi makan siang si ganteng," kekeh Bella puas.

Adiknya ini perlu sesekali kena semprotan maut dari yang suhu segala suhu.

Di lain tempat. Masih dalam kondisi setengah sadar, Oceana hampir terjatuh akibat tersandung kaki sendiri. Kepalanya terasa pusing karena bangun secara mendadak.

Untung saja seseorang berhasil menangkap kedua bahu wanita itu sebelum berakhir mencium lantai.

"Astaga, Oce. Ngapain kamu lari-lari?"

Wajah berantakkan Oceana mendongak menatap penolongnya. 

"Eh, Dokter Cakra. Hai, Dok. Hehe...," cengir Oceana malu.

Jemari lentik Oceana lekas merapikan tatanan rambut yang mencuat. Tengsin tampil kurang prima saat bertemu mas crush.

"Ditanyain malah hai... hai..., Ce," omel Cakra pura-pura galak. "Kamu mau apa, kenapa buru-buru begitu?"

"O—Oh itu. Dipanggil Dokter Airlangga."

"Karena masalah absen tadi?"

"Hah? Eng... i—iya kali," jawab Oceana ragu. "Mung—kin?"

"Mungkin? Jangan bilang, kamu sendiri gak tau diminta menghadap karena apa?"

Senyum lebar ala iklan pasta gigi itu tertampil menghias wajah manis Oceana.

"Tadi Bella bilang kal— tunggu!" Oceana tampak berpikir sejenak. "Bella— Haishh!"

Oceana mendesis sinis begitu menyadari telah menjadi korban keusilan saudari kembarnya.

Tawa geli Cakra mengudara. "Habis dikerjain Bella, ya? Pasti karena kamu susah dibangunin 'kan? Rasain!"

Bibir Oceana mencebik kesal.

Dosen muda itu jelas sudah hapal luar kepala atas kelakuan absurd si kembar, sebab mereka telah bertetangga sejak lama.

Bahkan Cakra lumayan akrab dengan ayah Oceana dan Bella yang merupakan mantan dekan FKG periode lalu.

"Iiisshh! Tau, ah! Bella sialan, emang!"

"Mending kita makan siang, Dek. Dokter Erlang masih ada zoom. Jadi belum bisa diganggu," tutur Cakra menginfokan kegiatan kepala departemen Pedodonsia tersebut.

Dokter gigi berkulit bersih itu gesit membalikkan tubuh kecil Oceana, lalu mendorong lembut menjauhi ruang dosen menuju pintu keluar departemen untuk ke kantin.

Baru beberapa langkah mereka berjalan. Di belakang sana, tanpa disadari objek yang dibicarakan muncul. 

Niat awal, Airlangga ingin mencari mahasiswa menganggur untuk dimintai tolong membeli makan siang. Namun mendengar suara Oceana yang meledeknya, lelaki itu jadi penasaran membuntuti.

Setiap mahasiswa yang dilewati mendelik pada Oceana, seakan memberi kode agar wanita itu segera tutup mulut. Hanya saja, nihil.

"Dasar si galak Erlang sok sibuk! Nanti telat disamperin, dianya tantrum!"

Tawa renyah Cakra lolos. "Kamu ini, Dek. Berani pas lagi gak ada orangnya."

"Siapa bilang? Aku cuma malas," kilah Oceana. "Baru lihat mata Dok. Erlang aja, perutku langsung mulas kayak habis telan obat pencahar."

"Itu namanya kamu takut, Oceana,'' tandas Cakra.

Terkadang Cakra penasaran, mengapa Oceana bisa sebenci itu pada Airlangga. 

Padahal para mahasiswa, terutama golongan kaum hawa hampir semua klepek-klepek dengan pesona lelaki nomor satu di departemen Pedodonsia tersebut.

"Enggak, ya! Paling Dok. Erlang pura-pura galak aja biar kelihatan sangar," sanggah Oceana cepat. "Biasa model kayak begitu adalah buto ijo, berhati hello kitty."

Gelak tawa Cakra batal terlepas ketika melihat pantulan seseorang di belakang merek dari kaca lemari di depan sana. Tapi sepertinya Oceana sama sekali tak menyadari hal tersebut.

''Eh, tapi kulit dok. Erlang 'kan sawo matang menjurus ke dekil, ya? Mirip beruang di Masha and the bear!"

''Dek," panggil Cakra, berusaha membungkam mulut Oceana dari belakang. Namun, wanita itu jahil itu justru mengigit jarinya pelan.

"Padahal kalau aja Dokter Erlang murah senyum sedikit aja, pasti jadi ganteng maksimal, Dok. Tapi sayang, dia pelit!"

"Bahas yang lain aja, Dek," sambar Cakra ketar-ketir, sebab Airlangga tepat berdiri di balik tubuhnya. Bersedekap sembari menatap lurus Oceana lewat pantulan kaca.

"Padahal aku pengin lihat senyum Dok. Erlang, Dok. Kata orang-orang manis banget. Tapi menurutku mata mereka rusak!"

Kepala cantik Oceana menoleh ke arah Cakra, bermaksud ingin memandangi sosok rupawan yang sejak tadi bermain kereta api- kereta apian dengannya.

Namun sial, sepasang iris legam Oceana justru tak sengaja menangkap wujud makhluk lain di balik tubuh tinggi Cakra.

Sorot mata tajam mengerikan lelaki berkemeja rapi itu mengunci perhatian Oceana yang membatu di tempat.

"Masih penasaran mau lihat senyum saya?"

.

.

.

.

KETERANGAN:

*Klinik Integrasi/klinik gigi terpadu merupakan klinik gigi rawat jalan yang dilayani oleh Dokter Gigi Muda (Co-ass) yang sedang melaksanakan Program Pendidikan Profesi Kedokteran Gigi.

**Departemen pedodonsia adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang fokus padaperawatan gigi anak-anak. Mulai dari bayi hingga usia dibawah 18 tahun.

***Kadaver atau guru besar (sebutan dari anak FK/FKG) adalah jenazah yang biasanya digunakan untuk alasan medis, seperti studi medis atau pendidikan. Salah dipakai untuk praktikum anatomi mahasiswa kedokteran.

.

.

.

.

Kalau kalian jadi Oce bakal ngapain? wkwkwwkwk

(salam manis dari Erlang ^^)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro